tirto.id - Nilai tukar (kurs) rupiah masih melemah di level Rp14.800 terhadap dolar AS. Namun, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey barang-barang kebutuhan pokok pangan di ritel masih aman terkendali.
"Kami berikan standar HET (Harga Eceran Tertinggi) kepada masyarakat. Kami imbau kontrol dari Aceh sampai Papua semua kebutuhan pokok tetap terkendali, walaupun situasi dolar bergoncang," ujar Roy di Kementerian Perdagangan Jakarta pada Selasa (19/9/2018).
Artinya, tidak ada kenaikan harga untuk barang kebutuhan pokok pangan. Justru, Roy mengatakan keputusan menaikkan harga adalah hal yang sulit dilakukan peritel.
"Kami ritel itu paling anti naikkan harga, karena itu keputusan paling sulit bagi kami. Ketika ritel naikkan harga, maka akan berpengaruh pada penjualan produk itu sendiri. Besar sekali dampaknya, pada akhirnya kepada konsumsi masyarakat," ujar Roy.
Ia melanjutkan, biasanya ritel mulai mengeskalasi harga ketika hulu juga mengalami eskalasi harga. Misalnya, karena ada kelangkaan barang produksi, biaya bahan baku naik dan BBM naik yang mempengaruhi kenaikkan biaya produksi dan harga jual barang. Saat ini, ia mengatakan produksi dan pasokan barang kebutuhan pokok pangan untuk stok ritel, stabil.
"Dalam satu kuartal itu kami punya buffer stok, jadi untuk bulan ini itu kita stok dari tiga bulan sebelumnya. Jadi harga tetap harga lama yang belum ada kenaikan, apalagi bukan produk impor, jadi tidak akan kena dampak [harga naik karena dolar AS naik]," ujar Roy.
Pada prinsipnya, ia mengatakan pelemahan rupiah sebenarnya tidak langsung berdampak kepada ritel secara keseluruhan, apalagi yang menjual barang-barang kebutuhan pokok pangan, seperti beras, gula, dan sebagainya.
Ritel meliputi minimarket, supermarket, serta hypermarket. Kemudian, yang lebih berdampak karena pelemahan rupiah adalah ritel yang menjual produk impor, seperti barang elektronik, parfum, sepatu branded.
"Beberapa barang elektronik, parfum, sepatu, branded yang sifatnya impor itu memang alami eskalasi harga, tapi kalau komoditas secara umum, beras gula kita masih terus jaga," ujar Roy.
Kalau pun sebagian barang ritel ada yang berdampak terhadap pelemahan rupiah karena sifatnya impor, maka yang diantisipasi oleh peritel adalah kuartal berikutnya, untuk mengantisipasi dolar AS menguat lagi.
"Tapi, kami apresiasi pemerintah dalam satu minggu ini kurs rupiah Rp14.800 stabil dan itu cerminan baik dari upaya pemerintah, seperti pengereman impor dengan kenaikan PPh (Pajak Penghasilan) impor, serta kebijakan fiskal lainnya dari Kementerian Keuangan dan kebijakan moneter dari Bank Indonesia, yang memberikan langkah cepat yang dibutuhkan," ujar Roy.
Sehingga, ia beserta para peritel anggota Aprindo tetap optimistis ekonomi Indonesia dapat bertahan di tengah gejolak dolar AS terhadap rupiah, mendorong daya beli konsumen, dan menstimuli keberlangsungan usaha para peritel.
Ia pun memastikan, kondisi rupiah terhadap dolar tidak akan berpengaruh signifikan terhadap harga. Menurutnya, menaikkan harga adalah opsi terakhir, sebab tidak mudah dan banyak pertimbangan.
"Kami akan usaha tetap pertahankan harga. Kami ditempatkan sebagai leadere price oleh pemerintah dan kami jaga amanah itu untuk terus pertahankan selagi hulu tidak ada perubahan, kuartal berikutnya kami baru lihat nanti," ujar Roy.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra