Menuju konten utama
Seri Pesepakbola Muslim

Moussa Sissoko Melawan Propaganda Anti-Islam

Moussa Sissoko, pesepakbola muslim eks Timnas Perancis, kerap menyuarakan pesan persatuan untuk melawan propaganda anti-Islam di Inggris.

Moussa Sissoko Melawan Propaganda Anti-Islam
Pesepakbola muslim Tottenham Hotspur eks Newcastle United, Moussa Sissoko. (AP Photo/Rui Vieira)

tirto.id - Moussa Sissoko merupakan salah satu pesepakbola muslim eks Timnas Perancis yang memiliki karier bagus di Eropa. Gelandang yang turut mengantarkan Les Bleus ke final EURO 2016 ini kerap menyuarakan pesan persatuan untuk melawan propaganda anti-Islam di Inggris.

Pada 2015, Kota Newcastle, Inggris, dihebohkan dengan kemunculan organisasi sayap kanan yang menamakan diri mereka sebagai Pegida. Kebetulan, Moussa Sissoko kala itu memperkuat Newcastle United.

Pegida awalnya muncul di Jerman pada 2014. Gerakan ini secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya kaum patriotik untuk melawan Islamisasi di Eropa. Popularitas Pegida kian meningkat setelah terjadinya beberapa aksi terorisme di benua biru.

Saat itu, Newcatle akan menjamu Aston Villa pada 28 Februari 2015 dalam lanjutan Premier League. Sebelum laga, muncul kabar bahwa Pegida akan menggelar aksi di pusat kota, berjarak kurang dari 1 mil dari Stadion St James Park.

Sejumlah pihak menilai bahwa aksi kelompok sayap kanan itu bertujuan menarik simpati serta berusaha menyebarkan ideologi mereka kepada suporter sepak bola yang juga dipastikan bakal memenuhi kawasan itu.

Menghormati Keberagaman

Moussa Sissoko segera mengambil langkah atas ancaman Penida. Salah satu pemain muslim di skuad The Magpies ini menyerukan semangat persatuan kepada seluruh warga Newcastle demi membendung pengaruh buruk gerakan rasisme itu.

“Saya berusaha berdoa setiap hari dan berusaha menyatu dengan semua orang, tanpa kecuali, serta menghormati semua orang tanpa melihat kulit hitam atau putih,” ucap Moussa Sissoko, dikutip dari mirror.co.uk.

“Anda bisa menjadi orang Perancis, Inggris, Cina, hitam, atau putih, kita semua adalah sama. Kita mungkin berbeda warna, berbeda agama, tapi kita sama sebagai manusia,” imbuhnya.

Pesepakbola yang kini telah menginjak usia 30 tahun ini juga mengungkapkan bahwa selama bermain di Newcastle United ia diperlakukan dengan baik dan tak pernah mendapat kasus rasis dan anti-Islam.

"Tidak, tidak, tidak. Saya selalu bahagia di sini dan tidak pernah punya masalah seperti itu,” terang Sissoko.

“Saya tak ingin berbicara banyak tentang politik dan rasisme. Jika ada beberapa orang yang bicara buruk tentang muslim, atau warna kulit, saya hanya mencoba fokus pada diri sendiri,” pungkasnya.

Dalam wawancara dengan Skysports yang diunggah pada 23 Desember 2019, Moussa Sissoko mengatakan, semua pihak mestinya menghormati keputusan seorang pemain yang pergi meninggalkan lapangan lantaran cemooh bernada rasis.

Tak Terhalang Sekat Agama

Moussa Sissoko lahir pada 16 Agustus 1989 di Le Blanc-Mesnil, kawasan timur laut Kota Paris, Perancis. Ia berasal dari keluarga imigran muslim asal Mali.

Sebagai seorang muslim, Moussa Sissoko tak jarang mengungkapkan ekspresi rasa syukurnya terhadap sejumlah hari besar umat Islam lewat akun sosial media pribadinya.

“Saya harap kalian semua dalam keadaan baik #Ramadan,” tulisnya di Twitter @MoussaSissoko ketika menyambut Ramadan tahun lalu, 1440 Hijriah.

Pesan serupa ia ulangi pada Ramadan tahun 1441 Hijriah ini, dengan menyampaikan harapan dan doa untuk umat Islam di seluruh dunia.

“Selamat Ramadan untuk semua umat Muslim. Semoga damai menyertaimu dan keluargamu,” cuit @MoussaSissoko, pada 25 April 2020.

Tak hanya hari besar umat Islam, saat memperkuat Tottenham Hotspur, Sissoko juga kedapatan turut berpartisipasi dalam program sosial yang digelar klub untuk perayaan Natal 2019.

Lewat unggahan akun Twitter resmi The Lilywhites, @SpursOfficial, pada 19 Desember 2019, terlihat Sissoko ikut mengunjungi sebuah rumah sakit lokal bersama beberapa penggawa Spurs yang lain.

Selepas mengantarkan Tottenham memenangi laga Boxing Day pada 26 Desember 2019 melawan Brighton & Hove Albion dengan skor 2-1, Sissoko juga berkomentar jika kemenangan tersebut adalah hadiah Natal untuk seluruh pendukung.

“Santa Spurs ada di sini. Sebuah hadiah Natal yang bagus untuk fans kami #COYS #BOXINGDAY,” ujar Moussa Sissoko.

Sepak Bola Mengubah Jalan Hidup

Moussa Sissoko terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Sang ayah berprofesi sebagai pekerja konstruksi, ibunya di rumah mengurus keluarga. Moussa adalah sulung dari 4 bersaudara, ia memiliki 3 orang adik perempuan.

Sejak usia belia, Moussa Sissoko sudah tertarik dengan sepak bola. Bahkan sejak kecil ia telah menyadari bahwa sepak bola dapat mengubah jalan hidupnya.

“Saya dengan cepat menyadari bahwa sepak bola dapat membuat saya memiliki kehidupan yang lebih baik,” ujar Moussa Sissoko kepada media Perancis, La Depeche.

Karier sepakbolanya dimulai sejak umur 6 tahun bersama klub lokal Perancis, Espérance Aulnay. Ia sempat pindah ke Red Star lalu diterima di tim junior Toulouse FC.

Di level profesional, hanya ada tiga klub yang pernah diperkuat Moussa Sissoko, yakni Toulouse FC (2007-2013), Newcastle United (2013-2016), dan Tottenham Hotspur (2016-sekarang).

Capaian paling impresif Moussa Sissoko di tingkat klub adalah mengantar The Lilywhites menembus final Liga Champions musim 2018/2019. Sayangnya, Spurs dikalahkan Liverpool lewat skor 0-2.

Moussa Sissoko kerap masuk di Timnas Perancis, dari level U16, U17, U18, U19, U21, hingga timnas senior. Ia turut mengantarkan Les Blues menembus final EURO 2016 kendati gagal juara usai kalah dari Portugal.

Baca juga artikel terkait RAMADAN atau tulisan lainnya dari Oryza Aditama

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Oryza Aditama
Penulis: Oryza Aditama
Editor: Iswara N Raditya