tirto.id - Dalam persidangan gugatan sengketa Pilkada Provinsi Banten 2017 Selasa, (04/04/2017), Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menolak permohonan gugatan sengketa pasangan nomor urut dua Rano Karno-Embay Mulya Syarief. Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Arief Hidayat.
Hakim Arief mengugurkan gugatan bernomor 45/PHP.GUB/XV-2017 itu lantaran tak memenuhi persyaratan di ambang batas yang terdapat di pasal 158 UU No.10 Tahun 2016 mengenai Pilkada Serentak.
Melalui kuasa hukum PDIP, partai pengusung Rano-Embay, Sirra Prayuna mengaku jika calon gubernur dan calon wakil gubernur itu cukup legawa menerima kekalahan.
"Kalau kemarin Pak Rano dan Pak Embay bilang harus berbesar jiwa menerima kekalahan karena ini negara hukum jadi harus sama-sama patuh dengan mekanisme hukum. Mesti legawa jelas. Karena secara aturan dan teknis sudah diatur mekanismenya," kata Sirra Prayuna kepada Tirto, Rabu, (05/04).
Menurut Sirra dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 memang sudah ditentukan di Pasal 158 soal selisih yang kemungkinan akan dimenangkan. Namun, di aturan tersebut hanya sebatas pada upaya teknis saja. Sementara terkait dengan pelaporan kecurangan maupun serangan fajar, kata dia, tidak diperhatikan oleh Majelis Hakim.
"Yah memang ada banyak hal yang loose tidak diperhatikan oleh Majelis Hakim. Yang dilihat hanya soal selisih saja. Jadi di ambang batas dari 1,5 persen kalau dijumlahkan dari perolehan suara sah. Total hampir 43 ribu [suara]. Nah tapi kan selisihnya 1,9 persen. Hanya berbeda segitu. Tapi ya sudah. Mau bagaimana lagi," jelas Sirra Prayuna.
Di sisi lain kuasa hukum pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih Wahidin Halim-Andika Hazrumy, Ramdhan Alamsyah mengganggap putusan Majelis Hakim MK sudah benar adanya. Sebab, perolehan suara mencapai 1,9 persen. Dan angka itu, kata dia, sudah melebihi kuota kemenangan yang ditetapkan yakni 1,5 persen saja.
"Kemenangan itu kami duga dari awal. Karena di Pasal 158 itu sudah dijelaskan bahwa syarat dan ketentuan itu adalah 1,5 persen. Tapi kemarin kan melebihi target hampir 2 persen, yaitu 1,9 persen," jelas Ramdhan Alamsyah kepada Tirto.
Ramdhan berharap pihak Rano bisa bersabar dan legawa menerima kekalahan. Sebab, menurut Ramdhan, putusan MK sudah memenangkan Wahid dan Andhika lah yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2017-2022.
"Patut diterima oleh pihak kami dan pihak sana karena ini sudah final dan sudah disahkan juga oleh KPK. Sama-sama bisa menerimalah," kata Ramdhan Alamsyah.
Untuk diketahui, di Pasal 158 UU Pilkada Serentak diatur mengenai mekanisme jumlah gugatan yang bisa diajukan ke sengketa Pilkada. Di Ayat 1 huruf a, tertera bahwa apabila jumlah penduduk sampai 2 juta jiwa, selisih 2 persen diperkenankan untuk mengajukan ke MK dari putusan akhir KPU Provinsi.
Di ayat 1 huruf b, jika jumlah penduduk lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, perbedaan selisih perolehan suara yang bisa diajukan ke MK mencapai 1,5 persen dari putusan akhir KPU Provinsi.
Di ayat 1 huruf c, mengatur tentang selisih yang bisa diajukan ke MK adalah 1 persen. Aturan itu jika jumlah penduduk mencapai 6 juta sampai 12 juta.
Di ayat 1 huruf d untuk Pilkada Provinsi, jika jumlah penduduk sampai 250 ribu jiwa pengajuan tersebut bisa dilakukan apabila selisihnya mencapai 2 persen atau lebih.
Jumlah penduduk Provinsi Banten berdasarkan BPS dari Data Agregat Kependudukan Per Kecamatan (DAK2) Semester II tahun 2015 per tanggal 31 Desember 2015 adalah 10.083.370 jiwa.
Maka selisih suara yang diperkenankan dua pasangan Gubernur Banten adalah 1 persen dari total suara yang disengketakan.
Sebelumnya, berdasarkan hasil rapat pleno KPU Banten pada 26 Februari 2017, pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur 2017 Halim-Andhika sebagai pemenangnya. Keputusan ini telah ditetapkan oleh Ketua KPU Banten Agus Supriyatna dengan perolehan suara untuk Wahid-Andhika sebanyak 2.411.213 suara, sedangkan Rano-Embay sebanyak 2.321.323 suara. Sementara selisih kedua kubu berjumlah hanya 1,90 persen atau sekitar 89.890 suara.
Penulis: Dimeitry Marilyn
Editor: Alexander Haryanto