Menuju konten utama

Sejarah Perang Khaibar, Latar Belakang, dan Tujuannya

Perang Khaibar terjadi pada tahun 7 H, setahun sebelum Fathu Makkah. Bagaimana sejarah perang Khaibar? Simak ulasan lengkapnya berikut ini!

Sejarah Perang Khaibar, Latar Belakang, dan Tujuannya
Ilustrasi Sejarah. foto/istockphoto

tirto.id - Perang Khaibar merupakan salah satu pertempuran paling sengit di awal perkembangan Islam. Dalam perang khaibar, pasukan muslim harus menghadapi lawan yang mempunyai banyak benteng kokoh.

Perang Khaibar terjadi pada tahun 7 Hijriah, tidak lama setelah ada perjanjian Hudaibiyah (Shulhu al-Hudaibiyah) dan sebelum peristiwa Fathu Makkah terjadi. Peresmian perjanjian Hudaibiyah terjadi pada bulan Zulkaidah 6 H (Maret 628 M). Dua tahun kemudian atau 20 Ramadhan 8 Hijriah (1 Januari 630 M) terjadi peristiwa Fathu Makkah.

Dengan demikian, perang Khaibar terjadi di antara 2 peristiwa penting dalam Islam ketika Rasulullah SAW masih hidup. Ibnu Ishaq mencatat, sekembalinya Rasulullah dan pasukan muslim dari Hudaibiyah, beliau berada di Madinah pada bulan Zulhijah dan beberapa hari saja dari Muharram. Tidak lama setelah itu, pasukan muslim berangkat untuk bertempur melawan penduduk Khaibar.

Siapakah Penduduk Khaibar?

Khaibar adalah sebuah oasis yang berjarak 160 kilometer di sebelah utara Kota Madinah. Sebelum perang Khaibar berkecamuk, wilayah di kawasan Hijaz tersebut terkenal subur dan cocok menjadi tempat pertanian kurma, biji-bijian, dan buah-buahan.

Penduduk Khaibar adalah suku-suku Yahudi yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan politik pada awal perkembangan Islam. Beberapa suku Yahudi yang menempati kawasan Khaibar ialah Bani Nadhir, Bani Quraizhah, Suku Arab Gathafan, hingga Bani Abul Huqaiq.

Selain berpengaruh, mereka memiliki sumber daya memadai untuk membentuk pasukan dan pertahanan yang kuat. Di wilayah Khaibar, juga terdapat banyak benteng yang sukar ditembus lawan.

Kaslam dalam ulasan "Kajian Geografi Politik Pada Peristiwa Penaklukan Khaibar di Masa Pemerintahan Nabi Muhammad Saw" di Jurnal Ushuluddin (Vol 25, 2023) menerangkan, wilayah Khaibar terbagi menjadi dua pada masa awal sejarah Islam.

Bagian pertama terdiri atas lima benteng meliputi: Benteng Na’im, Benteng Ash-Shab bin Muadz, Benteng Qal’ah Az Zubair, Benteng Ubay, dan Benteng An-Nizar. Sementara yang disebut Al-Khatibah mencakup 3 benteng, yakni Benteng Al Qamush, Benteng Al Wathih, dan Benteng As-Salalim.

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyyah (terjemahan edisi tahun 2011) menerangkan, wilayah Khaibar sebenarnya mempunyai jumlah benteng lebih dari delapan. Namun, benteng-benteng lain berukuran lebih kecil.

Latar Belakang Perang Khaibar

Latar belakang penyebab perang Khaibar adalah banyaknya tokoh Bani Nadhir di Khaibar yang menghasut penduduk untuk memperburuk citra Rasulullah Saw. Karena cemas akan tersaingi oleh umat Islam di Madinah, suku-suku Yahudi di Khaibar juga terlibat konspirasi mendukung kaum Quraisy di Mekkah, seperti dalam perang Khandaq.

Bani Nadhir merupakan suku Yahudi yang terusir dari Madinah pada tahun ke-4 H karena melanggar Piagam Madinah. Penduduk Khaibar juga memprovokasi orang-orang dari Bani Quraizhah untuk melanggar Piagam Madinah. Mereka pun berafiliasi dengan musuh umat Islam lainnya, seperti kaum munafik seperti suku Gathafan dan orang-orang Arab Badui.

Sebelum perang Khaibar terjadi, hubungan umat Islam dan penduduk Khaibar pun telah lama tidak harmonis karena berbagai konflik. Sejumlah insiden serangan kecil dari kaum Yahudi Khaibar terhadap umat Islam berkali-kali memanaskan situasi.

Kebulatan tekad umat Islam di Madinah untuk melawan penduduk Khaibar muncul setelah turun firman Allah SWT di Surah Al-Fath ayat 20. Ayat tadi menerangkan janji Allah SWT yang akan memberikan kemenangan bagi umat Islam atas orang-orang yang memusuhi kaum mukmin.

Sejarah Perang Khaibar

Pemimpin Perang Khaibar adalah Rasulullah Saw yang membawahkan sekitar 1.400-1.600 bala tentara muslim. Dalam pasukan itu, Rasulullah Saw juga membawa beberapa wanita, termasuk istri beliau, Ummu Salamah atau Hindun binti Abu Umayyah.

Untuk menuju Khaibar, pasukan muslimin mengambil jalan melalui Gunung Ashr. Setelah melewati Ash-Shahba, Rasulullah bersama pasukan muslim bermalam di lembah Ar-Arji.

Rasulullah Saw. kemudian memanggil dua orang penunjuk jalan, sehingga pasukan Islam dapat memasuki Khaibar dari arah utara. Rute itu digunakan untuk menghalau suku Arab Ghatafan yang hendak membantu penduduk Yahudi Khaibar.

Pagi harinya, pasukan muslim menyerang wilayah Khaibar. Dalam riwayat Anas bin Malik, Rasulullah bersabda dengan lantang sebagai berikut:

Allahu Akbar! Hancurlah Khaibar! Kami jika turun menyerang di halaman satu kaum, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.” (HR. Bukhari. Lihat juga, Abd al-Qadir Syaibah al-Hamd, al-Qashash al-Haq fi Sirah Sayyid al-Khalq Muhammad Saw, [Riyadh, 2013] halaman 337).

Benteng Na'im menjadi sasaran pertama yang dituju pasukan muslimin. Setelah dua hari gagal, Ali bin Abi Thalib akhirnya turun pada hari ketiga dan membawa kemenangan atas Benteng Na'im.

Benteng Khaibar kemudian satu per satu berhasil ditaklukan oleh pasukan muslim. Ketika menderita kekalahan, pasukan Khaibar berlarian menuju paruh kedua wilayah tersebut di Benteng Qamush. Setelah kurang lebih 14 hari perang berkecamuk, orang-orang Khaibar menyerah dan meminta berdamai.

Tujuan Perang Khaibar

Perjanjian Hudaibiyah memberikan kesempatan bagi kaum muslim untuk beristirahat dari musuh utama mereka, yakni kaum kafir Quraisy. Masa setelah perjanjian Hudaibiyah jadi peluang bagi umat Islam di Madinah untuk memperbesar kekuatan.

Umat Islam di Madinah juga memanfaatkan periode tersebut untuk membuat perhitungan dengan dua kelompok lain yang memusuhi Rasulullah SAW, yakni kaum Yahudi di Khaibar, dan kabilah-kabilah Arab dari Nejd.

Kaum muslimin melakukan perang Khaibar bertujuan untuk mengalahkan kelompok yang telah lama menolak ajaran Islam sekaligus memusuhi kaum muslimin.

Khaibar merupakan sarang makar dan pusat konspirasi orang-orang yang memusuhi Nabi Muhammad SAW. Selain itu, Khaibar menjadi benteng terakhir bagi suku-suku Yahudi di Jazirah Arab yang memusuhi Islam.

Maka itu, tujuan perang Khaibar yang paling utama adalah memuluskan dakwah Islam di Jazirah Arab sekaligus membasmi ancaman keamanan yang lama mengganggu penduduk Madinah.

Baca juga artikel terkait SEJARAH ISLAM atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom