tirto.id - Calon presiden Amerika Serikat asal Partai Demokrat, Joe Biden, menunjuk senator Kamala Harris sebagai pasangannya dalam pemilihan presiden November mendatang. Harris pun menjadi perempuan kulit hitam pertama yang maju dalam pemilihan presiden AS.
"Saya merasa terhormat untuk mengumumkan saya memilih @KamalaHarris, pejuang berani untuk orang kecil dan salah satu pengabdi masyarakat terbaik, sebagai pasangan saya," cuit Biden di Twitter, Rabu (12/8/2020).
Pengumuman tersebut, sekaligus menutup pencarian selama berbulan-bulan dari Partai Demokrat untuk memilih pasangan bagi Biden dalam menantang Presiden Donald Trump dari Partai Republik pada November.
Harris, yang sebelumnya juga mencalonkan diri sebagai presiden Demokrat 2020 melawan Biden dalam primary election, mengatakan "merasa terhormat" dapat bergabung dalam kontestasi elektoral bersama Biden dan siap "melakukan apa yang diperlukan" untuk membantunya menang.
“Biden bisa mempersatukan rakyat Amerika karena dia menghabiskan hidupnya berjuang untuk kita", tulisnya di Twitter.
Dilansir dari Al-Jazeera, tim kampanye Biden mengatakan bahwa mereka akan membuat penampilan bersama pertamanya pada hari Rabu (12/8/2020) waktu setempat di Wilmington, Delaware, tempat Biden tinggal dan menghabiskan sebagian besar waktunya dalam beberapa bulan terakhir dalam membatasi perjalanan kampanye karena pandemi virus corona.
Biden juga mengaku, Haris dapat memainkan perang yang penting untuk menjaring pemilih kulit hitam dalam upayanya mengalahkan Trump. Patut digarisbawagi, empat tahun lalu, penurunan jumlah pemilih kulit hitam yang signifikan berkontribusi pada kekalahan mengejutkan dari capres Partai Demokrat, Hillary Clinton.
Siapakah Kamala Harris?
Kamala Haris merupakan seorang senator California asal Partai Demokrat yang lahir di Oakland, California, dari dua orang tua imigran: seorang ibu kelahiran India dan ayah kelahiran Jamaika.
Setelah perceraian orang tuanya, Harris dibesarkan oleh ibu tunggal seorang Hindu, Shyamala Gopalan Harris, yang juga seorang peneliti kanker dan aktivis hak-hak sipil.
Dalam otobiografinya berjudul The Truths We Hold, ia mengatakan bahwa black culture atau budaya kulit hitam, yang sejak kecil telah diajarkan ibunya, telah menempa dan membentuk pribadinya.
"Ibuku mengerti betul bahwa dia membesarkan dua anak perempuan kulit hitam," tulisnya. "Dia tahu bahwa tanah air kelahirannya, akan melihat Maya [adiknya] dan saya sebagai gadis kulit hitam, dan dia bertekad untuk memastikan kami akan tumbuh menjadi wanita kulit hitam yang percaya diri dan bangga."
Bersama adiknya, ia menghabiskan masa sekolah selama lima tahun di Montreal, Kanada, setelah sang ibu mengambil pekerjaan sebagai pengajar di McGill University. Setelahnya, ia melanjutkan studi di Howard University, salah satu perguruan tinggi di AS, dengan mengambil jurusan hukum. Empat tahun berselang, gelar hukumnya ia sempurnakan di University of California.
Kepada Washinton Post pada 2019 lalu, ia mengatakan bahwa masa kuliah, khususnya di Howard, merupakan pengalaman paling formatif dalam hidupnya. Di sana, ia merasa nyaman sebagai identitas “liyan”-nya.
"Maksud saya adalah: Saya adalah siapa saya. Saya baik dengan itu. Anda mungkin perlu mencari tahu, tapi saya baik-baik saja dengan itu," katanya.
Senator Progresif
Setelah menyelesaikan studi hukumnya, Haris kemudian memulai karir di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda Country. Dia menjadi jaksa wilayah (jaksa tertinggi) untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai wanita pertama dan orang kulit hitam pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pengacara top dan pejabat penegak hukum di negara bagian terpadat di Amerika.
Dikutip dari BBC, dalam hampir dua masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu “bintang” Partai Demokrat yang sedang naik daun, dan menggunakan momentum ini untuk mendorong pemilihannya sebagai senator junior AS di California pada tahun 2017.
Sejak pemilihannya menjadi Senat AS, mantan jaksa penuntut ini mendapat dukungan di antara kaum progresif karena pertanyaannya yang pedas terhadap calon Mahkamah Agung saat itu Brett Kavanaugh dan Jaksa Agung William Barr dalam sidang-sidang penting Senat.
Beberapa pertanyaan kritisnya termasuk mengenai aborsi dan penyelidikan penasihat khusus soal kemungkinan campur tangan Rusia dalam pemilu 2016. Ia juga begitu vokal dan menjadi salah satu kritikus Kongres pertama terhadap kebijakan imigrasi Trump. Ia mendorong keras kesepakatan untuk melindungi para imigran dari deportasi.
Di Senat, dia juga telah memperkenalkan undang-undang untuk memberi keluarga berpenghasilan rendah pembayaran tunai dan kredit pajak, guna membantu memerangi stagnasi upah dan kenaikan biaya perumahan, dan dia telah menjadi pendukung kuat reformasi peradilan pidana.
Pada tahun 2016, Harris membuat sejarah ketika dia menjadi wanita kulit hitam pertama yang terpilih menjadi anggota Senat AS dari California, dan dia telah menolak kritik terhadap "politik identitas", yang menurutnya menggunakan istilah tersebut sebagai penghinaan untuk meminggirkan masalah ras, gender dan orientasi seksual.
Kendati demikian, kehidupan politik Harris bukannya tanpa catatan. Seperti dilaporkan Al-Jazeera, ia beberapa kali mendapat kritik dari kaum progresif soal pendekatannya yang terkadang enggan untuk mereformasi peradilan pidana, dan perjuangannya melawan tuntutan hukum yang diajukan oleh pekerja seks dan penentang kurungan isolasi di penjara.
Dia juga berada di bawah pengawasan, karena menolak sebagai jaksa agung untuk menuntut OneWest Bank, yang pernah dipimpin oleh Menteri Keuangan Steven Mnuchin, atas dugaan pelanggaran penyitaan. Harris, yang menolak konfirmasi Mnuchin sebagai kepala Departemen Keuangan AS, mengatakan dia "mengikuti fakta" dalam menolak untuk menuntut.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora