tirto.id - Matt Zoller Seitz masih ingat awal mula ia membenci spoiler film. Kala itu, Mei 1983, film Return of The Jedi baru saja tayang. Seitz sudah bersiap menonton film tersebut sebelum salah seorang kawannya di sekolah, yang telah lebih dulu membaca novelnya, malah bercerita:
“Dia bilang, ‘aku nggak nyangka kalau Luke dan Leia itu adik kakak’.”
Seitz, yang kelak menjadi kritikus televisi di New York Magazine, kemudian memukul perut kawannya tadi saking jengkelnya.
“Saya membenci spoiler,” kata Seitz kepada Buzzfeed. “Itu seperti sesuatu yang hanya akan diucapkan oleh karakter dalam film Clueless.”
Kejengkelan terhadap spoiler, atau orang yang membocorkan spoiler, memang kerap terjadi. Belum lama ini, sebuah akun Facebook pernah membuat murka para netizen di grup pecinta film lantaran menceritakan siapa saja pahlawan yang mati dalam Avengers: Infinity War. Segala caci maki dilontarkan kepadanya: dituduh caper hingga dianggap tak pantas nonton film di bioskop. Si terdakwa kemudian diusir dari grup tersebut.
Disney berusaha keras memastikan tidak banyak spoilerInfinity War yang beredar. Sejak tayang serentak di seluruh dunia pada 23 April 2018 lalu, mereka selalu mengawasi reaksi sosial media serta ulasan terkait film tersebut. Jurnalis pun hanya diberi kesempatan menyaksikan potongan film selama 23 menit guna kepentingan wawancara para aktor dan dilarang mendiskusikannya.
Anthony dan Joe Russo, sutradara Infinity War, bahkan membuat memo khusus untuk para penonton yang disebarkan secara masif di dunia maya.
“Setiap orang yang terlibat dalam film ini telah bekerja sangat keras sepanjang dua tahun terakhir untuk menjaga rahasia penting. Hanya segelintir orang yang tahu alur cerita film tersebut. Kami mengajak Anda selama penayangan Infinity War beberapa bulan ke depan untuk juga menjaga rahasia, sehingga fans lain dapat merasakan pengalaman yang sama saat mereka menontonnya pertama kali.”
Begitu tabu posisi spoiler dalam sebuah karya (terutama film). Lebih-lebih yang memiliki penggemar banyak dan fanatik. Pertanyaannya: sejak kapan istilah spoiler muncul? Bagaimana ia dianggap musuh bersama mayoritas pecinta film? Seperti apa posisi spoiler bagi para pengulas atau kritikus film?
Menebak Asal dan Usia “Spoiler”
Berdasarkan pencarian dengan Google’s Usenet Archives, istilah spoiler telah digunakan pertama kali sejak 1981 oleh seorang anggota milis pecinta karya fiksi ilmiah. Alih-alih bersifat peringatan seperti sekarang, istilah spoiler saat itu ditulis sebagai pertanyaan, kendati memiliki esensi yang sama: mewanti-wanti adanya kebocoran cerita. Berikut petikan obrolannya:
Subject: Miss Pickerel Goes to Mars
I have vague recollections of that story. Wasn't there some scene where her magnetized hammer was bolixing up some instruments? I believe the Captain fastened the hammer in one place so that he could make the instrument read some particular value. While we're at it, let me bring up another story I read in my misspent youth, albeit somewhat later. It was about an interstellar war (I know -- that's a really helpful clue) against some lizard-like beings who were serving a master race somewhere. The hero (Jeff something?) of course becomes appointed new master when he wins, much as the Children of the Lens take over from the Arisians (gee, does that line merit a spoiler warning?). There was something about a totally barren radioactive planet, diamond stars as an insignia of high rank, and the hero showing up once on a horse -- unusual because horses were (almost?) extinct. Anyone out there know the title/author? My best guess is that I read it around 1964.
[SPOILER ALERT]
regarding Spock's parting gesture to McCoy, it wouldn't surprize me if that's how they bring him back (if they do); but then, i have a low opinion of ST's script(s). Spock's farewell to Kirk sounded pretty final to me.
wayne hamilton
(decvax!pur-ee!uiucdcs!uicsovax!hamilton)
Mencermati penempatan istilah "spoiler alert" di awal kemunculannya menjadi menarik untuk memahami arti penting istilah tersebut bagi para penikmat film. Nah, melalui dua rujukan di atas, dapat dikatakan bahwa istilah spoiler pertama kali muncul di forum movie geek di internet.
Tentu saja saat itu penetrasi internet belum semasif hari ini. Namun, masif atau tidak, semua hanyalah soal waktu belaka. Amy E. Schwartz, dalam artikelnya di Washington Post 6 Desember 1994, pernah mengulas pengaruh internet kelak bagi dunia perfilman. Dikutip dari "The History and Use of Spoiler Alert", Schwartz sudah memprediksi perdebatan soal spoiler akan mengemuka kelak:
“Masih banyak kemungkinan yang muncul dari budaya internet. Dalam tiap diskusi penggemar film, misalnya, ada banyak penggunaan istilah spoiler alert, yang merupakan peringatan bahwa (ulasan) itu akan mengomentari akhir cerita suatu film.”
Spoiler di Antara Para Kritikus Film
Kritikus film Amerika, Roger Ebert, juga termasuk rombongan awal yang menggunakan istilah spoiler alert. Dalam ulasan film Joe Dirt tahun 2001 di situsweb-nya, Ebert menyempilkan peringatan tersebut di paragraf ketujuh ketika menceritakan peran Christopher Walken di film ini sebagai Clem. Di kolom lain, Ebert menjelaskan awal mula ia mengetahui istilah spoiler warning dan mengapa ia terus menggunakan istilah tersebut.
“Sejak beberapa tahun lalu saya mulai memperhatikan spoiler warnings di berbagai situsweb film — sebuah cara sederhana untuk memberitahukan pembaca bahwa intisari cerita akan diungkap. Terutama setelah mendengar beberapa pembaca yang menganggap saya terlalu banyak membocorkan cerita, saya mulai menggunakan semacam peringatan dalam tiap ulasan saya.”
Philip B. Corbett, salah satu editor di New York Times, dalam ulasannya pada Juni 2013 berjudul "Spoiler Alert: Phrase Is Overused", menunjukkan grafik penggunaan istilah spoiler alert sejak dari 1985. Dengan menggunakan Chronicle — program rekaan New York Times untuk melacak perubahan makna bahasa/istilah dari masa ke masa — ia menemukan spoiler alert jamak digunakan mulai 2005 dan mengalami pelonjakan drastis sejak 2010 ke atas.
Pelonjakan itulah yang menjadi permasalahan. Corbett menulis:
“Frasa ini menjadi populer beberapa tahun lalu dalam diskusi online terkait film, buku, dan serial televisi, sebagai bentuk kesopanan demi mengingatkan pembaca bahwa alur cerita akan diungkap. Namun, kita menjadi tergila-gila dengan istilah tersebut, bahkan kini kita telah di ambang rekor. Istilah tersebut pun jadi menympang dari makna aslinya dan lebih mirip sebagai upaya untuk mencari perhatian: Hey! Saya akan memberitahumu sesuatu yang menarik! Dalam banyak kasus (istilah tersebut) tak ada gunanya sama sekali bagi pembaca, terutama sejak spoiler makin sering digunakan.”
Di New York Times sendiri penggunaan istilah spoiler alert pertama kali digunakan dalam artikel Neil Genzlinger, seorang kritikus televisi, berjudul "You Never Know When You'll Find A Good Idea" pada Juni 2002. Artikel tersebut merupakan ulasan terkait acara NBC terbaru yang tayang saat itu, Dog Eat Dog.
Lewat argumen yang tak jauh berbeda dengan New York Times, Lake Superior State University (LSSU) bahkan telah lebih dulu menempatkan istilah spoiler alert dalam "List of Words to be Banished from the Queen's English for Misuse, Overuse and General Uselessness" pada Januari 2013.
Pengadaan daftar tersebut dimulai sejak tahun baru 1976 dan selalu disambut antusias para pegiat bahasa. Kepala Humas LSSU, Bill Rabe, beserta rekan-rekannya yang pertama kali memiliki ide liar membuang kata dan frasa yang dianggap tidak berguna dalam bahasa Inggris. Selama bertahun-tahun LSSU menerima puluhan ribu nominasi, dan kini sudah 800 kata yang tercatat dalam daftar tersebut.
Dan frase "spoiler alert" hanyalah satu di antara 800 kata (yang dianggap) tak berguna itu.
Perdebatan Para Kritikus Film
Para kritikus film berbeda pendapat soal spoiler. Di artikel yang berjudul "Critics Have No Right to Play Spoiler", Ebert mengkritik keras Michael Medved dan Rush Limbaugh — keduanya merupakan penyiar radio sayap kanan di US — karena terlalu banyak membocorkan cerita Million Dollar Baby yang baru tayang. Limbaugh melakukannya saat siaran, sedangkan Medved ketika tampil dalam acara televisi 700 Club.
Bagi Ebert, mereka sengaja melakukannya karena film tersebut berseberangan dengan prinsip mereka. “Makna dari film tersebut tidak sesuai dengan apa yang mereka percayai. Mereka merasa keberatan. Itu hak mereka. Tapi menjelek-jelekkan film tersebut kepada mereka yang tidak sependapat adalah hal lain.”
Ebert melanjutkan kritiknya secara spesifik kepada Medved, kali ini lebih keras.
“Medved mengira pecinta film harus tahu film yang mereka tonton bercerita soal apa, dan para kritikus dianggap tidak jujur karena tidak memberitahu mereka. Medved sudah lama menjadi komentator politik, bukan kritikus film, tetapi dia harus paham bahwa sejak awal pecinta film TIDAK ingin diberitahu mengenai kejutan-kejutan penting, dan akan mengecam kritikus yang melanggar aturan ini. Dia (Medved) mengatakan, pihak studio sengaja menyembunyikan akhir cerita karena ‘tidak akan ada yang menonton’ jika hal itu telah diketahui orang banyak. Faktanya, sebuah film meraih kesuksesan besar justru karena pujian dari mulut ke mulut dan orang-orang saling mengajak untuk menonton film tersebut.”
Tetapi tidak semua kritikus film memaknai spoiler seperti Ebert. Jonathan Rosenbaum, misalnya. Kepala departemen kritik film di Chicago Reader itu menganggap spoiler telah menjadi semacam paranoia yang kian mengada-ada. Secara sarkastis ia menjelaskan kegeramannya tersebut dalam opininya yang berjudul "In Defense of Spoilers".
Awalnya Rosenbaum mengikuti forum daring yang tengah membahas novel Thomas Pynchon terbaru, Against the Day. Banyak penggemar fanatik Pynchon di forum tersebut yang merasa kebingungan satu sama lain: apakah mereka mesti membaca ulasan pendek mengenai novel tersebut di Time — yang memunculkan beberapa bocoran cerita — atau tidak. Ia pun membuat analogi terkait hal tersebut:
“Secara sederhana, (sikap) itu sama seperti buat apa Anda menonton The Death of President padahal itu semua sudah terjelaskan di judulnya. Jujur, deh, apakah itu membocorkan film tersebut? Yang benar saja, beginikah bentuk kekhawatiran orang dewasa?”
Rosenbaum kemudian melanjutkan kritiknya. Ada empat poin yang ia tulis. Poin pertama ia mencontohkan bagaimana novel-novel Don Quixote pada abad ke-19 yang selalu menunjukkan spoiler bahkan sejak dari judul.
“Lihatlah seluruh novel Don Quixote sepanjang abad ke-19, dan Anda akan menemukan spoiler bahkan sejak dari judulnya — sudah menjelaskan apa yang terjadi nanti.”
Di poin kedua, ia menjelaskan bagaimana spoiler selalu mengedepankan plot dan melupakan hal penting lainnya dalam suatu karya. “Konsep spoilers selalu mengistimewakan plot daripada gaya dan bentuk, seolah-olah semua orang berpikir demikian, dan mengindikasikan tidak boleh memiliki cara pandang lain. Juga mengistimewakan (karya) fiksi daripada non fiksi.”
Bagi Rosenbaum, suka atau tidak, spoiler akan otomatis dilibatkan ketika hendak melakukan kritik atas suatu karya. Ia menjelaskannya di poin ketiga.
“Satu hal yang membuatku berpikir berbeda tentang spoilers adalah bahwa tidak mungkin kritik dapat berguna jika tidak dapat menjelaskan dengan baik sebuah film atau buku. Jadi, jika saya diminta untuk mengulas sesuatu, apakah saya juga diminta untuk tidak menganalisisnya?”
Rosenbaum kemudian menutup argumennya di poin keempat dengan punchline yang menohok para anti-spoiler.
“Salah satu efek aneh dari spoilers adalah para pecinta film dan pembaca ingin mendapatkan kembali sensasi kepolosan, mungkin seperti masa kecil, dan mengalaminya seolah semua benar-benar segar. Dari sudut pandang ini, kita semestinya tak perlu tahu film apa yang akan kita tonton, siapa yang membintanginya, siapa sutradaranya, tentang apa film tersebut, atau mungkin di mana lokasinya. Supaya kita dapat merasakan pengalaman karena diajak ke bioskop oleh orang tua yang baik hati.”
Ouch!
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Zen RS