tirto.id - Jamu Nyonya Meneer sedianya akan merayakan ulang tahun ke-100 pada dua tahun mendatang. Sayangnya, perjalanan Nyonya Meneer harus terhenti karena dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Secercah harapan muncul dari pengusaha Rachmat Gobel yang sudah mengutarakan niatnya untuk menyelamatkan Nyonya Meneer.
Jika Gobel sukses mengatasi kepailitan Nyonya Meneer, bisa jadi perusahaan tersebut akan menembus usia 100 tahun. Nyonya Meneer pun akan bergabung dengan perusahaan-perusahaan lain di dunia yang sukses bertahan hingga 1 abad.
Baca juga:
- Orang Tionghoa di Bisnis Jamu: Jago Hingga Nyonya Meneer
- Jelang Satu Abad Njonja Meneer yang Berakhir Pailit
Mengelola perusahaan hingga berusia 100 tahun, turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, bukan hal yang mudah. Hanya segelintir perusahaan yang mampu melakukannya. Salah kelola, dihantam krisis, terjadinya kecurangan, hingga konflik keluarga ataupun manajemen, merupakan penyebab utama perusahaan tidak mampu bertahan. Mereka bernasib mengenaskan tanpa sisa, ataupun akhirnya dicaplok oleh perusahaan yang lebih mapan.
Tidak banyak perusahaan yang bisa bertahan hidup lama. Pada kenyataannya, usia harapan hidup perusahaan-perusahaan publik semakin berkurang. Menurut Boston Consulting Group, usia harapan hidup perusahaan multinasional adalah sekitar 40-50 tahun. Angka tersebut bertolak belakang dengan usia harapan hidup manusia yang justru semakin panjang.
Faktanya, lebih dari sepertiga perusahaan yang masuk dalam Fortune 500 pada 1970, sudah tidak ada lagi pada tahun 1983. Mereka diakuisisi, merger, bangkrut, ataupun bubar di tengah jalan. Menurut laporan dari BCG, sepersepuluh dari perusahaan publik mengalami kegagalan setiap tahun. Angka ini berarti empat kali lipat kenaikan sejak 1965.
Dalam hal pengelolaan perusahaan hingga mampu bertahan lama ini, Jepang adalah salah satu kiblatnya. Menurut Priceeconomics, ada 967 perusahaan yang didirikan sebelum 1700 dan masih beroperasi hingga kini. Dari jumlah itu, 517 perusahaan di antaranya atau 53 persen ada di Jepang. Jerman ada di peringkat kedua dengan 19 persen, dan kebanyakan merupakan perusahaan minuman. Di peringkat berikutnya, tidak ada yang melampaui angka 5 persen untuk jumlah perusahaan yang lahir sebelum 1700. Dari 10 perusahaan tertua di dunia, ada 8 perwakilan dari Jepang.
Jepang merupakan “rumah” bagi perusahaan-perusahaan tua. Ratusan perusahaan bisa bertahan lebih dari satu dekade. Menurut Tokho Shoko Research Ltd, ada sekitar 1.118 perusahaan yang tahun ini merayakan ulang tahun ke-100. Dalam daftar ini antara lain ada Nikon Corp, Fuji Heavy Industries Ltd, dan Morinaga Milk Industry Co.
Jurnal Sashi menyebutkan, total ada 50.000 bisnis yang berusia lebih dari 100 tahun. Sekitar 3.886 perusahaan di antaranya bahkan berusia 200 tahun. Mereka bersaing dengan perusahaan-perusahaan baru yang di Jepang, yang setiap tahunnya bertambah hingga 100.000 perusahaan.
Menurut Gunness Book of World Records, perusahaan tertua ada di Yamanashi, Jepang. Ia adalah Nisiyama Onsen Keiunkan, yang sudah ada sejak tahun 705 masehi. Perusahaan tertua kedua adalah Hoshi Ryokan yang didirikan pada tahun 781 masehi. Keduanya sama-sama perusahaan pemilik hotel pemandian air panas.
Sementara bisnis keluarga tertua dunia juga berasal dari Jepang yakni Kongo Gumi, yang membangun kuil-kuil. Mereka masih menjalankan bisnis yang sama selama 14 abad.
Kebanyakan perusahaan-perusahaan tertua di Jepang tersebut merupakan perusahaan lokal dan dimiliki oleh keluarga secara turun temurun. Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang berjajar di sepanjang rute perdagangan dari Tokyo ke Kyoto. Mereka berkembang karena mampu memberikan sesuatu kepada masyarakat kota semi elit beberapa tahun kemudian.
Perusahaan-perusahaan lokal itu mampu bertahan karena bisa menyediakan segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya. Misalnya Kongo Gumi adalah spesialis dalam membangun kuil-kuil Budha dan Sinto. Mereka sudah pasti sangat diandalkan dan tumbuh di negara dengan budaya Budha yang sangat kuat. Meski demikian, mereka kini juga merambah ke bisnis konstruksi apartemen, perkantoran, dan juga perumahan. Inovasi dan ekspansi membuat Kongo Gumi bisa bertahan, dengan tetap mempertahankan kulturnya.
“Perusahaan-perusahaan bisnis tertua acapkali berkaitan dengan aktivitas dasar manusia: minum, perkapalan, konstruksi, makanan, senjata,” kata William O’Hara, penulis “Centuries of Success” kepada Wall Street Journal pada 1999, seperti dilansir The Atlantic.
Bertahan dengan Adopsi
Selain lekat dengan budaya, perusahaan-perusahaan tua yang mampu bertahan itu biasanya dijalankan secara turun temurun. Penerus perusahaan tidak selalu yang sedarah, melainkan juga anak adopsi. Banyak pemilik perusahaan yang melakukan “adopsi” untuk mendapatkan penerus perusahaan. Mereka melakukannya ketika tidak memiliki ahli waris yang dianggap mumpuni untuk mengelola perusahaan. Sudah berabad-abad mereka melakukan praktik tersebut.
Adopsi dewasa mulai marak dilakukan pada era Tokugawa (1603-1867). Saat ini, 98 persen anak yang diadopsi secara legal merupakan laki-laki dengan usia 25-30 tahun. Kebanyakan dari mereka merupakan pebisnis yang secara legal diadopsi oleh pemilik perusahaan. Mereka kemudian ditempatkan pada posisi di manajemen. Dengan adopsi orang dewasa ini, mereka tidak lagi memiliki risiko melanggar hukum ataupun menyerahkannya perusahaan keluarga kepada anak atau keponakan yang tidak mumpuni.
Ada pula teknik “Mukoyoshi” yakni pebisnis yang tidak memiliki pewaris laki-laki bisa secara legal mengadopsi menantunya sebagai “second birth son”.
Chairman sekaligus CEO Suzuki saat ini, Osamu Suzuki yang kini berusia 81 tahun merupakan anak laki-laki yang diadopsi. Osamu Suzuki memilih menantunya, Hirotaka Ono, sebagai pewarisnya, ketimbang anak kandungnya. Ono menikah dengan anak perempuan tertua Osamu. Pada Desember 2007, Ono meninggal karena kanker pankreas, sehingga Osamu kembali sebagai chairman dan CEO. Pada April 2011, Osamu menyusun empat orang di dewan untuk membantu menjalankan perusahaan, dipimpin anak kandungnya, Toshihiro Suzuki.
“Anda tidak bisa memilih anak laki-laki, tetapi Anda bisa memilih menantu laki-laki.” Demikian pepatah populer yang berkembang di Jepang.
Dengan memilih menantu ataupun anak adopsi yang baik, mereka memastikan bahwa bisnis keluarga tetap aman secara turun temurun.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Suhendra