Menuju konten utama

Rumah Ketua Komisi IV DPR RI Sudin Digeledah KPK

Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai mengapa penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah Sudin.

Rumah Ketua Komisi IV DPR RI Sudin Digeledah KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, yang beralamat di Raffles Hills, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Jumat (10/11/2023) malam.

“Informasi yang kami peroleh benar dan kegiatan saat ini masih berlangsung,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat malam.

Meski demikian, Ali belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai mengapa penyidik lembaga antirasuah melakukan penggeledahan di rumah Sudin.

Sudin awalnya dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pada Jumat (10/11/2023), sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dengan tersangka mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Sudin telah memberikan konfirmasi kepada tim penyidik KPK bahwa dirinya tidak bisa memenuhi panggilan penyidik dan telah mengajukan permohonan untuk penjadwalan ulang.

KPK pada Jumat, 13 Oktober 2023, resmi menahan Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.

Perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019 sampai 2024.

Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.

Kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari 2020 sampai 2023.

SYL menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta (MH) untuk melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.

Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I.

Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS.

Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan-nya dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp13,9 miliar. Meski demikian tim penyidik KPK masih terus melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap jumlah pastinya.

SYL, KS, dan MH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan (Rutan) KPK untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI SYL

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Abdul Aziz