tirto.id - Supir Ratna Sarumpaet, Ahmad Rubangi bercerita kalau Ratna sempat bercerita kepada sejumlah rekan kerjanya begitu tiba di rumah. Rubangi menyebut, Ratna bercerita kepadanya dipukuli orang saat pulang.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (2/4/2019), Rubangi yang dihadirkan sebagai saksi perkara Ratna mengaku kalau Ratna sudah meninggalkan rumah pada tanggal 21 September 2018.
Ratna kemudian kembali ke kediaman pada tanggal 24 September 2018. Saat kembali, Ratna disebut sempat mengirim foto lebam-lebam sehabis operasi. Namun, kala itu, Ratna bercerita kepada rekan-rekannya kalau dia dipukuli orang begitu tiba di rumah.
“Setelah sampai di kamar, saya diminta untuk memanggil Pak Sahar dan Pak Pele ke dalam kamar. Terus di situ seingat saya beliau bilang habis dipukulin orang,” kata Rubangi saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Rubangi tidak mendengar secara detail cerita Ratna. Ia mengaku bolak-balik ke luar kamar. Akan tetapi, sepenglihatan Rubangi, Ratna menangis saat bercerita. Setelah bercerita, Rubangi dan para staf Ratna, yakni Sahar dan Pele diminta ke luar rumah. Rubangi pun membenarkan foto muka sama seperti saat bertemu di rumah.
Setelah pulang ke rumah, Ratna selama 2 hari tidak ada kegiatan. Kemudian, Ratna berangkat ke daerah Sarinah dan Pasaraya Manggarai. Ratna pulang sendiri ke rumah pada pukul 21.00 WIB usai dari Pasaraya Manggarai.
Saat dikonfirmasi hakim tentang pemukulan, Subangi tidak berinisiatif bertanya keadaan Ratna. Akan tetapi, ia membenarkan kalau Ratna pernah bercerita dipukuli dua orang di Bandung.
“Pernah. Ibu pernah bilang dipukuli dua orang laki-laki,” kata Subangi.
“Di mana?” Tanya Hakim.
“Di Bandung,” jawab Subangi.
Rubangi tidak tahu kalau Ratna telah berbohong kepadanya. Ia baru tahu Ratna berbohong jelang konferensi pers.
Aktivis Ratna Sarumpaet terseret ke meja hijau akibat hoaks pemukulan beberapa waktu yang lalu. Padahal, Ratna menjalani operasi plastik di RS Bina Estetika, Jakarta. jaksa pun mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno