tirto.id - Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar jadi ahli dalam sidang praperadilan agenda pembuktian pemohon, dalam kasus dugaan makar enam tahanan politik Papua.
Ketika Oky Wiratama Siagian, kuasa hukum enam tahanan, menanyakan mungkinkah penangkapan dilakukan dua hari usai pelaporan. "Bagaimana jika ada penangkapan dua hari setelah laporan, tapi belum dipanggil sebagai saksi?" kata dia di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2019).
Fickar menjawab pertanyaan dengan menjelaskan prosedur penetapan sebagai tersangka dan penangkapan, dilanjutkan pendapat soal waktu. "Saya kira tidak cukup dua hari, kecuali proses itu sudah dilakukan secara informal. Laporan [awal soal tindak pidana] hanya formalitas saja," ucap dia.
"Menurut saya waktu dua hari dari [penerimaan] laporan, kemudian menetapkan [tersangka] secara normal, kalau ditanya keabsahan [itu] tetap sah. Tapi apakah itu biasa, menurut saya menjadi tidak biasa," sambung Fickar.
Pada 28-29 Agustus 2019, polisi memeriksa lima saksi kasus dugaan makar tersebut, di hari terakhir dilakukan gelar perkara guna meningkatkan tahap penyelidikan jadi penyidikan.
Selanjutnya, 30 Agustus 2019, gelar perkara dilakukan lagi dalam rangka peningkatan status enam orang tersebut sebagai tersangka.
Enam tersangka yakni Paulus Suryanta Ginting (39), Anes Tabuni alias Dano Anes Tabuni (31), Charles Kossay (26), Ambrosius Mulait (25), Isay Wenda (25) dan Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge (20). Lima nama pertama mendekam di Rutan Salemba, Jakarta Timur. Sedangkan nama terakhir dikurung di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Dalam sidang jawaban termohon (Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya), yang digelar kemarin, Kuasa Hukum Termohon AKBP Nova Irone Surentu membantah tuduhan pemohon.
"Kami sudah penyelidikan dan penyidikan, sudah ada dua alat bukti yang sah," kata Nova, Selasa (3/12/2019).
Ia menegaskan pihaknya telah interogasi saksi-saksi dan miliki bukti pendukung dalam tahap gelar perkara sebelum meningkatkan ke ranah penyidikan.
Enam pelaku diduga melakukan makar lantaran mengibarkan bendera Bintang Kejora di Depan Istana Negara dalam demonstrasi antirasisme, 28 Agustus 2019.
Mereka ditangkap berdasarkan pelaporan dari A. Imam Santoso dan Fishur Lesilawang pada 28 Agustus 2019 dan Adek Erfil Manurung pada 29 Agustus 2019. Pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menerima laporan tersebut.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Irwan Syambudi