Menuju konten utama

Seleksi ASN KPK ala Orba Langgar Hukum & Petieskan Penyidik Mahkota

KPK mengumumkan 75 pegawai tidak memenuhi syarat menjadi ASN usai menjalani tes wawasan kebangsaan yang polanya mirip litsus Orba.

Seleksi ASN KPK ala Orba Langgar Hukum & Petieskan Penyidik Mahkota
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ketua KPK Firli Bahuri berterima kasih kepada pemerintah telah mengangkat pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara hanya lewat satu tes saja. Seharusnya calon ASN menjalani banyak tes, tetapi 1.351 pegawai KPK hanya diuji tes wawasan kebangsaan (TWK).

Firli menyinggung pegawai KPK punya keistimewaan yang tidak boleh disia-siakan karena di luar sana banyak pegawai honorer yang sudah lama menunggu kesempatan diangkat jadi ASN.

“Banyak honorer yang belum diangkat menjadi ASN. KPK diberi kesempatan untuk beralih menjadi ASN. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih kepada pemerintah,” kata Firli saat konferensi pers terkait kepegawaian KPK, Rabu (5/5/2021).

Yang tidak diungkap oleh pimpinan KPK dalam konferensi pers itu adalah rincian pertanyaan dari gabungan lembaga intelijen negara yang menyigi ideologi pegawai. Sumber Tirto di KPK memberikan rincian 20 pertanyaan dalam tes tertulis bersifat tertutup alias harus dijawab ‘ya’ dan ‘tidak’. Ke-20 pertanyaan itu adalah:

  1. Saya memiliki masa depan yang suram
  2. Saya hidup untuk menebus dosa-dosa masa lalu
  3. Semua orang China sama saja
  4. Semua orang Jepang kejam
  5. UU ITE mengancam kebebasan berpendapat
  6. Agama adalah hasil pemikiran manusia
  7. Alam semesta adalah ciptaan Tuhan
  8. Nurdin M Top, Imam Samudra, Amrozi melakukan jihad
  9. Budaya barat merusak moral orang Indonesia
  10. Kulit berwarna tidak pantas menjadi atasan kulit putih
  11. Saya mempercayai hal ghaib dan mengamalkan ajarannya tanpa bertanya-tanya lagi
  12. Saya akan pindah negara jika kondisi negara kritis
  13. Penista agama harus dihukum mati
  14. Saya ingin pindah negara untuk kesejahteraan
  15. Jika boleh memilih, saya ingin lahir di negara lain
  16. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia
  17. Demokrasi dan agama harus dipisahkan
  18. Hak kaum homoseksual harus tetap dipenuhi
  19. Kaum homoseksual harus diberikan hukuman badan
  20. Perlakukan kepada narapidana kurang keras. Harus ditambahkan hukuman badan
Amnesty Internasional Indonesia mengkritik desain asesmen karena diskriminatif terhadap perbedaan pandangan politik. Cara seleksi demikian, kata Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid, sama saja dengan penelitian khusus (litsus) ala Orde Baru yang dipakai untuk menyingkirkan orang yang punya pandangan politik berbeda dengan pemerintah.

Libatkan Intelijen Negara

Wakil Ketua KPK, Nuruf Gufron menampik kritik terkait diskriminasi saat asesmen. Menurut dia, syarat lulus tes wawasan kebangsaan untuk jadi ASN KPK harus tunduk Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintah sah.

Gufron menyatakan desain tes wawasan kebangsaan, termasuk daftar pertanyaan di atas, dibuat oleh Badan Kepegawaian Nasional bersama tiga lembaga telik sandi negara dan dua institusi lain.

"Seluruh instansi pelaksana asesmen telah melalui proses penyamaan persepsi dengan BKN RI melalui rangkaian rapat internal bersama unit terkait guna mempersiapkan asesmen," ujar Ghufron, kemarin.

Kelima lembaga yang terlibat mendesain asemen yang jadi seleksi pegawai KPK adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Kelima instansi itu saling berbagi tugas selama tes berlangsung pada 18 Maret-9 April 2021.

Dinas Psikologi TNI AD dan BIN merancang tes indeks moderasi bernegara dan integritas. BIN dan BNPT berperan melacak latar belakang pegawai. Kemudian dalam tahap wawancara dilakukan oleh tim BAIS TNI, Pusat Intelijen TNI AD dan BNPT. Setelah rampung, perwakilan dari kelima instansi itu ikut mengawasi para hasil tes pegawai KPK.

Dari 1.351 pegawai, BKN dan kelima instansi plus KPK menyatakan 1.274 pegawai memenuhi syarat jadi ASN, 75 pegawai tidak memenuhi syarat dan dua orang akan ikut tes susulan karena tidak hadir sesi wawancara.

Setelah proses seleksi itu rampung, kini KPK akan berkoordinasi dengan BKN dan Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menindaklanjuti. Hingga saat ini KPK mendaku tidak akan memecat 75 pegawai itu sampai ada keputusan dari dua lembaga terkait.

Nama-nama ke-75 pegawai itu tidak diumumkan oleh KPK. Saat Firli ditanya kenapa tidak mengumumkan, ia berdalih menjaga ketertiban umum. Firli menyesalkan informasi tes ini bocor sebelum diumumkan olehnya.

"Kami tidak ingin menebar isu, kita menjunjung tinggi HAM, karena kalau diumumkan akan berdampak pada anak, cucu, keluarga. Kami tidak memiliki cara kerja begitu. Silakan tanya siapa yang menyebar nama-nama itu. Yang pasti bukan KPK," ujar Firli dalam kesempatan yang sama.

Meskipun demikian, sejumlah sumber Tirto mengkonfirmasi dari puluhan nama itu terdapat penyidik senior yang sudah berdedikasi tinggi ke KPK. Antara lain Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antara Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko, hingga Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) Giri Supradiono.

Dua hari lalu, Novel Baswedan mengaku sudah tahu namanya ikut gerbong pegawai gagal diterima sebagai ASN, tetapi ia tidak bisa membenarkan. Kebenaran informasi itu terkonfirmasi pada saat pengumuman hasil asesmen atau seleksi diumumkan, kemarin.

Penyidik Senior Tersingkir

Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap menengarai tes itu berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis. Yudi termasuk tidak lolos tes dan menangani kasus besar.

Yudi menilai tes itu pada akhirnya tidak menaati prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal konsekuensi lolos dan tidak lolos bagi pegawai sangat tidak jelas.

Padahal Mahkamah Konstitusi lewat putusannya dalam uji materi UU 19/2019 tentang KPK sudah mewanti-wanti agar proses peralihan tidak boleh merugikan hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun di luar desain yang telah ditentukan UU.

Koalisi Save KPK menyebut ada dugaan manipulasi dan pelanggaran hukum dalam proses alih fungsi itu.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN pada Pasal 4 dinyatakan bahwa alih fungsi status kepegawaian di KPK sama sekali tidak menyebutkan tahapan “seleksi”. Tes wawasan kebangsaan kemudian dapat disebut ilegal.

“Sudahi dan setop upaya pembusukan KPK dengan menyingkirkan pegawai-pegawai yang sudah terbukti punya integritas dan komitmen tinggi untuk memberantas korupsi,” kata perwakilan Koalisi Save KPK, Kurnia Ramadhana.

Baca juga artikel terkait KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino