tirto.id - Pengusaha tekstil Indonesia menilai penerapan bea pengaman bagi impor bahan baku Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tidak akan menyelesaikan masalah industri itu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto menjelaskan masih ada beberapa masalah yang masih luput dibereskan pemerintah padahal memiliki dampak jangka panjang.
“Ada 6 poin dan itu terkait energi, komersial, sumber daya manusia, lingkungan hidup, keuangan, bahan baku,” ucap Anne kepada wartawan saat ditemui di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rabu (11/12/2019).
Anne menjelaskan dari sisi komersial, pengusaha tekstil meminta pemerintah serius melakukan pembatasan impor produk TPT. Ia bilang kalau produk itu sudah bisa diproduksi di Indonesia, sebaiknya pemerintah tak mempermudah impornya.
Saat ini pengusaha tengah berupaya mengajukan ini kepada Kementerian Perdagangan.
“Jika ada di Indonesia bisa dibatasi impor. Kalau enggak diproduksi, enggak masalah impor sebenarnya,” ucap Anne.
Dari sisi energi, Anne mengatakan pengusaha meminta keringanan harga listrik sebesar 25 persen pemakaian alih-alih ke PLN memberi, dan penghitungan tarif tak bergantung pada ada-tidaknya penambahan kapasitas.
Lalu dari Perusahaan Gas Negara (PGN), pengusaha juga meminta agar harga gas yang mereka gunakan tetap mengacu pada Perpres 40 tahun 2016. Ia mengatakan pengusaha mau harganya tetap 6 dolar AS per MMBTU.
Anne juga meminta membereskan sisi hulu industri tekstil. Ia bilang produk seperti poliester sebaiknya bisa segera diproduksi di dalam negeri agar pengusaha tak perlu melakukan impor dari luar negeri.
Hal ini, menurutnya, berhasil dilakukan di Cina dan India yang mampu membangun basis bahan baku atau yang disebut super hulu.
“Bahan baku mereka tidak tergantung pada impor lagi,” ucap Anne.
Terkait keuangan, pemerintah kata Anne meminta pemerintah melakuakn reformasi pajak bagi sektor TPT. Ia bilang saat ini industri TPT tengah berbenah sehingga mereka perlu toleransi dan bantuan kebijakan agar industri ini tetap bertahan.
Terakhir, mengenai lingkungan hidup, Anne mengeluhkan kalau pengusaha tekstil kerap diperlakukan secara diskriminatif saat berbicara mengenai pencemaran sungai seperti Citarum dan Bengawan Solo. Ia mengatakan langkah pemerintah membenahi pencemaran harus menyasar industri lain non tekstil juga sehingga tak semua kesalahan dialamatkan kepada mereka.
“Kami harap itu adil buat TPT. Jadi jangan sampai kami yang mencuci sungai. Kalau mau bersih ya sama-sama bersih dengan sektor lain. Jadi adil dari sisi limbah maksimum yang bisa kami kelaurkan kembali ke sungai,” ucap Anne.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana