Menuju konten utama

Kok Bisa Sponsor Rokok dalam Dunia Olahraga Dimasalahkan?

Sponsor rokok dan alkohol masih menjadi sumber pendapatan terbesar bagi banyak organisasi dan acara olahraga.

Kok Bisa Sponsor Rokok dalam Dunia Olahraga Dimasalahkan?
Pebulu tangkis tunggal putri tim Mutiara Cardinal Cheung Ngan Yi melakukan servis ke arah lawannya pebulu tangkis tim Jaya Raya Jakarta Vu Thi Trang dalam laga Final Djarum Superliga Badminton 2019 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Jawa Barat, Sabtu (23/2/2019). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj.

tirto.id - Banyak penelitian menunjukkan bahwa rokok dan alkohol menjadi faktor risiko bagi banyak masalah kesehatan. Namun, kedua produk itu kerap muncul sebagai sponsor beragam acara olahraga.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), misalnya, tengah gencar meminta seleksi Djarum Beasiswa Bulu Tangkis 2019 dihentikan. Mereka menduga ada aturan yang dilanggar ketika Djarum menampilkan logo Djarum Foundation dan Djarum Badminton Club dalam acara tersebut. Padahal, PP Nomor 109 tahun 2012 menyatakan pelarangan penyebutan merek dalam iklan rokok.

“Kegiatan ini berpotensi membikin anak mengesampingkan bahaya rokok,” ujar Komisioner KPAI Bidang Kesehatan, Sitti Hikmawaty.

Djarum beralasan bahwa organisasi Djarum Foundation dan Djarum Badminton Club terpisah dari perusahaan rokok Djarum. Namun, apa yang disampaikan KPAI juga bisa dipahami. Persepsi publik terhadap Djarum terlalu lekat dengan salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu. Pendeknya, "Djarum" adalah rokok.

Sebelumnya, KPAI juga pernah juga mengritik program PSSI, yakni Garuda Select, yang disponsori Djarum. Saat itu, KPAI menyatakan Garuda Select telah menerabas aturan induk sepakbola dunia, FIFA. Melalui The Tobacco-Free Policy for FIFA Events, FIFA melarang industri tembakau masuk ke lini persepakbolaan.

“... dalam konteks itu, katanya rokok berbahaya, tapi dia [perusahaan rokok] baik karena memberi jalan untuk berprestasi. Anak akan berpikir merokok pun tidak masalah,” kata Sitti, mengungkapkan kekhawatirannya.

Beragam studi memang mengungkapkan adanya korelasi antara sponsor rokok dan alkohol pada acara olahraga, dengan persepsi positif atlet dan masyarakat umum terhadap produk tersebut. Sebuah studi yang terbit di International Journal of the Medical Council on Alcoholism (2016) misalnya. Studi ini merangkum tujuh penelitian lain berisi 12.760 data dari Australia, Selandia Baru, Inggris, Jerman, Italia, Belanda dan Polandia.

Hasilnya, penelitian tersebut melaporkan hubungan positif antara paparan sponsor alkohol dalam acara olahraga dengan jumlah konsumsi alkohol. Dua studi menemukan efek tidak langsung dari sponsor alkohol dengan peningkatan kadar minum di kalangan anak sekolah. Sementara itu, lima studi lainnya menyatakan hubungan langsung antara sponsor alkohol dan perilaku minum alkohol di kalangan atlet dewasa.

British Medical Journal (1996) juga menampilkan studi dari S. G. Vaidya, dkk. yang mengungkapkan bahwa pertandingan kriket yang disponsori perusahaan rokok memengaruhi tingginya percobaan merokok pada anak. Tak hanya itu, lantaran citra yang melekat antara rokok dengan kriket di India sana, banyak anak jadi percaya bahwa para pemain kriket adalah perokok.

“Kerjasama rokok dengan kriket membentuk asosiasi salah antara rokok dan olahraga,” tulis penelitian tersebut.

Infografik Efek Sponsor Rokok dan Bir dalam Olahraga

Infografik Efek Sponsor Rokok & Bir dalam Olahraga. tirto.id/Sabit

Rokok dalam Lintasan Olahraga

Sudah sejak lama perusahaan-perusahaan rokok dan minuman beralkohol menjadi penyokong dana utama dari beragam organisasi atau acara olahraga di dunia. Everton, sebuah klub sepak bola yang bermarkas di Kota Liverpool, Inggris, disponsori oleh produsen bir asal Thailand, Chang sejak 2004.

Sementara itu, klub bola asal Skotlandia, yang menjadi rival bebuyutan, Celtic dan Glasgow, masing-masing pernah kecipratan uang dari merek bir Magners, serta Tennent dan Carling. Merek rokok seperti Marboro juga tak pernah absen menyokong perhelatan olahraga besar seperti Grand Prix. Di Indonesia, bisa dikatakan bahwa Djarum-lah yang berjasa dalam kiprah cemerlang para atlet bulu tangkis Indonesia.

Dari Perkumpulan Bulu Tangkis (PB) Djarum, lahir atlet-atlet besar dunia dari Indonesia, seperti Liem Swie King, Alan Budikusuma, Ardy B. Wiranaya, Hariyanto Arbi, Hastomo Arbi, Ivana Lie, Minarti Timur, dan kini, sang duo minion, Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Gideon. Kita tak bisa menutup mata, ada peran besar industri rokok dalam prestasi para atlet Indonesia.

Kondisi itulah yang membikin banyak organisasi olahraga dan negara-negara di dunia belum bisa lepas dari sponsor rokok dan alkohol. Penelitian berjudul “Attitudes Towards Beer and Tobacco Sports Sponsorships” menyebutkan bahwa sponsor rokok dan alkohol masih menjadi sumber pendapatan terbesar bagi banyak acara dan organisasi olahraga.

“Bahkan, kekhawatirannya, industri olahraga akan sangat jatuh tanpa sponsor rokok dan alkohol,” ungkap Howard dan Crompton dalam buku berjudul Financing Sport.

Meski demikian, sponsor rokok dan alkohol di lini olahraga hingga kini jadi polemik banyak pihak. Mereka yang setuju punya alasan bahwa olahraga dan industri rokok-alkohol berada pada jalur yang berbeda. Sementara itu, kelompok yang menentang umumnya adalah para praktisi, terutama di bidang kesehatan. Tekanan-tekanan ini kemudian membikin beberapa negara mengambil langkah pembatasan, bahkan larangan penuh terhadap sponsor rokok dan alkohol.

Namun, negara yang menerapkan pembatasan dan larangan harus siap terhadap masalah baru, yakni krisis keuangan serius pada organisasi olahraga. Di Australia, sebagian besar sponsor rokok sudah dilarang mendanai acara olahraga, tapi pemerintahnya bertanggung jawab membentuk pendanaan khusus untuk menggantikan pendapatan sponsor yang hilang dari perusahaan tembakau.

Di Perancis, menurut laporan Guardian, pemerintahnya berkomitmen menghapus sponsor alkohol di industri olahraga sejak tahun 1991. Hebatnya, mereka tetap mampu membuat perhelatan akbar, seperti kompetisi rugby Eropa tanpa sponsor alkohol. Fakta dari Australia dan Prancis membuktikan, rokok dan alkohol bukanlah satu-satunya jalan sukses industri olahraga.

Sekarang, pertanyaannya tertuju kepada pemerintah, siapkah menanggung warisan beban finansial ketika olahraga ditinggal rokok sebagai sponsornya?

Baca juga artikel terkait PB DJARUM atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani