tirto.id - Ada dua hal yang ingin dicapai oleh Abou Diaby: sukses sebagai pesepakbola dan tetap menjadi muslim yang taat. Eks gelandang Arsenal ini ingin meraih keseimbangan antara karier dan hasrat rohaninya sebagai pemeluk Islam.
Kendati demikian, Abou Diaby mengakui hal tersebut tidak mudah. Seorang pesepakbola muslim yang berkiprah di Eropa harus menghadapi banyak tantangan, termasuk ketika memasuki bulan Ramadan.
Pria kelahiran Perancis berdarah Pantai Gading ini tidak memungkiri bahwa saat masih memperkuat The Gunners, pihak klub seringkali memintanya untuk tidak berpuasa saat bulan Ramadan bertepatan dengan kompetisi yang masih bergulir
Abou Diaby tentunya tidak mau. Ia meminta pengertian klub. Hingga akhirnya, juru taktik Arsenal kala itu, Arsene Wenger, bisa memaklumi kewajiban Diaby sebagai muslim.
"Arsenal menginginkan saya tidak berpuasa saat kompetisi masih berjalan, tetapi Arsene Wenger kemudian mengerti bahwa bulan Ramadan merupakan momen yang sangat spesial bagi saya," ungkapnya kepada BBC.
"Ia mendukung keputusan saya tetap puasa dan ahli gizi memberi saran makanan yang dapat mendukung kondisi fisik saya menjadi lebih stabil," imbuh Abou Diaby.
Muslim, Tetap Profesional
Abou Diaby paham bahwa ia harus bersikap profesional. Ia mengakui beberapa kali terpaksa meninggalkan puasa Ramadan ketika harus bertanding untuk Arsenal, namun ia menggantinya di lain waktu.
"Saya memiliki kontrak dengan klub dan saya harus menghormatinya. Itu adalah salah satu alasan saya beberapa kali tidak berpuasa di bulan Ramadan, namun selalu membayarnya saat ada kesempatan," tandas Abou Diaby.
Pemain yang selama 9 musim memperkuat The Gunners (2006-2015) ini ia selalu berupaya menjalankan ajaran Islam sebaik mungkin. Agama bagi Abou Diaby sangat penting, karena dapat membuatnya merasa tenang.
Tidak hanya itu, pesepakbola yang memulai karier profesional bersama klub Liga Perancis, Auxere, ini juga menyebut bahwa agama, yakni Islam, sangat berperan membentuk kepribadiannya.
"Ajaran agama adalah sesuatu yang saya miliki di dalam hati. Saya mengambilnya dari orangtua dan lingkungan tempat tinggal yang berada di komunitas muslim. Itu membantu saya menjadi pribadi lebih baik," tandas Abou Diaby.
Pemain kelahiran Paris tanggal 11 Mei 1986 ini ingin memberikan contoh yang baik kepada generasi muda muslim di Eropa. Menurutnya, tidak banyak pesepakbola muslim yang bisa dijadikan teladan.
"Pemuda muslim membutuhkan seorang panutan, seseorang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap agamanya tetapi juga mampu mencapai kesuksesan di dalam hidupnya," papar Abou Diaby.
Mengenalkan Nilai-nilai Islam
Dalam wawancara di website resmi Federasi Sepak Bola Inggris atau FA pada 2014, Abou Diaby mengatakan bahwa ia ingin menunjukkan bahwa pemeluk Islam tidak seperti yang selama ini dipandang miring oleh sebagian orang Eropa.
"Saya mungkin tidak bisa membantu mereka sukses, tetapi penting untuk memberikan contoh yang positif sebagai pesepakbola. Jika seseorang melakukan sesuatu yang buruk, maka tidak akan ada yang ingin menjadikannya panutan," tegasnya.
Pemain yang gantung sepatu di Marseille pada 2017 ini banyak belajar dari ajaran Islam. Baginya, nilai-nilai kebaikan dalam Islam harus ditularkan kepada orang lain, bahkan kepada yang bukan muslim sekalipun.
Upaya yang dilakukan Abou Diaby tidak sia-sia. Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai Islam, dan juga agama-agama lainnya, sudah mulai diterima oleh masyarakat Eropa, juga di kancah sepak bola.
"Ada peningkatan besar dari dunia sepak bola mengenai Islam," ucap pengemas 16 caps dan 1 gol bersama Timnas Perancis ini.
"Sepak bola sudah mulai memahami dan menghormati nilai-nilai agama secara keseluruhan. Tidak hanya Islam, tetapi juga Kristen, Yahudi, dan lainnya," tutup Abou Diaby.
Benar kata Abou Diaby. Arsenal, yang pernah memintanya tidak berpuasa Ramadan saat kompetisi berjalan, justru menjelma menjadi salah satu klub sepak bola yang diperkuat banyak pemain muslim dan amat menghargai kewajiban mereka dalam beragama.
Penulis: Permadi Suntama
Editor: Iswara N Raditya