tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana perkara penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Penolakan itu diputuskan oleh majelis hakim, yang dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, pada Senin (26/3/2018).
Pengacara Ahok, Josefina A. Syukur mengaku belum bisa memberikan tanggapan. Dia beralasan belum menerima pemberitahuan dari MA tentang penolakan PK itu.
"Kami tidak bisa memberikan tanggapan apa pun karena belum mendapat pemberitahuan apa pun dari MA," kata Josefina saat dihubungi Tirto, pada hari ini.
Josefina juga enggan menjelaskan mengenai langkah tim penasihat hukum Ahok usai ada putusan MA tersebut.
Sebaliknya, salah satu pelapor kasus penistaan agama yang melibatkan Ahok, yakni Pedri Kasman menganggap putusan MA itu sudah tepat. Menurut dia, novum yang diajukan oleh pihak Ahok dalam PK itu memiliki dasar lemah.
"Memang sejak awal, materi PK yang diajukan Ahok ini sangat lemah dan tidak layak untuk dikabulkan. Mereka terlalu memaksakan diri, tapi kita hargai karena itu adalah hak hukumnya," kata Pedri dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto.
Sekretaris Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah itu menilai majelis hakim MA telah bersikap adil. Apalagi, menurut dia, tiga hakim agung yang menangani perkara PK itu memiliki rekam jejak bersih.
Kabar penolakan PK Ahok tersebut sudah dibenarkan oleh Karo Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah. "Sudah diputus hari ini dan majelisnya sepakat menolak permohonan PK," kata Abdullah saat dihubungi Tirto.
Abdullah tidak menjelaskan alasan penolakan PK Ahok. Dia hanya memerinci perkara itu ditangani oleh tiga Hakim Agung, yakni Artidjo Alkostar Salman Luthan dan Sumardijatmo.
"Nanti lengkapnya, [Dijelaskan dalam berkas] putusan yang lengkap," kata Abdullah.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengajukan peninjauan kembali terhadap putusan penistaan agama. Perkara tersebut terdaftar dalam nomor 11 PK/PID/2018 masuk kualifikasi penodaan agama. Perkara itu masuk ke MA pada 7 Maret 2018.
Ahok mengajukan peninjauan kembali Pada 2 Februari 2018. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengajukan PK terhadap vonis untuknya yang dijatuhkan majelis hakim Pengadian Negeri Jakarta, pada 9 Mei 2017.
Permohonan PK ini didasari dugaan kekhilafan hakim kasus Ahok, Dwiarso Budi Santiarto dan putusan perkara pidana Buni Yani pada November 2017.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom