tirto.id - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan akan ada sanksi denda bagi entitas perusahaan yang membuat kebocoran data pribadi. Hal itu diatur dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sudah selesai di tingkat I dan akan segera dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Kalau corporate itu sanksi administrasi nominalnya mencapai 2 persen dikalikan pendapatan kotor yang dihasilkan dalam setahun. Maksimal di Indonesia mengacu pada entitas yang berlaku," kata Abdul Haris di Gedung DPR RI pada Rabu (7/9/2022).
Selain sanksi denda juga akan ada sanksi pidana bila pelanggaran tersebut dilakukan oleh individu.
"Sanksi pidana diberikan dari rentang satu hingga enam tahun kurungan maksimal," ujarnya.
Nantinya dalam RUU PDP juga akan mengatur suatu lembaga independen yang berada di bawah naungan presiden secara langsung. Sehingga apabila masyarakat ada yang ingin mengadukan kasus permasalahan data pribadi bisa langsung mengadu ke lembaga tersebut.
"Nanti bisa mengadu ke lembaga yang bersangkutan, tapi untuk proses penegakkan hukum masih melalui penegakkan hukum," ungkapnya.
Meski di bawah naungan presiden lembaga ini diharapkan masih bisa menjaga independensi dan tidak memiliki kepentingan dengan lembaga pemerintahan atau swasta. Sehingga bisa segera menjaga data pribadi masyarakat Indonesia yang saat ini diisukan mengalami banyak kebocoran.
"Nantinya setelah ada UU PDP diharapkan mereka para perusahaan sudah tidak lagi menggunakan data pribadi kecuali dengan persetujuan. Di luar persetujuan itu tidak boleh. Sehingga tidak boleh ada lagi telpon yang menawarkan asuransi dan sebagainya. Mereka yang berbuat itu akan kena sanksi," tegasnya.
Untuk nomenklatur lembaga negara pengawas data pribadi masih menunggu Peraturan Presiden.
"Nanti akan diatur dalam Perpres," jelasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto