Menuju konten utama

Sindiran Jokowi Soal Aparat 'Gigit' Investor: Apa Solusinya?

Presiden Jokowi menilai ada praktik mencari-cari kesalahan dari aparat penegak hukum terhadap investor. Benarkah demikian?

Sindiran Jokowi Soal Aparat 'Gigit' Investor: Apa Solusinya?
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Maruf Amin (kanan) memimpin rapat terbatas tentang program dan kegiatan bidang politik, hukum dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.

tirto.id - Presiden Jokowi menyindir aparat penegak hukum dengan pernyataan bahwa iklim investasi Indonesia terganggu akibat masalah hukum.

“Banyak masalah investasi yang antre tetapi karena kepastian hukumnya yang masih diragukan, mereka sudah buka pintu tetapi tidak bisa merealisasi investasinya,” kata Presiden Jokowi saat Rapat Terbatas bidang Polhukam, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10/2019) lalu.

Jokowi menyampaikan, para pelaku usaha dan investor di dalam negeri termasuk di dalamnya BUMN, banyak ketakutan terhadap aparat penegak hukum. Presiden menilai ada praktik mencari-cari kesalahan dari aparat penegak hukum terhadap pelaku usaha.

Presiden Jokowi memerintahkan kepada Menko Polhukam, Kapolri, Jaksa Agung dan juga ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar hukum kita harus menjamin keberanian investor, pelaku-pelaku industri, kepada birokrasi dalam menjaga program-program pemerintah. Ia ingin agar aparat tidak dibajak oleh mafia.

Presiden tidak ingin pejabat pemerintah, BUMN dan swasta yang berinovasi dalam menjalankan program-program strategis justru yang "digigit".

“Ini hati-hati, ini akan saya balik yang saya gigit mereka, jangan sampai para mafia yang menggigit, mengadang program pembangunan, justru bebas berkeliaran, enggak ini harus kita balik,” tegas Presiden.

Daripada Sindiran, Solusi Konkret Lebih Perlu

Pesan Jokowi soal aparat penegak hukum yang menghambat iklim investasi ini bisa diartikan lain dan bias persepsi. Peneliti politik dari Pukat UGM Zaenur Rochman menilai publik bisa menganggap pemerintah justru membekingi investor saat berhadapan dengan hukum.

“Arahan Presiden Jokowi ini agar penegak hukum tidak mencari kesalahan pelaku usaha dan investor ini bisa dibaca secara keliru bahwa proyek-proyek dan usaha-usaha yang berlangsung di Indonesia itu dibekingi oleh presiden. Itu bisa dibaca keliru Presiden 'pasang badan' bagi proyek-proyek tersebut,” kata Zaenur kepada reporter Tirto, Jumat lalu.

Zaenur tidak memungkiri kalau kepastian hukum penting bagi investasi. Akan tetapi, supremasi hukum harus dipegang saat ada pelanggaran hukum. Jika penafsiran salah yang diterapkan, negara bisa dianggap melindungi para investor.

Presiden Jokowi, kata Zaenur, seharusnya membentuk program pemberantasan mafia hukum daripada mengarahkan aparat untuk tidak memproses investor. Ia beralasan, lembaga penegak hukum di bawah presiden, yakni kepolisian dan kejaksaan masih belum jelas dalam arah penegakan hukum.

“Selama ini dua institusi penegak hukum di bawah presiden, kepolisian dan kejaksaan tidak ada program yang jelas dari pemerintah untuk melakukan reformasi agar menjadi institusi yang bersih dari korupsi dan tidak lagi melakukan istilah presiden mencari kesalahan para investor,” tutur Zaenur.

Sementara itu, KPK tidak bisa diperintah presiden karena undang-undang tidak memberikan kewenangan presiden untuk mengatur komisi antirasuah.

Menurut Zaenur, Presiden harus membuat program pemberantasan mafia hukum untuk menyelesaikan masalah kepastian hukum.

Selain itu, Presiden harus mendorong dunia usaha untuk bebas korupsi. Sebab, tidak sedikit pelaku usaha ditangkap akibat terjerat kasus suap. “Sehingga bukan malah melindungi kesalahannya tapi didorong untuk menerapkan sistem antisuap,” tutur Zaenur.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memperbaiki BUMN. Ia beralasan, BUMN masih menjadi sapi perah kepentingan politik. Ia mencontohkan kasus korupsi PLTU Riau-1 yang melibatkan PLN. Oleh sebab itu, Jokowi tidak sembarangan dengan dalih mencari kesalahan.

“Kalau Presiden Jokowi memberi arahan kepada aparat penegak hukum untuk tidak mencari-cari kesalahan apalagi BUMN itu juga, menurut saya, tidak cukup mengetahui akar permasalahan,” kata Zaenur.

Kontrol Hukum Perlu Lebih Optimal

Kritik juga disampaikan pegiat hukum. Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menilai masalah hukum yang dikeluhkan Jokowi bisa diselesaikan jika ada kontrol yang baik dalam penegakan hukum Indonesia.

“Menurut saya kontrol penegakan hukum yang enggak baik. Jadi kan setiap orang gampang jadi tersangka, siapa pun dia mau pejabat atau bukan dia sangat mudah untuk jadi tersangka. Untuk mengatasi hal-hal demikian itu tidak pernah dipikirkan,” ujar Anggara kepada reporter Tirto, Jumat lalu.

Anggara mencontohkan penegakan hukum di sektor korupsi. Suatu kejahatan harus memenuhi niat jahat, tetapi Indonesia punya beberapa kasus yang tidak memenuhi niat jahat namun dipidana. Ia mencontohkan permasalahan korupsi puskesmas atau dana sekolah.

“Nah, begitu itu yang kemudian membuat investasi atau investor ngeri karena tidak ada kepastian tindakan seperti itu apalagi berhubungan proyek pemerintah. Jadi ketika mereka fokus ke business judgement, itu begitu mudah untuk dikriminalisasi,” Kata Anggara.

Anggara memandang, banyak hal yang perlu diperbaiki. Ia memandang Indonesia harus mengubah tatanan hukum agar negara tidak salah menerapkan hukum kepada pengusaha maupun investor mulai dari hukum acara hingga ke aparat penegak hukum di Indonesia.

“Problemnya dia harus di-follow up dengan perbaikan sistem supaya tidak terjadi. Problemnya, perbaikan sistem enggak ke mana-mana. Reformasi KUHAP, Reformasi Kepolisian Reformasi Kejaksaan ITU penting 5 tahun ke depan,” pungkas Anggara.

Penegakan Hukum Direalisasikan

Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan, sikap Presiden akan diejawantahkan sebagai tindakan penegakan hukum pada umumnya.
"Standar aja menegakkan hukum," kata Mahfud di Kemenkopolhukam, Jakarta, Jumat.
Mahfud justru berencana menguatkan kejaksaan dan kepolisian seperti KPK. Namun, penguatan itu harus diikuti dengan perbaikan organisasi penegak hukum. Apabila penegak hukum dibuat profesional, Mahfud optimistis aparat bisa bekerja dengan baik dan memenuhi ekspektasi presiden.
"Kejaksaan dan kepolisian itu bisa bekerja dengan profesional dan sungguh-sungguh itu saya kira karena banyak yang bisa ditangani. Nah, itu nanti akan kita kerjakan dari sini," pungkas Mahfud.

Baca juga artikel terkait INVESTASI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri