Menuju konten utama

Refly Harun Dipolisikan KPU Puncak Karena Dugaan Pemalsuan Surat

Kuasa hukum KPU Puncak melaporkan Refly Harun ke kepolisian karena diduga memalsukan surat yang menjadi bukti dalam persidangan sengketa pilkada di MK.

Refly Harun Dipolisikan KPU Puncak Karena Dugaan Pemalsuan Surat
Refly Harun [ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma].

tirto.id - Pakar hukum tata negara Refly Harun dilaporkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak, Papua ke Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan pemalsuan surat yang terkait dengan sidang perkara sengketa pilkada.

Pelaporan Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) tersebut ke kepolisian dilakukan oleh kuasa hukum KPU Puncak, Pieter Ell.

“Kami membuat laporan kepolisian, ia [Refly] diduga memalsukan surat untuk dijadikan bukti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi [MK] di sengketa pilkada Kabupaten Puncak, Papua,” kata Pieter di Polda Metro Jaya, Jakarta, pada Kamis (16/8/2018).

Laporan bernomor LP/4318/VIII/2018/PMJ/Dit.Reskrimum itu bertanggal 14 Agustus 2018. Pieter melaporkan Refly atas dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP.

Pieter mengklaim indikasi kepalsuan surat tersebut terlihat dari perbedaan bentuk huruf dan ukuran cap pada stempel ‘Ketua KPU Kabupaten Puncak’ di tanda terima serta kop surat. Menurut Pieter, tulisan ‘Ketua’ di cap palsu lebih tebal dan tidak identik dengan aslinya. Karena palsu, dia mengatakan surat itu seolah-olah telah diterima pihak KPU Kabupaten Puncak.

“Surat itu ‘diterima’ atas nama KPU. Padahal Ketua KPU [Kabupaten Puncak] tidak pernah mengeluarkan surat tersebut. Stempel ‘Ketua’ hanya digunakan untuk berkas dan keputusan penting,” kata Pieter.

Refly menjadi kuasa hukum Lembaga Masyarakat Adat Kerukunan Masyarakat Pegunungan Tengah Lapago, yang menggugat hasil Pilkada Kabupaten Puncak 2018 di MK. Pieter menerangkan, di persidangan, pihak Refly menyatakan telah terdaftar sebagai tim pemantau pilkada di Kabupaten Puncak dan terdata di KPU Puncak.

“Tapi ketua mengklaim tidak pernah ada surat pengajuan dari mereka sebagai pemantau di daerah itu,” tutur Pieter.

Dia menuding lembaga masyarakat adat yang diwakili Refly bukan organisasi berbadan hukum maupun lembaga pemantau pemilu resmi.

Karena itu, kata Pieter, upaya lembaga itu mengajukan sengketa pilkada tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dengan Satu Pasangan Calon.

Selain itu, Pieter menambahkan, dalam persidangan pun keabsahan surat itu dipertanyakan oleh majelis hakim, bahkan gugatan pihak Refly dinyatakan gugur.

“Gugatan gugur, itu bukti bahwa surat mereka palsu dan hasilnya kita menang,” ujar Pieter.

Sebagai informasi, putusan MK yang menolak gugatan sengketa pilkada Puncak 2018, yang diajukan oleh Lembaga Masyarakat Adat Kerukunan Masyarakat Pegunungan Tengah Lapago, keluar pada 10 Agustus 2018.

Baca juga artikel terkait SENGKETA PILKADA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom