tirto.id -
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada di Jakarta, Selasa (9/10/2018), mengatakan berbagai sentimen global masih mendukung penguatan mata uang dolar AS, terutama setelah dirilisnya data-data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang membaik.
"Data-data ekonomi AS yang membaik membuka peluang The Fed melanjutkan kenaikan suku bunga," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. Defisit anggaran negara itu memburuk di tengah utang yang juga terus bertambah.
"Sentimen eksternal itu membuat laju dolar AS kembali meningkat dibandingkan sejumlah mata uang lainnya yang akhirnya berdampak pada depresiasi rupiah," katanya.
Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan pelemahan mata uang rupiah juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Tiongkok (PBOC) yang menurunkan reserve requirement perbankan sebesar satu persen di tengah risiko perang dagang dengan AS.
"Penurunan reserve requirement itu mendorong pelemahan yuan dan ikut memperlemah mata uang emerging market lainya termasuk Indonesia," katanya.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri