tirto.id - DPRD Kota Yogyakarta memutuskan membentuk panitia khusus guna menyikapi rencana relokasi pedagang kaki lima Malioboro sebagai tanggapan atas keresahan pedagang terkait rencana tersebut.
“Kami segera membentuk panitia khusus (pansus) yang hari ini akan diresmikan. Rencana ini sebenarnya sudah muncul sejak lama bahkan sebelum pedagang datang ke dewan,” kata Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudiatmoko di Yogyakarta, Senin (17/1/2022).
Puluhan pedagang kaki lima (PKL) Malioboro, Senin (17/1/2022), datang ke DPRD Kota Yogyakarta untuk menyampaikan keberatan mereka atas rencana relokasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Menurut Danang, pansus yang nantinya terbentuk tersebut akan bertugas untuk menjadi mediator yang akan menjembatani komunikasi antara pedagang atau perwakilan PKL dengan Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya kepala daerah dan instansi teknis yang terlibat langsung dalam rencana relokasi tersebut.
“Tinggal dijadwalkan saja kapan waktu yang tepat untuk menggelar komunikasi dua arah yang melibatkan PKL dan pemerintah daerah,” katanya.
Danang pun menyebut, komunikasi tidak hanya dilakukan ke Pemerintah Kota Yogyakarta tetapi dapat dibuka hingga ke jenjang Pemerintah DIY atau Gubernur.
“Supaya dialog yang terjalin menjadi lebih luas karena rencana ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Kota Yogyakarta saja tetapi sampai ke DIY,” katanya.
Ia meyakini, dengan dialog yang baik antara pemerintah daerah dan PKL Malioboro akan menghasilkan konsep penataan yang lebih baik dan dapat dipahami oleh semua pihak.
“Tujuan penataan adalah mencapai keseimbangan. PKL tidak menentang relokasi tetapi yang mereka harapkan adalah ditempatkan sebagaimana mestinya. Konsep penataan digagas bersama-sama,” katanya.
Ia pun khawatir jika dua lokasi yang sudah disiapkan untuk relokasi yaitu di eks Bioskop Indra dan di lahan bekas Dinas Pariwisata DIY tidak akan mampu menampung seluruh PKL Malioboro.
“Beberapa lokasi masih memungkinkan seperti eks Hotel Mutiara dan eks Matahari yang tembus hingga belakang SMP Negeri 3 Yogyakarta karena rencananya sekolah tersebut akan dipindah ke Umbulharjo,” katanya.
Sementara itu, salah satu PKL Malioboro yang tergabung dalam Paguyuban Lesehan PPLM Kelik Bekti Leksono mengatakan, lokasi yang akan digunakan untuk relokasi dirasa belum layak dan tidak sesuai harapan pedagang, khususnya lesehan.
“Misalnya belum ada pembuangan air dan belum ada sumber air bersih. Sampai sekarang pun belum ada kejelasan mengenai layout untuk penataan kuliner di lokasi relokasi,” katanya.
Sedangkan Ketua Koperasi PPKLY Wawan Suhendra mengatakan mendapat informasi jika pada 22 Januari akan dilakukan syukuran di dua lokasi relokasi dan dilanjutkan proses relokasi pada 1-7 Februari.
“Jika pada 8 Februari masih ada yang berjualan di tempat lama, maka akan ditertibkan. Jika benar rencana itu direalisasikan, maka sekarang tinggal menghitung hari saja,” katanya.
PKL Malioboro berharap, rencana relokasi tersebut dihentikan sementara selama Pansus DPRD Kota Yogyakarta masih bekerja.
“Kami merasa tidak mendapat informasi yang utuh terkait rencana relokasi. Informasi yang disampaikan tidak detail,” katanya yang kembali meminta agar rencana relokasi ditunda karena pedagang ingin mengembalikan kondisi perekonomian akibat dampak pandemi.
Respons Wali Kota Yogya soal PKL Malioboro
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menyebut penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Malioboro sudah direncanakan cukup lama sehingga tidak akan ada penundaan waktu pelaksanaan untuk rencana tersebut.
“Sudah siap sejak lama. Mau diundur tiga tahun juga akan sama saja, karena tetap akan ada penataan. Jadi, dilakukan sekarang atau besok akan sama saja,” kata Haryadi di Yogyakarta, Senin (17/1/2022).
Sebelumnya PKL Malioboro berharap agar pemerintah daerah (pemda) dapat menunda rencana relokasi atau penataan selama 1-3 tahun karena saat ini pedagang masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19.
Namun demikian, Haryadi menyebut yang dibutuhkan pedagang bukan penundaan tetapi memastikan jika pedagang tetap memperoleh konsumen saat berada di lokasi yang baru, baik di bekas Bioskop Indra maupun di shelter yang berada di bekas Kantor Dinas Pariwisata DIY.
“Yang penting adalah mendatangkan keramaian ke lokasi yang baru. Ada jaminan jika pasar untuk PKL tetap ada. Bagaimanapun juga, PKL bisa dikategorikan sebagai produsen yang menjual produk mereka,” katanya.
Menurut Haryadi, setelah PKL ditata di lokasi yang baru maka pemda memiliki tanggung jawab untuk menciptakan pasar bagi PKL.
“Tidak ada maksud membuat sepi. Lokasi penempatan justru bisa menjadi sentra-sentra baru. Jadi pasar baru,” katanya. Ia berharap pedagang bisa memahami rencana tersebut.
Sedangkan untuk kepastian waktu relokasi, Haryadi menyebut belum menetapkan secara pasti tetapi akan memastikan kondisi lokasi penempatan layak untuk digunakan.
“Saya belum bilang kapan akan direlokasi. Akan dilihat dulu lokasi penempatan. Apakah layak atau belum,” katanya.
Ia pun berharap pedagang dapat menyesuaikan luas lahan yang disediakan di lokasi penempatan. “Tentunya harus disesuaikan dengan luas lapak yang disediakan karena memang luasnya terbatas. Jika untuk display saja, saya kira cukup,” katanya.
Beberapa jenis pekerjaan yang dimungkinkan hilang saat PKL direlokasi ke tempat baru seperti pendorong gerobak. Haryadi mengatakan akan melakukan pemberdayaan.
Ia pun tidak mempermasalahkan langkah yang diambil DPRD Kota Yogyakarta dengan membentuk pansus untuk menyikapi rencana relokasi PKL Malioboro.
“Tidak masalah. Saya pun mendukung supaya ada transparansi,” katanya.