tirto.id -
"Jangan latah dan membandingkan kita dengan Singapura yang akan perlakukan COVID-19 seperti flu biasa," kata Zubairi lewat akun media sosialnya sebagaimana dikutip Tirto, Senin (28/6/2021).
Zubairi mengingatkan, pemerintah Indonesia berbeda dengan Singapura. Indonesia punya pekerjaan rumah besar dalam penanganan COVID yakni kehadiran varian delta, vaksinasi yang rendah, pengetesan Indonesia masih rendah serta kondisi rumah sakit yang penuh.
Zubairi mengajak semua pihak untuk fokus penanganan COVID-19 di Indonesia. "Mari fokus penanganan di negara sendiri," kata Zubairi.
Pemerintah Singapura mengubah pendekatan penanganan pandemi COVID-19 dengan berusaha mengarah kepada "new normal." Pemerintah Singapura menilai COVID-19 tidak bisa diberantas sehingga penanganannya akan berubah menjadi pendekatan endemik. Mereka pun menganalogikan penanganan COVID-19 di masa depan seperti menangani flu.
"Virus ini akan selalu bermutasi dan hidup di masyarakat. Contoh penyakit endemik adalah influenza. Setiap tahun orang menderita influenza," seperti dilansir dari Strait Times.
Dalam penanganan COVID-19 di masa depan, Singapura menggunakan metode yang mirip dengan Indonesia. Pertama, mereka fokus pada vaksinasi. Mereka menargetkan 2/3 populasi divaksin untuk menekan risiko penyakit COVID-19. Mereka mengacu hasil penelitian Israel bahwa rata-rata infeksi di Israel turun 30 kali lipat daripada tidak divaksin.
Pendekatan kedua adalah pengetesan. Mereka mulai mengedepankan alat tes cepat daripada alat tes PCR. Seluruh pengetesan akan dilakukan secara cepat dan masif di berbagai lokasi Singapura.
Ketiga adalah perbaikan penanganan perawatan kesehatan. Singapura mengklaim sudah memiliki tenaga kesehatan berpengalaman dalam menangani COVID-19. Mereka juga sudah menyiapkan obat-obat yang diperlukan ditambah dengan peran serta peneliti obat di dalam negeri.
Terakhir, pemerintah Singapura mengedepankan peran serta masyarakat. Mereka mendorong masyarakat hidup sehat serta menjalani karantina mandiri jika sakit.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri