tirto.id - Presiden Joko Widodo menyadari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan berdampak kepada peningkatan inflasi di Indonesia. Bahkan dari hasil hitung-hitungan para menterinya, penyesuaian harga BBM akan menyumbang inflasi sebesar 1,8 persen.
Namun, kepala negara itu tidak tinggal diam. Ia mendorong para menteri melakukan intervensi kepada pemerintah daerah (pemda) agar menggunakan 2 persen dana transfer umum (DTU) sebagai bantalan sosial meredam inflasi.
“Intervensi lewat apa? Daerah harus gerak kayak COVID-19 kemarin, dengan cara apa? 2 persen DAU. Ini bisa untuk mengatasi inflasi dengan cara apa? Tutup biaya transportasi, tutup biaya distribusi dari yang ada di lapangan," jelasnya.
Pemerintah pusat sendiri telah mewajibkan pemda membelanjakan 2 persen dari DTU pada Oktober, November, dan Desember 2022 untuk memberikan bantuan sosial bagi masyarakat di daerah. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
Beleid itu mengatur bahwa belanja bansos itu diarahkan untuk ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM), dan nelayan. Selain itu, digunakan untuk penciptaan lapangan kerja dan pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Kemudian pemda wajib melakukan perubahan pada APBD 2022 serta melaporkan penganggaran dan realisasi belanja wajib kepada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu paling lambat pada 15 September 2022. Sedangkan laporan realisasi belanja yang telah dianggarkan wajib diserahkan kepada DJPK paling lambat 15 bulan berikutnya.
Nantinya, laporan penganggaran belanja wajib ini akan menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau DBH PPh Pasal 25/29 kuartal III-2022 bagi daerah yang tidak mendapat DAU.
Selain itu, laporan realisasi belanja ini juga turut menjadi persyaratan dokumen penyaluran DAU atau DBH PPh Pasal 25/29 pada kuartal IV-2022 jika pemda tidak mendapat DAU.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz