tirto.id - Seorang saksi kasus dugaan korupsi di Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) berinisial IP meninggal dunia saat hendak diperiksa penyidik di Kejaksaan Agung.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan IP dan enam saksi lainnya hadir di Kejaksaan Agung sekitar pukul 11.00 WIB untuk dimintai keterangan. Saat dibawa ke ruang pemeriksaan, IP mengalami sesak napas hingga tak sadarkan diri.
“Ketika penyidik mempersiapkan [pemeriksaan], saksi IP sedang duduk dan mengalami kejang-kejang, kemudian mengalami sesak napas dan tidak sadar," kata Leonard dalam keterangan tertulis, Kamis (21/10/2021).
Penyidik lalu menghubungi petugas keamanan guna membawa IP ke klinik Kejaksaan Agung. Tim medis langsung melakukan pertolongan pertama dengan memberi bantuan pernapasan via mulut dan memasang alat bantu pernapasan.
Kemudian petugas melarikannya ke Rumah Sakit Adhyaksa karena pertolongan pertama tak berhasil. Akan tetapi, IP keburu meninggal dunia.
Dalam perkara dugaan korupsi periode tahun 2016-2019 di Perum Perindo, Kejaksaan Agung menetapkan tiga tersangka.
Mereka yakni Wenny Prihatini selaku Wakil Presiden Perdagangan, Penangkapan, dan Pengelolaan Perum Perindo; Nabil M Basyuni selaku Dirut PT Prima Pangan Madani; dan Lalam Sarlam selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika mereka berupaya meningkatkan pendapatan perusahaan. Pada 2017, Direktur Utama Perindo SJ, menerbitkan surat utang jangka menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan Dana sebesar Rp200 miliar, yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017-Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017-Seri B.
Tujuan MTN untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Faktanya, penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai peruntukannya. Kedua seri MTN itu digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan yang dipimpin oleh Wenny.
Desember 2017, Direktur Utama Perindo dijabat oleh RS, periode sebelumnya dia merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.
Selanjutnya ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk bekerja sama dalam perdagangan ikan yaitu PT. Global Prima Santosa, PT. Kemilau Bintang Timur, S/TK dan RP. Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP, terdapat beberapa pihak lain yakni PT. Etmieco Makmur Abadi, PT. SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV. Ken Jaya Perkara, CV. Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT. Prima Pangan Madani, PT. Lestari Sukses Makmur, dan PT. Tri Dharma Perkasa.
Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual-beli ikan putus. Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan, Perindo melalui Divisi P3 tidak melakukan analisis usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha. Lantas dalam melaksanakan bisnis beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, nihil berita acara serah-terima barang, tidak ada laporan jual-beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari penyuplai kepada mitra bisnis.
“Akibat penyimpangan dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis. Transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp149 miliar,” jelas Leonard.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan