tirto.id - Dua narapidana kasus First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari Hasibuan menanam investasi untuk berbisnis di Restoran Nusa Dua, London, Inggris. Investasi itu disetorkannya memakai uang yang dikumpulkan dari calon jemaahnya.
Belakangan Pengadilan Negeri (PN) Depok memutuskan restoran itu dirampas negara. Namun tak ada kepastian negara berhasil menguasai aset itu.
Dalam proses yang disebut PN Depok sebagai penyitaan aset, mulanya Andika diminta menyerahkan aset itu pada Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Dwi Irianto dan ketua tim JPU kasus First Travel Heri Jerman. Saat itu yang dialihkan Andika ialah hak berbisnis Restoran Nusa Dua. Semua itu dilakukan ketika proses penyidikan kasus penggelapan dan pencucian uang Andika dan Anniesa masih berlangsung.
Merespons surat kuasa itu, Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan surat itu mempunyai kekuatan yang cukup untuk mengambil alih hak bisnis Andika di London.
Memang setelah ada putusan pengadilan yang bersifat tetap, kata Fickar, negara bisa merampas hak berbisnis Restoran Nusa Dua. Namun ada persyaratan yang harus dipenuhi yakni, koordinasi dengan otoritas di negara lain. Sebab aset tersebut tidak berada di wilayah hukum Indonesia.
“Kuasanya harus dilaporkan ke otoritas London supaya kalau mau dijual oleh negara bisa dilakukan dengan lancar,” kata Fickar pada reporter Tirto, Jumat (14/9/2018).
“[Seharusnya] dilaporkan atau didaftarkan setelah kuasa,” imbuhnya.
Meski begitu, pendaftaran dan pelaporan kuasa yang dimaksud Fickar tidak dilakukan penyidik Polri dan pihak kejaksaan. Maka dari itu, menurut Fickar, apa yang dilakukan Dwi dan Heri tidak memiliki dasar hukum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang pengambilan aset di luar negeri.
“KUHAP hanya mengatur dalam negeri. Dasarnya tentang UU Tentang Bantuan Timbal Balik dalam penegakan hukum dan konvensi hukum pidana internasional,” ujarnya.
Dalam UU 1/2016 tentang Bantuan Timbal Balik diatur bahwa, negara dapat menyita aset di negara lain dengan koordinasi dengan otoritas negara lain.
“Jika surat kuasa tidak ada batas waktu dan tidak didaftarkan pada otoritas yang mengatur aset, maka surat kuasa itu berakhir dengan sendirinya ketika terjadi peralihan hak dari Usya kepada Yan Rizal karena peralihan [Usya dan Yan Rizal] itu juga melalui proses hukum,” tegasnya.
Terlebih, hingga kini Restoran Nusa Dua masih beroperasi. Bahkan nama perusahaan yang menaungi restoran itu telah diubah jadi Nusa Rasa. Pemilik saham dan direktur Nusa Rasa Ltd terdaftar atas nama Yan Rizal Zainuddin. Ia adalah seorang koki di Nusa Dua.
Ketika ditanyakan soal cara jaksa mengambil hak bisnis restoran Nusa Dua tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari tidak bisa memberikan solusi.
“Tunggu inkracht dulu ya,” katanya singkat kepada reporter Tirto.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana