tirto.id - Fathu Makkah adalah peristiwa besar dalam sejarah Islam. Peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tahun 8 Hijriah atau 630 Masehi. Dalam peristiwa ini, Rasulullah SAW memungkasi dominasi kaum kafir Quraisy di Kota Makkah.
Langkah umat Islam menguasai kota suci pada peristiwa Fathu Makkah dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW secara langsung. Saat peristiwa ini terjadi, Rasulullah SAW mendatangi kota Makkah bersama 10 ribu pasukan muslim di bawah kendali 4 komandan, yakni Sa’ad bin Ubadah, Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Zubair bin Awwam.
Meski datang dalam jumlah besar, pasukan muslim tidak berniat menghancurkan Makkah. Rasulullah SAW bahkan melarang pasukan muslim menyerang penduduk Makkah selama kaum kafir Quraisy tidak melakukan perlawanan. Berikut ini ringkasan Fathu Makkah.
Makna Fathu Makkah
Makna Fathu Makkah secara bahasa adalah pembebasan kota Makkah atau pembukaan kota Makkah. Di bahasa Arab, kata "al-fathu" berasal dari "fataha" yang berarti pembuka atau kemenangan.
Dalam sejarah Islam, istilah Fathu Makkah artinya pembebasan kota Makkah dari kuasa kaum Kafir Quraisy pada tahun 8 Hijriyah yang menjadi awal kembalinya umat muslim ke kota suci dan Ka'bah. Peristiwa ini sekaligus menjadi tanda kemenangan telak umat Islam atas kaum kafir Quraisy.
Peristiwa Fathu Makkah tidak semata-mata dilakukan untuk membebaskan kota Mekkah dari kekuasaan kaum kafir Quraisy. Namun, terdapat sejumlah hikmah Fathu Makkah bagi umat Islam sebagai berikut:
- Fathu Makkah dilakukan untuk menegakkan kehormatan umat Islam setelah kaum kafir Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah.
- Rasulullah SAW merencanakan Fathu Makkah secara matang dengan tujuan agar risiko pertumpahan darah bisa diminimalkan.
- Dalam peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah SAW memaafkan para musuhnya.
- Rasulullah SAW tidak menghendaki ada peperangan maupun pertumpahan darah di Kota Makkah, kendati beliau membawa pasukan muslim dalam jumlah besar.
- Dalam Fathu Makkah, Rasulullah SAW tidak berniat melakukan balas dendam pada kaum kafir Quraisy yang dahulu pernah menindas dan memerangi umat Islam.
- Peristiwa Fathu Makkah menunjukkan, Rasulullah lebih mengedepankan perdamaian sepanjang umat Islam tidak diperangi.
- Keputusan Rasulullah SAW berdamai dengan kaum kafir Quraisy melalui perjanjian Hudaibiyah memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menyusun kekuatan besar. Alhasil, dalam peristiwa Fathu Makkah, mayoritas dari kaum kafir Quraisy tak berani melawan pasukan muslim.
Sebab-sebab Terjadinya Fathu Makkah
Penyebab peristiwa Fathu Makkah adalah pelanggaran perjanjian Hudaibiyah oleh kaum kafir Quraisy. Perjanjian Hudaibiyah adalah kesepakatan damai antara Rasulullah dengan kaum Quraisy pada bulan Zulkaidah tahun 6 H atau bulan Maret 628 M.
Mengutip Sejarah Islam Klasik karya Wilaela (2016), isi perjanjian Hudaibiyah (Shulhu al-Hudaibiyah) sebagai berikut:
- Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun.
- Orang Quraisy Muslim yang datang kepada kaum muslim dengan tanpa izin walinya akan ditolak.
- Quraisy tidak menolak orang muslim yang kembali kepada mereka.
- Barang siapa yang hendak membuat perjanjian dengan Muhammad dibolehkan, begitu juga siapa yang hendak membuat perjanjian dengan Quraisy.
- Kaum muslim tidak melakukan umrah pada tahun saat perjanjian dibuat dan ditangguhkan sampai tahun depan. Pada tahun depan, kaum Muslim memasuki Kota Makkah setelah Quraisy keluar. Kaum Muslim memasuki Kota Makkah tidak diperkenankan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya. Dan mereka tidak boleh tinggal di dalam Kota Makkah lebih dari tiga hari tiga malam.
Bani Khuza'ah bekerja sama dengan Nabi Muhammad SAW, sementara Bani Bakr menjalin hubungan dengan kaum Quraisy. Pengumuman aliansi antara Bani Khuza'ah dengan umat Islam tidak lama setelah perjanjian Hudaibiyah.
Namun, sekitar 2 tahun setelah perjanjian Hudaibiyah, Bani Bakr melancarkan serangan pada Bani Khuza'ah dengan bantuan pembesar Quraisy. Akibat serangan yang terjadi di sebuah mata air bernama al-Watir, di dekat Kota Makkah, 20 orang dari Kabilah Khuza'ah tewas. Mereka yang selamat lantas berlindung kepada Budail bin Waraqah.
Kemudian, diutus tetua Bani Khuza'ah dan beberapa orang ke Madinah untuk melaporkan kepada Rasulullah SAW perihal penyerangan yang dilakukan Bani Bakr. Sebelum utusan itu sampai ke Madinah, seorang anggota kabilah Khuza'ah yang bernama Amr bin Salim telah melaporkan peristiwa yang sama kepada Rasulullah SAW.
K. Ali dalam buku Sejarah Islam: Tarikh Pramodern (2003) mencatat, Nabi Muhammad sempat mengirim utusan kepada kaum Quraisy. Ada 3 tawaran opsi penyelesaian kepada pembesar Quraisy, yakni:
- Kaum Quraisy membayar ganti rugi terhadap para korban dari Bani Khuza'ah;
- Kaum Quraisy menghentikan persekutuan dengan Bani Bakr;
- Atau, perjanjian Hudaibiyah dinyatakan batal.
Kronologi Peristiwa Fathu Makkah
Peristiwa Fathu Makkah terjadi pada tanggal 20 Ramadan tahun 8 Hijriah atau 11 Januari 630 M. Kronologi Fathu Makkah bermula ketika Rasulullah SAW mengambil sikap terhadap pelanggaran perjanjian Hudaibiyah oleh kaum Quraisy. Untuk memudahkan pemahaman, berikut ringkasan kronologi peristiwa Fathu Makkah:
1. Rasulullah menyiapkan rencana rahasia
Mulanya, Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslim bersiap dengan sasaran serangan yang masih dirahasiakan. Tidak banyak orang yang mengetahui detail rencana itu.Abdur Rouf Hasbullah melalui artikel "Konstruksi Nilai-Nilai dalam Peristiwa Fathu Makkah" dalam Indonesian Journal of Humanities and Social Sciences (2022) menulis, Abu Bakar sempat bertanya kepada Rasulullah mengenai rencana penyerangan tersebut.
Rasulullah kemudian memberi tahu Abu Bakar mengenai rencana mengirim pasukan yang besar untuk menaklukkan kota Mekkah. Namun, Rasulullah meminta Abu Bakar menjaga rahasia itu terlebih dahulu agar kaum Quraisy tidak sempat menyiapkan perlawanan.
Akan tetapi, sebuah wahyu datang kepada Rasulullah SAW yang menyampaikan seorang Muhajirin bernama Hathib bin Abu Balta'ah telah menulis surat kepada kaum Quraisy di Mekkah yang memberitahukan rencana Nabi. Surat itu dititipkan ke seorang perempuan bernama Muzayanah.
Rasulullah lalu mengutus Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam menyusul Muzayanah. Di dataran tinggi Bani Abu Ahmad, Ali dan Zubair berhasil menemukan wanita tersebut dan menggeledah surat titipan dari Hathib bin Abu Balta'ah.
Sekembalinya Ali dan Zubair dari pengejaran tadi, Hathib bin Abu Balta'ah menjelaskan kepada Rasulullah bahwa semua kaum muhajirin memiliki orang-orang yang melindungi keluarga mereka di Mekkah, kecuali dirinya. Hathib mengirim suratnya dengan harapan kaum Quraisy dapat melindungi keluarganya di Mekkah.
Mendengar penjelasan itu, Rasulullah memaafkan kesalahan Hathib. Meskipun Umar bin Khattab meminta agar kepala Hathib dipenggal, Nabi tidak menyetujui usulan tersebut.
2. Rasulullah mengumpulkan 10 ribu pasukan muslim
Tak lama setelah peristiwa tadi, pada tanggal 10 Ramadan tahun 8 Hijriah (630 M), Nabi Muhammad mulai mengumpulkan pasukan muslim. Pada awalnya, berkumpul hampir 7 ribu orang.Mereka terdiri dari: 700 orang dengan tiga ratus kuda dari kaum Muhajirin; 4000 orang dengan lima ratus kuda dari kaum Anshar; 1000 orang dari Bani Sulaim; dan 1000 orang dari Bani Muzainah.
Setelah bertambah dengan kaum muslim lainnya, total jumlah pasukan yang berkumpul pun menjadi sekitar 10 ribu orang.
Pasukan muslim dengan jumlah besar tersebut kemudian berangkat menuju kota Makkah, dengan dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW.
Sesampainya mereka di perbatasan Makkah, Rasulullah memerintahkan pasukannya agar berkemah dan menyalakan api unggun. Dengan begitu, penduduk Mekkah dapat melihat secara jelas kedatangan pasukan muslim dengan jumlah amat banyak.
3. Kaum Quraisy memilih menyerah
Mengetahui Rasulullah berhasil membentuk pasukan muslim dalam jumlah besar, banyak pembesar Quraisy khawatir tidak bisa membendung serbuan dari Madinah. Maka, mereka mengutus Abu Sufyan yang menjadi perwakilan suku Quraisy datang menemui Rasulullah SAW untuk memperbarui perjanjian Hudaibiyah.Namun, upaya dari Abu Sufyan tadi tidak membuahkan hasil, sekalipun ia telah menemui Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib secara bergantian.
Bahkan, setelah bertemu Rasulullah SAW, Abu Sufyan justru memutuskan untuk memeluk Islam. Nabi SAW lantas meminta Abu Sufyan untuk menyampaikan pesan kepada seluruh penduduk Mekkah sebagai berikut:
- Barang siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka ia akan aman
- Barang siapa yang menutup pintu rumahnya, maka ia aman
- Barang siapa yang masuk masjidil haram, maka ia aman.
4. Pasukan muslim menaklukkan Kota Makkah
Rasulullah Saw dan 10 ribu pasukan memasuki Kota Makkah pada tanggal 20 Ramadan 8 Hijriah atau 11 Januari 630 M. Maka Fathu Makkah yang terjadi pada bulan Ramadhan itu berlangsung tanpa peperangan.Momen ini menjadi tanda keberhasilan Rasulullah SAW membebaskan kota Mekkah dari kekuasaan kaum kafir Quraisy tanpa pertumpahan darah.
Selepas itu, banyak penduduk Mekkah bersyahadat dan memeluk Islam. Nabi Muhammad kemudian memerintahkan penghancuran berhala-berhala yang mengelilingi Ka'bah. Saat itu, di sekitar Ka'bah, ada sekitar 360 berhala.
Para penulis sejarah Islam mencatat, seluruh berhala di Mekah, termasuk patung al-Uzza, dihancurkan oleh umat Islam pada tanggal 25 Ramadhan tahun 8 Hijriyah (15 Januari 630 M).
Patung-patung di sejumlah kuil penyembahan berhala di Mekkah dihancurkan pula. Nabi juga menyiarkan pesan agar semua penduduk Mekkah menghancurkan berhala yang ada di rumah mereka masing-masing.
Siapa yang Melakukan Perlawanan pada Peristiwa Fathu Makkah?
Mayoritas kaum kafir Quraisy tidak memberikan perlawanan saat peristiwa Fathu Makkah. Hanya saja, ada sebagian kecil orang Makkah yang berniat melawan pasukan muslim.
Meskipun banyak pembesar kaum Quraisy telah bersepakat membiarkan pasukan muslim memasuki Makkah, Ikrimah bin Abu Jahal menolak. Dia lantas mengajak beberapa orang yang sepaham untuk menyerang pasukan Islam.
Perlawanan Ikrimah dan kawan-kawannya tadi mudah saja diatasi oleh pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Ikrimah bersama beberapa orang yang masih hidup kemudian melarikan diri.
Meski demikian, sejumlah orang tersebut pada akhirnya kembali ke Mekkah dan masuk Islam, termasuk Ikrimah bin Abu Jahal.
Awalnya, Ikrimah akan lari dengan berlayar dari pantai Tihamah menuju Abyssinia (kini Ethiopia). Namun, sebelum kapal berangkat, ia membatalkan niatnya dan memutuskan kembali ke Mekkah. Ikrimah kemudian menemui Rasulullah SAW dan bersyahadat untuk memeluk Islam.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom