tirto.id - PB Djarum berencana menghentikan program seleksi beasiswa bulutangkis per 2020 mendatang setelah terlibat persoalan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sejarah mencatat, PB Djarum telah menghasilkan banyak atlet badminton berprestasi. Lantas, apa perbedaannya dengan pabrik rokok PT Djarum?
KPAI dan Yayasan Lentera Anak menuding bahwa telah terjadi praktik eksploitasi anak dengan dipasangnya logo yang identik dengan produsen rokok PT Djarum dan meminta PB Djarum untuk melepas logo tersebut.
Permintaan itu telah dipenuhi, namun kemudian KPAI menuntut lebih sehingga PB Djarum menolaknya. Rangkaian pertemuan yang digelar tidak menemui kata sepakat.
PB Djarum akhirnya bakal menghentikan program seleksi untuk bibit-bibit muda bulu tangkis mulai tahun 2020 mendatang.
“Pada audisi kali ini juga saya sampaikan sebagai ajang pamit sementara waktu, karena tahun 2020 kami memutuskan untuk menghentikan audisi umum,” ucap Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, dalam konferensi pers di Hotel Aston Purwokerto, Sabtu (7/9/2019).
“Memang ini disayangkan banyak pihak, tapi demi kebaikan bersama kami hentikan dulu. Biar reda dulu dan masing-masing pihak dapat berpikir dengan baik,” imbuhnya.
Namun, PB Djarum akan tetap menuntaskan seleksi umum hingga sisa tahun 2019 ini, termasuk audisi yang sedang digelar di Purwokerto. Selain itu, Djarum Foundation juga bakal mematuhi teguran KPAI yakni menghapus semua brand mereka di seragam maupun media promosi lainnya.
“PB Djarum sadar untuk mereduksi polemik itu, kami menurunkannya. Kaos yang dibagikan kepada anak-anak tidak akan kami bagikan lagi seperti sebelumnya. Mereka akan memakai kaos asal klub masing-masing,dan itu sudah lebih dari cukup,” papar Yoppy.
“Kami sudah memutuskannya, tidak ada deal-dealan lagi. Diterima atau tidak, kami sudah memutuskan seperti itu,” tutupnya.
Riwayat PB Djarum
Perkumpulan Bulutangkis Djarum atau PB Djarum diresmikan pada 1974. Dikutip dari website PB Djarum, perkumpulan ini semula didirikan sebagai wadah penyaluran hobi bulu tangkis bagi para karyawan pabrik rokok Djarum di Kudus, Jawa Tengah.
Awalnya adalah pada 1969. Saat itu, setiap sore selepas jam kerja, sejumlah karyawan pabrik bermain bulu tangkis di dalam bangunan yang biasa dipakai untuk melinting rokok, atau yang biasa disebut brak. Mereka kemudian membentuk Komunitas Kudus.
Seiring berjalannya waktu, yang ikut berlatih di perkumpulan itu bukan hanya karyawan, melainkan juga orang-orang termasuk atlet bulu tangkis dari luar pabrik.
Yang mengejutkan, salah satu atlet yang ikut berlatih di situ, yakni Liem Swie King, sukses menorehkan prestasi membanggakan.
Pada 1972, Liem meraih gelar jawara dalam turnamen badminton se-Jawa Tengah level yunior ketika usianya masih 15 tahun. Kemudian, ia juga menjuarai cabang bulu tangkis dalam Pekan Olahraga Pelajar Indonesia (POPSI) tingkat provinsi.
Kejutan terus berlanjut. Liem merengkuh Piala Gubernur Jawa Tengah atau Moenadi Cup 1973 untuk dua sektor sekaligus, yakni tunggal putra serta ganda putra, berpasangan dengan Kartono Hariamanto yang juga berasal dari komunitas yang sama.
Di tahun yang sama, demikian terungkap dalam buku biografi Liem Swie King berjudul Panggil Aku King (2009), putra daerah Kudus ini juga berhasil membawa pulang medali perak di Pekan Olahraga Nasional (PON )1973 untuk cabang bulu tangkis putra.
Pihak PT Djarum pun lantas berkomitmen untuk mendukung perkumpulan atau komunitas bulu tangkis di pabriknya itu.
Antusiasme karyawan pabrik maupun warga sekitar, termasuk anak-anak, dan tentunya fenomena Liem Swie King yang pada akhirnya mengguratkan prestasi gemilang di tingkat internasional, membuat PT Djarum percaya bahwa mereka bisa berperan besar dalam hal pembinaan bulutangkis.
Kebetulan, Robert Budi Hartono yang tidak lain adalah putra kedua pendiri perusahaan rokok Djarum, Oei Wie Gwan, juga amat menggemari olah raga tepok bulu itu. Maka, pada 1974, perkumpulan latihan badminton itu diresmikan dengan nama PB Djarum.
Kelak, PB Djarum selalu melahirkan atlet bulu tangkis dari generasi ke generasi yang turut mengharumkan nama bangsa Indonesia di ajang olahraga badminton level dunia.
Kaitan dengan PT Djarum
Pada perkembangannya, PB Djarum bernaung di bawah Djarum Foundation yang didirikan oleh Robert Budi Hartono dan kakaknya, Michael Bambang Hartono, yang diresmikan pada 30 April 1986.
Dipaparkan dalam website Djarum Foundation, PB Djarum merupakan lini olahraga yang merupakan satu dari lima bakti yang dinaungi Djarum Foundation selain di sektor sosial, lingkungan, pendidikan, dan budaya.
Sebenarnya, jauh sebelum diresmikan dengan nama Djarum Foundation, PT Djarum juga melakukan banyak kegiatan sosial-kemasyarakatan sejak tahun 1951.
Lini bakti olahraga PB Djarum juga mengelola pusat pembinaan atlet di Kudus serta menggelar audisi umum untuk calon atlet di bawah usia 15 tahun dengan nama Djarum Beasiswa Bulutangkis.
Selain itu, ada pula acara bertajuk Djarum Badminton All Stars sebagai ajang berbagi pengalaman dari para legenda hidup dari PB Djarum kepada atlet pemula, perkumpulan bulu tangkis, dan pelatih.
Terakhir adalah kegiatan Main Bareng atau Mabar. Komunitas Mabar yang diinisiasi PB Djarum melibatkan para pecinta olahraga bulu tangkis dari berbagai kota untuk bermain badminton bersama.
Lantas, apakah ada kaitan langsung antara Djarum Foundation atau PB Djarum dengan PT Djarum yang selama ini dikenal sebagai produsen rokok?
Diakui bahwa lahirnya Djarum Foundation maupun PB Djarum tidak bisa dilepaskan dari keberadaan PT Djarum. Namun, seperti kata Yoppy Rosimin, program-program Djarum Foundation sama sekali tidak ada kaitannya dengan produk rokok.
"Kami murni pembinaan olahraga. Kami tidak hanya bulu tangkis, ada SSB [Sekolah Sepak Bola], ada panahan, ada voli, semuanya adalah murni pembinaan olahraga." tandas Yoppy saat dihubungi reporter Tirto.id, Selasa (30/7/2019).
"Silakan ditanya sama orangtuanya, apakah ada pemaksaan, ada ajakan promosi rokok. Langsung saja ditanya. Mereka di lapangan itu ada banyak. Djarum yang di situ adalah Djarum Badminton Club [PB Djarum], Djarum Foundation, bukan produk rokok," tegasnya.
Dilansir CNN (1 Juni 2016), hal senada sebelumnya juga dikatakan oleh Renitasari, Program Director Seni Budaya Djarum Foundation. Kegiatan yang digelar Djarum Foundation tidak lantas bisa diasosiasikan dengan produk rokok PT Djarum.
"Djarum itu memang produsen rokok, usaha ekonominya rokok. Tapi semua program kami tidak ada yang diasosiasikan dengan produk. Bisa dilihat tidak ada sampling apa pun, karena kami murni membantu," beber Renitasari kala itu.
Renitasari menambahkan bahwa penamaan Djarum hanya kebetulan semata karena sama-sama didanai oleh pemilik PT Djarum. “Mereka punya hak untuk menggunakan nama di yayasan ini,” ungkapnya.
Masih dikutip dari pemberitaan CNN edisi 1 Juni 2016, Gatot S. Dewa Broto mewakili Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengatakan, persinggungan antara rokok dan olahraga memang dilematis bagi pemerintah kendati diakui produsen rokok itu memang berkontribusi.
“Memang, antara rokok dan olahraga itu merupakan dua kutub yang saling bertolak belakang. Tapi di sisi lain, sejumlah kegiatan olahraga itu didukung oleh rokok. Faktanya ya memang mereka [produsen rokok] kontributif,” tutur Gatot.
“Jalan tengahnya ya mereka [produsen rokok] jangan demonstratif saja [mempromosikan produknya]. Jika ditunjukkan secara demonstratif baru bertentangan dengan semangat olahraga itu sendiri,” tambahnya.
Editor: Abdul Aziz