Menuju konten utama

Respons Kompolnas soal Penembakan Demonstran di Parigi Moutong

Poengky sebut penggunaan senjata api harus sepengetahuan atasan dan sebelum melakukan tugas, harus ada apel pengecekan semua senjata api.

Respons Kompolnas soal Penembakan Demonstran di Parigi Moutong
Suasana unjuk rasa penolakan tambang di Desa Katulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sabtu (12/2/2022) malam. ANTARA/HO/No

tirto.id - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) merespons ihwal seorang demonstran tertembak saat pembubaran aksi menolak penambangan PT Trio Kencana pada Sabtu, 12 Februari 2022, di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

“Penggunaan kekuatan dari anggota kepolisian, termasuk di antaranya penggunaan senjata api, sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan. Selain itu penggunaan senjata api juga harus memenuhi aturan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” ujar Juru Bicara Kompolnas Poengky Indarti, kepada Tirto, Senin (14/2/2022).

Perihal seorang warga yang meninggal dunia diduga akibat senjata api petugas saat melakukan unjuk rasa menolak tambang, kata dia, harus diperiksa secara tuntas oleh Propam dan Reskrim. Perlu dianalisis apakah penggunaan senjata api tersebut legal, proporsional, dan akuntabel. Pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 [PDF] menyebutkan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Kemudian diperkuat dalam Pasal 7-10.

Kemudian, ‘Penggunaan Kekuatan/Tindakan Keras dan Senjata Api’ juga tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Misalnya dalam Pasal 45 regulasi tersebut, setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan dengan menggunakan kekuatan atau tindakan keras harus mempertimbangkan beberapa hal.

Apakah penggunaan senjata api oleh anggota Polri di lapangan mesti diketahui atasan? Poengky menyatakan “harus sepengetahuan atasan dan sebelum melakukan tugas, harus ada apel pengecekan semua senjata api.”

Unjuk rasa dilakukan masyarakat setempat mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani. Mereka menuntut Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menutup tambang emas milik PT Trio Kencana yang memiliki lahan konsesi di Kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan.

Massa bergerak sejak pukul 09.00 WITA hingga malam. Karena aksi itu dianggap telah mengganggu ketertiban lalu lintas, maka polisi membubarkan paksa demonstran hingga pukul 24.00 WITA. Polisi menilai blokade jalan saat aksi perlu ditertibkan karena mengganggu arus lalu lintas.

“Kapolres telah mengimbau demonstran sebanyak empat kali. Penutupan jalan dilakukan massa aksi sejak pukul 12.00-24.00 WITA yang berujung pada penindakan," kata Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Pol Rudy Sufahriadi, Minggu (13/2/2022) seperti dikutip Antara.

Baca juga artikel terkait KASUS PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - News
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz