tirto.id - Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) menyimpulkan salah satu faktor penyebab industri pertahanan nasional sulit berkembang ialah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) berusia muda masih minim. Selain itu, SDM industri pertahanan di Indonesia yang bergelar sarjana juga sedikit.
Ketua Bidang Alih Teknologi dan Ofset KKIP Laksamana Muda TNI (Purn) Rachmad Lubis mencatat tenaga kerja industri pertahanan di Indonesia didominasi usia 30-50 tahun.
Berdasar data KKIP, jumlah tenaga kerja industri pertahanan usia 30-40 tahun di perusahaan swasta tercatat 31 persen dari keseluruhan pegawai (2.532 orang) dan 21,7 persen di BUMN (1.869 orang).
Sedangkan tenaga kerja industri pertahanan usia 40-50 tahun di perusahaan swasta mencapai 26,7 persen dari keseluruhan pegawai (2.187 orang) dan 27,1 persen di BUMN (2.330 orang).
“Korea Aerospace Industries yang memproduksi fuse list-nya e-tech Helikopter Apache itu anak-anak ABG sekelas Super Junior yang boyband,” kata Rachmad di kompleks Kemenhan, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
“Jadi di panggung seni [Korea] usia-usia 20an awal, di panggung industri pertahanan sama usianya, usia 20 dan 21 tahun. Di sini [Indonesia] 30-40 tahun, ini sudah mulai rematik, sudah mulai bawa remasol obat gosok,” Rachmad menambahkan.
Data KKIP memang mencatat jumlah tenaga kerja usia 20-30 tahun di industri pertahanan nasional sangat minim. Tercatat, tenaga kerja usia 25-30 di industri pertahanan BUMN hanya ada 910 orang (10,6 persen) dan 1.269 orang (15.5 persen) di perusahaan swasta.
Pegawai usia di bawah 25 tahun di industri pertahanan BUMN juga hanya 748 orang (8,7 persen) dan 939 orang (11,5 persen) di perusahaan swasta.
Rachmad menambahkan kondisi serupa juga tercermin pada tingkat pendidikan tenaga kerja industri pertahanan nasional yang didominasi lulusan SMA/SMK.
Dalam data KKIP, jumlah tenaga kerja lulusan SMA/SMK di industri pertahanan mencapai 6.977 orang (53,8 persen dari total pegawai) dan 4.336 orang (55.2 persen) di perusahaan swasta. Sedangkan jumlah pegawai bergelar sarjana di BUMN industri pertahanan hanya 3.625 orang (28 persen) dan 1.461 orang (18,6 persen) di perusahaan swasta.
“[KKIP] Tidak mengecilkan arti [lulusan] SMA atau SMK,” kata Rachmad. “Tetapi, secara umum ya kita mungkin tidak bisa berharap banyak kalau lulusan SMK atau SMA disuruh berinovasi, misalnya menghasilkan pesawat tempur generasi 5.”
Sebagai perbandingan, kata dia, perusahaan asal Korea, Daewoo ShipBuilding Material Engineering (DSME) memiliki 300 tenaga kerja bergelar doktor untuk memproduksi kapal selam. Sementara PT PAL hanya memiliki 3 doktor untuk memproduksi sebuah kapal.
“Kita butuh banyak [doktor] di sini [industri pertahanan],” kata Rachmad.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom