tirto.id - Belum sempat disahkan, kebijakan pelonggaran Daftar Negatif Investasi (DNI) sudah dikritik banyak kalangan. Soalnya, publik menganggap bahwa pemerintah akan menggelar karpet seluas-luasnya untuk investasi asing, termasuk di sektor-sektor yang selama ini menjadi garapan UMKM.
Menanggapi kritik itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan klarifikasi mengenai rencana relaksasi 54 bidang usaha dalam DNI. Darmin mengklaim pemerintah tidak berencana membuka pintu lebar-lebar bagi penanaman modal asing di 54 bidang usaha yang semula masuk dalam daftar negatif investasi.
Relaksasi DNI, kata Darmin, justru dilakukan untuk mengoptimalisasi 54 bidang usaha yang semula telah dibuka untuk penanaman modal baik dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA). Darmin menjelaskan hal ini dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, pada Senin (19/11/2018).
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menambahkan 54 bidang usaha tersebut diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok.
Pertama, adalah kelompok A. Kategori ini terdiri atas 4 bidang usaha yang sebelumnya dikeluarkan dari kategori "dicadangkan untuk investasi." Kelompok ini antara lain warung internet, industri kain rajut, industri pengupasan umbi-umbian dan industri percetakan kain.
"Artinya selain UMKM, dia bisa. Jadi ini direlaksasi dari yang sebelumnya pakai perizinan menjadi enggak pakai izin," ujar Susiwijono di Gedung Kemenko Perekonomian, pada Senin (19/11/2018).
Kedua, kelompok B yang terdiri atas 1 bidang usaha yang tidak akan lagi dikenakan syarat kemitraan dengan UMKM atau koperasi dalam proses investasinya.
"Kalau dulu di sini, PMDN harus kemitraan, kita relaksasi. Jadi siapa pun yang berusaha harus bermitra dengan badan usaha lebih besar, seperti [bidang usaha] pedagang eceran melalui pemesanan pos dan internet, sekarang kita hapus persyaratan kemitraan," kata Susiwijono.
Yang ketiga ialah kelompok C, terdiri atas 7 bidang usaha. Investasi di bidang usaha dalam kategori ini semula harus 100 persen PMDN. Dengan adanya relaksasi, investasi di bidang usaha pada kategori ini akan dibuka untuk PMDN, UMKM, Koperasi dan investor asing. Adapun daftar bidang usaha dalam kelompok C adalah:
1. Persewaan mesin lainnya dan peralatannya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain (pembangkit tenaga listrik, tekstil, pengolahan/pengerjaan logam/kayu, percetakan dan las listrik)
2. Persewaan mesin konstruksi dan teknik sipil dan peralatannya
3. Jasa survei terhadap objek-objek pembiayaan atau pengawasan persediaan barang dan pergudangan
4. Jasa survei dengan atau tanpa merusak objek
5. Jasa survei kuantitas
6. Jasa survei kualitas
7. Jasa survei pengawasan atas suatu proses kegiatan sesuai standar yang berlaku atau yang disepakati
Untuk yang keempat atau kelompok D terdiri atas 17 bidang usaha. Sebelumnya, 17 bidang usaha itu sudah dibuka untuk PMA tapi harus dengan rekomendasi. Relaksasi DNI akan mengizinkan investasi PMA pada 17 bidang usaha tersebut bisa dilakukan tanpa rekomendasi. Daftar 17 bidang usaha itu adalah:
1. Industri rokok kretek
2. Industri rokok putih
3. Industri rokok lainnya
4. Industri bubur kertas Pulp
5. Industri siklamat dan Sakarin
6. Industri Crumb Rubber
7. Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2.000 m3/tahun
8. Industri Kayu Veneer
9. Industri kayu laminated veneer Lumber (LVL)
10. Industri kayu industri serpih kayu wood Chip)
11. Industri pelet kayu (wood pellet)
12. Industri kayu lapis
13. Budidaya karang/koral hias
14. Industri alat kesehatan kelas D
15. Industri alat kesehatan kelas C
16. Industri alat kesehatan kelas B
17. Bank dan Laboratorium Jaringan Sel
Sementara yang kelima adalah kelompok E, terdiri atas 25 Bidang Usaha. Sebelumnya 25 bidang usaha itu sebenarnya sudah diperbolehkan untuk investasi PMA dan PMDN sejak 2016. Hanya saja, terdapat ketentuan mengenai porsi investasinya, yakni mulai dari 40 persen, 60 persen, hingga 97 persen.
Namun, menurut Susiwijono, ketentuan itu belum membuat kinerja investasi pada 25 bidang usaha itu optimal. Karena itu, dalam kebijakan relaksasi DNI kali ini, pemerintah memutuskan untuk membuka seluas-luasnya peluang investasi asing hingga 100 persen pada 25 bidang tersebut. Berikut daftar 25 bidang usaha itu:
Sektor Pariwisata
1. Galeri Seni
2. Galeri Pertunjukan Seni
Sektor Perhubungan
3. Angkutan orang dengan moda darat tidak dalam trayek, angkutan pariwisata dan angkutan jurusan tertentu sektor Perhubungan
4. Angkutan moda laut luar negeri untuk penumpang (tidak termasuk cabotage) sektor Perhubungan
Sektor Kesehatan
5. Industri farmasi obat jadi
6. Fasilitas pelayanan akupuntur
7. Pelayanan pest control/fumigasi
Sektor Ketenagakerjaan
8. Pelatihan kerja (memberi, memperoleh, meningkatan, mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja antara lain meliputi bidang kejuruan teknik dan engineering, tata niaga, bahasa, pariwisata, manajemen, teknologi informasi, seni dan pertanian yang diarahkan untuk membekali angkatan kerja memasuki dunia kerja).
Sektor Kominfo
9. Jasa sistem komunikasi data sektor Kominfo
10. Penyelenggarakan jaringan telekomunikasi tetap sektor kominfo
11. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak sektor Kominfo
12. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan content sektor Kominfo
13. Pusat layanan informasi atau call center dan jasa nilai tambah telepon lainnya sektor Kominfo
14. Jasa akses internet
15. Jasa internet telepon untuk kepentingan publik
16. Jasa interkoneksi internet (NAP), jasa multimedia lainnya
Sektor ESDM
17. Jasa konstruksi migas
18. Jasa survei panas bumi
19. Jasa pemboran migas di laut
20. Jasa pembotan panas bumi
21. Jasa pengoperasian dan pemeliharaan panas bumi
22. Pembangkit listrik >10 mw
23. Pemeriksaan dan pengajuan instalasi tenaga listrik atas instalasi penyediaan tenaga listrik atau pemanfaatan tenaga listrik tegangab tinggi/ekstra tinggi
Sektor Perhutanan
24. Pengusahaan Pariwisata Alam berupa pengusahaan sarana, kegiatan dan ekowisata di kawasan hutan
Sektor Perdagangan
25. Jasa Survei dan Jajak Pendapat masyarakat dan penelitian pasar
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom