tirto.id - Setelah Ketua DPR Setya Novanto ditahan KPK, sejumlah partai mendorong pergantian kursi RI-6 meski pun ada beberapa partai yang masih menunggu kejelasan status hukum kasus Setnov.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak menutup kemungkinan PDIP ingin mengocok kembali kursi Ketua DPR. Ia menilai, PDIP sebagai partai pemenang pada Pilpres 2014 seharusnya bisa memimpin DPR.
"Ketika rakyat mempercayakan PDIP sebagai pemenang pemilu kemudian hanya gara-gara manuver politik kemudian partai pengusung Pak Jokowi tidak ada di dalam susunan pimpinan dewan dan alat kelengkapan dewan yang ada kekacauan demokrasi," kata Hasto di Thamrin, Jakarta, Minggu (26/11/2017).
Hasto tidak memungkiri ada dialog dengan partai pengusung Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu terkait pergantian kursi Ketua DPR tersebut. Menurut Hasto, kepentingan bangsa harus berada paling atas. Ia tidak mau negara dikorbankan akibat status Ketua DPR Setya Novanto yang kini jadi tahanan KPK. Mereka ingin mendorong pergantian Ketua DPR, tetapi harus memenuhi ketentuan dan kaidah yang sudah ditetapkan.
Menurut Hasto, pemilihan pimpinan DPR tidak berbicara sekadar keinginan, ada tata tertib DPR, proses dialog, dan negosiasi. Namun, Hasto menegaskan PDIP tidak mengejar kursi Ketua DPR.
"Bagi PDIP toh kami harus melakukan dialog dan negosiasi sekalipun itu bukan untuk mengejar jabatan. Itu untuk mengembalikan hakikat demokrasi dimana suara rakyat melalui pemilu harus senafas dengan apa yang terjadi di DPR," tutur Hasto.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengaku mereka tidak ingin mendorong pergantian Ketua DPR. Anggota Komisi Komisi I DPR RI itu mengatakan, Partai Gerindra menunggu langkah Partai Golkar terkait kemungkinan pergantian Ketua DPR.
"Kami menunggu Partai Golkar untuk mengambil apapun tindakannya. Kami turun karena sejak awal domain Ketua DPR urusan Golkar," kata Muzani di Thamrin, Jakarta, Minggu (26/11/2017).
Muzani yakin, Golkar sadar apabila citra DPR akan ikut terganggu bila Novanto tetap menjadi Ketua DPR. Partai besutan Prabowo Subinato itu pun masih belum mengetahui apakah ada lobi-lobi dari pimpinan Golkar ke fraksi di parlemen untuk mengganti Novanto. "Belum tahu. Kami sarankan kepada Golkar untuk mengambil tindakan secara bijaksana," kata Muzani.
Sementara itu, Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, Partai Golkar tidak tertutup kemungkinan akan mengganti Setya Novanto dari kursi Ketua DPR. Namun, pergantian baru bisa memenuhi unsur jika mantan Bendahara Umum Partai Golkar itu mundur dari kursi Ketua Umum Partai Golkar.
"Kalau beliau mengundurkan diri Ketua Umum Partai Golkar, maka dengan sendirinya akan bisa kita proses pergantian ketua DPR," kata Nurdin di Thamrin, Jakarta, Minggu (26/11/2017).
Nurdin menegaskan, DPR maupun Partai Golkar tidak boleh tersandera akibat kasus hukum Novanto. Oleh karena itu, meskipun Novanto meminta menunggu hingga hasil praperadilan, tidak tertutup kemungkinan partai beringin akan melakukan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk memperbaiki elektabilitas partai serta menjaga marwah DPR.
Mantan Ketua PSSI ini mengaku, Plt Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham akan membahas lebih lanjut mengenai pergantian Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar. Idrus akan diminta untuk melobi mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu untuk meletakkan kedua jabatan penting itu untuk kepentingan umum.
Sampai saat ini, Partai Golkar sendiri berencana untuk melakukan pendekatan kekeluargaan untuk pergantian Ketua DPR. Di sisi lain, untuk masalah Munaslub, Partai tidak akan langsung menggelar dalam waktu dekat atau Desember ini.
"Tidak mungkin. Munaslub itu juga ada tata cara, ada aturan, ada AD/ART. Saya pikir paling cepat bisa kita lakukan pertengahan bulan Januari," kata Nurdin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri