Menuju konten utama

Polisi Minta Keterangan Ahli Bahasa dalam Kasus Victor Laiskodat

Penyidik Polri berkoordinasi dengan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI terkait tuduhan ujaran kebencian yang dilakukan Victor.

Polisi Minta Keterangan Ahli Bahasa dalam Kasus Victor Laiskodat
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Irjen Ari Dono Sukmanto memberikan keterangan kepada media terkait gelar perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Polri belum menghentikan pengusutan dugaan ujaran kebencian yang dilakukan politikus Partai Nasional Dekmokrat Viktor Laiskodat. Sampai saat ini penyidik masih melanjutkan pemeriksaan dalam kasus ujaran kebencian tersebut. "Masih dalam proses kami melengkapi dari keterangan-keterangan," kata Kabareskrim Mabes Polri Ari Dono Sukamto di kantornya Gedung Kementerian Kelautan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (23/11).

Ari mengatakan penyidik setidaknya sudah memeriksa sekitar 20 orang. Di antara mereka ada warga dan sejumlah ahli, termasuk ahli bahasa untuk memahami konteks perkara. "Kalau enggak salah itu kan Bahasa Indonesia dengan versi Kupang ya. Orang Kupang. Kami dalami supaya enggak keliru," kata Ari.

Sebelumnya, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Rikwanto menegaskan pihak kepolisian belum menghentikan pelaporan terhadap kasus ujaran kebencian Viktor Laiskodat. Saat ini, kasus tersebut masih diproses oleh penyidik.
"Kasus tersebut masih berjalan dan dalam status penyidikan," kata Rikwanto dalam keterangan pers, Kamis (23/11/2017).
Rikwanto mengatakan, kepolisian masih memeriksa saksi-saksi di TKP serta sejumlah ahli. Polisi pun berkoordinasi dengan pihak DPR karena status Viktor yang masih anggota DPR. Ia mengatakan penyidik akan koordinasi dengan DPR dalam menangani perkara itu karena Viktor masih tercatat sebagai anggota parlemen.

Polisi, ia menjelaskan, dalam hal ini mengacu pada Pasal 224 Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD yang mengatur tentang hak imunitas anggota DPR.

Sesuai ketentuan, ia menjelaskan, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan lebih dahulu menangani laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Viktor.

"Karena yang bersangkutan adalah anggota DPR sehingga perlu diuji oleh MKD apakah pernyataannya tersebut dalam kapasitas sebagai anggota DPR yang sedang menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat atau kapasitas sebagai pribadi," ungkap Rikwanto.

Ketentuan dalam Undang-Undang No.17/2014 juga menyebutkan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya harus mendapatkan persetujuan tertulis dari MKD.

Rikwanto menambahkan, dalam menangani perkara dugaan tindak pidana oleh pelaku profesi lain yang memiliki aturan penanganan pelanggaran sendiri penyidik akan meminta keterangan dari organisasi yang berwenang dalam profesi tersebut, seperti ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk kasus malpraktik kedokteran dan ke Dewan Pers untuk masalah-masalah terkait pemberitaan dan kerja jurnalistik.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Brigjen Polisi Heri Rudolf Nahak juga menginformasikan penanganan kasus Viktor masih berjalan dan penyidik masih memerlukan masukan dari sidang MKD DPR RI untuk melanjutkan proses hukumnya.

Dalam pidatonya pada 1 Agustus 2017 di Kupang, NTT, Ketua DPP Nasdem Viktor Laiskodat sempat menyingung sejumlah partai ikut mendukung sistem khilafah dan intoleran. Partai yang disebut Viktor adalah Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS.

Dua dari empat partai yang disinggungnya sebagai pro-ekstremis, yakni Partai Gerindra dan PAN melaporkan pernyataan kader Partai Nasdem itu ke Bareskrim Mabes Polri.

Terkait dengan itu, Partai Nasdem juga telah menyampaikan pernyataan maksud dari pidato Viktor Laiskodat dan bersikukuh menolak meminta maaf meskipun banyak pihak telah mendesaknya. Partai Nasdem berdalih bahwa video pidato Viktor telah diedit sehingga substansinya tidak utuh.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Jay Akbar