tirto.id - Ada dua politikus yang baru-baru ini merapat ke PDIP dan Joko Widodo-Ma'ruf Amin: Basuki Tjahaja Purnama alias BTP dan Muchdi Purwoprandjono atau yang lebih dikenal dengan nama Muchdi PR.
Keduanya punya sejarah sendiri dalam kancah politik nasional. BTP adalah bekas Gubernur Jakarta yang populer, dan bahkan jadi inspirasi beberapa kader PSI--partai yang kelak mendukung Jokowi-Ma'ruf dan jadi bagian ke Tim Kampanye Nasional (TKN)--untuk masuk politik praktis.
Sementara Muchdi PR adalah bekas kawan Prabowo Subianto, lawan Jokowi saat ini, baik di Kopassus atau Gerindra. Dia adalah salah satu pendiri Gerindra sebelum pindah ke PPP dan kini di Partai Berkarya.
Tapi perlakuan tim kampanye Jokowi-Ma'ruf terhadap keduanya tampak berbeda. Muchdi disambut, sementara BTP tidak. Ini terlihat lewat komentar-komentar pejabat TKN.
Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong, menyambut baik kedatangan Muchdi meski yang bersangkutan punya sejarah yang buruk sebagai orang yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan Munir Said Thalib pada September 2004.
"Ini energi buat kami. Kami pikir elektabilitas Jokowi akan meningkat," kata Usman, kemarin.
Hal serupa diungkapkan juru bicara TKN Ace Hasan Syadzily. Ace bahkan menegaskan dukungan Muchdi merupakan pertanda koalisi Prabowo-Sandiaga tidak solid--meski sebetulnya Muchdi telah mendukung Jokowi pada Pemilu 2014.
"Bagi kami, siapa pun yang memberikan dukungan, tentu harus kami terima dengan tangan terbuka," kata Ace kepada reporter Tirto, Senin (11/2/2019).
Ace menegaskan bahwa apabila Muchdi sudah meninggalkan Prabowo, seharusnya masyarakat juga akan berpikiran yang sama.
"Muchdi PR memiliki objektivitas untuk melihat kinerja pemerintahan pak Jokowi. Sekalipun orang dekat Prabowo, pak Muchdi sangat obyektif melihat prestasi pemerintahan Jokowi," katanya.
Pernyataan-pernyataan ini mempertegas kalau tim kampanye akan menggunakan Muchdi semaksimal mungkin. Masa kampanye tinggal menyisakan dua bulan lagi (akan selesai pada 13 April, empat hari sebelum hari pencoblosan).
BTP Tak Dibutuhkan?
Sebaliknya, komentar-komentar bernada datar dilontarkan ketika bicara soal BTP--meski sebetulnya ia telah jadi kader PDIP dua hari setelah bebas dari penjara Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding mengatakan belum ada pembicaraan untuk melibatkan BTP dalam kampanye. "Sampai hari ini kami tidak membahas dan belum pernah membahas sedikit pun tentang keterlibatan pak Ahok di dalam kampanye," ucap Karding kepada reporter Tirto.
Karding bilang, tak ada alasan khusus untuk itu. Ia hanya mengatakan TKN akan memberi waktu ke BTP untuk "menikmati hidup" dulu setelah dua tahun dipenjara.
Sementara Direktur Program TKN Aria Bima mengatakan lebih tegas: "tidak ada urusan dengan Ahok" karena kampanye sudah berjalan dan semua jadwal sudah ditetapkan sejak jauh-jauh hari.
"Kami dari tim kampanye tidak ada menempatkan BTP di dalam program sebagai jurkam atau tim kampanye, titik," tegasnya.
Lantas kenapa BTP seperti diperlakukan berbeda? Salah satu jawabannya mungkin karena keberadaannya bisa merugikan Jokowi.
Masuknya BTP ke tim kampanye Jokowi sebetulnya potensial menghilangkan suara mereka yang memilih 01 karena alasan keberadaan Ma'ruf. Demikian yang sempat disinggung Adi Prayitno, peneliti dari The Political Literacy.
"Banyak muslim yang mendukung Ma'ruf itu anti-Ahok," kata Adi, tahun lalu.
Meski nampak seperti diabaikan, namun tak terlibatnya BTP dalam kampanye Jokowi-Ma'ruf sebetulnya sejalan dengan keinginannya sendiri. Dalam Instagram anggota DPR dari PDIP, Charles Honoris, BTP pernah mengatakan kalau dia ingin "jalan-jalan dulu" dan kembali setelah Pilpres 2019 usai.
"Saya mau jalan-jalan. Saya sudah 20 tahun, eh, 20 bulan setengah ditahan. Ya saya pengin jalan-jalan dua setengah bulan wajar,, lah, ya. Nanti kita baru ketemu akhir April atau Mei saja," kata BTP.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih