tirto.id - Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta menjadwalkan setiap pasangan calon gubernur melaporkan dana kampanye dalam tiga tahap. Untuk pelaporan awal sudah dilangsungkan, 28 Oktober 2016 silam. Kemudian, secara serentak, seluruh pasangan calon melaporkan perkembangan dana kampanye pada 20 Desember 2016. Laporan terakhir dijadwalkan sehari setelah masa kampanye berakhir, 12 Februari 2017.
Sejauh ini setiap pasangan calon terus melakukan proses tertib administrasi. Sebab, ada banyak sumbangan yang masuk di awal, tapi belum memenuhi syarat administratif. Ia belum sah untuk dilaporkan kepada KPU DKI Jakarta. Laporan yang terus diperbarui ini berupa Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPPDK). Sedangkan di akhir masa kampanye, setiap pasangan calon baru menyerahkan LPPDK. Mereka dapat dibantu staf khusus yang mempunyai latar belakang akuntansi dalam menyusun laporan dana kampanye.
“Ini terkait proses dia mau jadi pejabat publik, jadi harus diketahui oleh publik bagaimana dia mengumpulkan dana, berapa dana yang digunakan, itu penting. Melatih pemerintahan bersih,” kata Sumarno, Ketua KPU DKI Jakarta kepada Tirto, Kamis (12/1/2017).
Setelah ada LPPDK, barulah akuntan publik yang sebelumnya telah lolos seleksi mulai bekerja, paling lambat 15 hari terhitung sejak menerima LPPDK. Penilaian hanya berdasarkan opini patuh atau tidak patuh. Namun, jika ternyata diketahui pasangan calon menerima dana kampanye yang sifatnya ilegal, ia bisa dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai pasangan calon.
Setiap pasangan calon dilarang menerima sumbangan dana kampanye dari beberapa sumber ilegal, di antaranya warga negara asing, lembaga swasta asing, LSM asing. Kemudian juga pantang menerima dana dari pemberi bantuan yang tak jelas identitasnya. Selain itu, ia tidak diperkenankan menerima sumbangan dari pemerintah, BUMN, BUMD, badan usaha milik desa, dan sumber dari tindak pidana.
Berdasarkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 2016, jalur pendanaan bisa didapat dari perseorangan, partai politik, dan kelompok atau badan hukum swasta. Bentuknya bisa berupa tunai, cek, bilyet giro, maupun surat berharga.
Sumbangan dana kampanye dari pasangan calon bersifat tak terbatas asal logis jika dibandingkan Laporan Harta Kekayaan Negara. Untuk donasi perseorangan dibatasi Rp75 juta. Dari partai politik atau kelompok atau badan hukum swasta maksimal diperbolehkan Rp750 juta.
Setiap pasangan calon wajib membuka rekening yang dibantu oleh partai pengusung. Batasan pengeluaran masing-masing pasangan calon hingga pemilihan berakhir sebesar Rp203 miliar.
Loyalis Demokrat Berani Taruhan Besar
Sejauh ini, berdasarkan laporan ke KPU DKI Jakarta, pasangan calon nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni belum mengkalkulasi berapa pengeluaran selama kampanye.
“Ini lagi kita hitung. Pelaporannya belum masuk semua,” kata Gatot M. Suwondo, bendahara tim pemenangan Agus-Sylvi, saat dihubungi Tirto, Kamis (12/1/2017).
Dia juga mengungkapkan pada 8 Januari lalu mereka menggelar acara penggalangan dana. Kegiatan untuk menjaring tambahan dana itu bertempat di Crowne Plaza Hotel Jakarta.
“Kemarin kita dapat Rp2,9 miliar,” kata adik ipar Ani Yudhoyono dan mantan Dirut BNI itu.
Terhitung sejak 25 Oktober hingga 20 Desember 2016, total dana masuk pasangan Agus-Sylvi sebesar Rp9,1 miliar. Sebelumnya, pada 24 Oktober 2016, sudah ada dana awal Rp5 juta. Di sisi lain, ada sumbangan dari Gerakan Nasional Tionghoa Demokrat (GENTA) dan Terobosan Agus-Sylvi (Tebas) yang belum dilengkapi tanggal penyerahannya.
Ada empat badan hukum swasta yang turut menyumbang dana. Sumbangan terbesar dari PT Gibang Sakti Solusindo dengan sumbangan Rp 750 juta. Setelah ditelusuri, perusahaan ini berdiri sejak 20 April 2012. Ia terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, meski domain situswebnya masih blog gratisan.
Kami menemui Fachri Cholil, Direktur PT Gibang Sakti Solusindo. Dia adalah Ketua Persatuan Pedagang Besi Tua Jakarta. Asosiasi ini, klaimnya, beranggotakan sekitar 5 ribu orang. Laba dari perusahaan yang dia kelola antara Rp200 juta hingga Rp400 juta per bulan.
Sumbangan yang dia berikan kepada pasangan Agus-Sylvi bukan dana patungan, melainkan dari kantong pribadinya. Berhubung syarat perseorangan hanya bisa menyumbang maksimal Rp75 juta, karena dia ingin memberikan dana maksimum bagi badan hukum swasta, maka Fachri menggunakan nama perusahaan yang dia urus bersama tiga rekannya.
“Dana pribadi dari saya sendiri. Ya, kalau untuk mencapai Rp750 juta ini, mengumpulkan (selama) empat bulan. Namun demi perubahan di DKI, ikhlas,” ujarnya kepada Tirto, Rabu (11/1/2017).
Fachri menjelaskan bahwa dirinya sudah bertahun-tahun kesengsem dengan Partai Demokrat. Di awal pencalonan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono pada Pilpres 2004, Fachri turut menyumbang dana kampanye sebesar Rp50 juta dari jalur badan hukum swasta. Kala itu batas maksimal sumbangan perorangan sebesar Rp100 juta dan Rp750 juta untuk badan usaha.
“Kami memang militan Bapak SBY dari dulu. Kami mendukung Pak SBY mulai pertama,” katanya, dengan logat Madura.
Alasan lain dia mendukung kandidat nomor satu adalah harga besi hancur. Dulu, menurutnya, harga besi antara Rp4.500 hingga Rp5 ribu/kg, kini hanya Rp3 ribu hingga Rp3.500/kg. Ditambah rekan dekatnya yang tinggal di Cakung, Cilincing Raya, Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur, menjadi korban penggusuran tanpa dipindahkan ke rumah susun maupun ganti rugi.
“Kalau bagi kami, pemimpin saat ini tidak punya rasa manusiawi. Saudara-saudara kita digusur dan diusir ke bawah kolong tol Jalan Cakung Cilincing, sampai detik ini ada,” tuturnya.
Tim Ahok Siapkan Konser
Dalam melaporkan dana kampanye, pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat juga melampirkan anggaran pengeluaran. Sejak 1 November 2016, mereka berhasil menghimpun dana sebesar Rp60.146.520.605 dari warga. Sedangkan dana yang sudah terpakai sekitar Rp25 miliar.
Dana itu dialokasikan untuk mendanai operasional posko, pemakaian ATK, konsumsi tim dan relawan, spanduk, baliho, dan stiker, materi kampanye digital, honor tim keamanan, dan sebagainya. Selain itu, terkait dana konsultan, tim kampanye menganggarkan Rp1,9 miliar. Jasa manajemen konsultan ini dipatok KPU DKI Jakarta tak boleh melebihi Rp25 miliar.
Charles Honoris, bendahara tim kampanye Ahok-Djarot, menjelaskan bahwa anggaran untuk konsultan ini bukan untuk mendampingi pasangan calon dalam menghadapi agenda kampanye. Terlebih juga, tak dianggarkan untuk biaya pendampingan kasus hukum Ahok. Sebab, ia menilai, hal itu masalah personal. Namun, dana ini untuk biaya pelatih relawan. Mereka juga membayar staf administrasi.
"Sebatas konsultan untuk melakukan pelatihan relawan, door to door, dan lain sebagainya,” ujar Charles, Kamis (12/1/2017).
Cara tim kampanye Ahok-Djarot menangguk dana diambil dari patungan warga. Caranya, membuka situsweb mereka, registrasi, mentransfer uang, lalu mengirim surat pernyataan menyumbang. Sejauh ini ada sebagian donatur yang masih dinyatakan tak sah karena belum memenuhi syarat administratif berupa surat pernyataan lengkap Nomor Pajak Wajib Pajak dan KTP. Jika sampai akhir masa kampanye tak bisa penuhi syarat administratif, donasi yang telah terkirim dan tak bisa dikembalikan akan diserahkan pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan
"Itu masih ada sekitar Rp10 miliar yang belum terverifikasi. Masih kita kejar terus kepada teman-teman yang sudah gotong-royong ikut memberikan. Karena kalau tidak bisa dilakukan verifikasi, ini semua tentunya harus kita kembalikan ke kas negara dan tidak bisa digunakan,” ata Charles.
Di sisi lain, meski gabungan partai politik pengusung telah menyumbang, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto
meminta meminta dana sumbangan dari seluruh anggota Fraksi Partai Golkar di DPR RI. Walaupun di surat yang ditandatangani Kahar Muzakir, Ketua Fraksi Golkar, berbunyi 'sukarela', tapi setiap anggota dipatok menyumbang Rp10 juta. Dana dari para donatur ini dikirimkan melalui rekening fraksi.
Sejauh ini, dari dana kampanye Ahok-Djarot yang diketahui, sebanyak 10.385 orang berpartisipasi sebagai donatur. Ada 76 persen dana patungan dari perseorangan, sisanya 24 persen dari badan hukum swasta. Terlebih ada 71 persen yang berdonasi di bawah Rp500 ribu, 12 persen antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta, 9 persen antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta, dan sisanya 8 persen mendonasikan di atas Rp 5 juta. Mereka juga tak mempublikasikan sebagian besar identitas penyumbang baik personal, kelompok, maupun badan hukum swasta.
“Ke depan, apabila ada tokoh-tokoh publik yang punya kredibilitas baik, kinerja baik, tetapi dari segi pendanaan masih perlu dibantu, metode seperti ini bisa digunakan untuk bisa memenangkan pasangan calon,” kata Charles.
Dana kampanye pasangan Ahok-Djarot terhitung paling tinggi dibanding dua kandidat lain. Akan tetapi Charles mengungkapkan besaran dana ini bukan karena jauh hari mempertimbangkan Pilgub DKI Jakarta akan berlangsung 2 putaran. Melainkan, demikian janjinya, di pengujung masa kampanye akan ada agenda besar, yaknis mengemas konser mirip 'Konser 2 Jari'.
Charles meyakinkan besarnya sumbangan itu di kemudian hari tak akan memunculkan politik kongkalikong atau politik transaksional.
“Saya rasa itu bukan sebuah bentuk sogokan. Tapi ini lebih pada partisipasi publik yang ingin melihat perhelatan politik yang lebih baik,” tegasnya.
Cuma Secuil dari Kekayaan Sandiaga
Hasil penghitungan terakhir dana yang dihimpun pasangan calon nomor urut 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, kini hanya tersisa Rp4,67 miliar. Pemasukan mereka sejak Oktober sampai Desember sebanyak Rp46,7 miliar. Ia sudah terkuras Rp42 miliar untuk kampanye selama ini.
Sedangkan total dana kampanye yang mereka laporkan pada 20 Desember 2016 sebesar Rp35,6 miliar. Saat itu Sandiaga menyumbang dari kocek pribadinya Rp46,7 miliar. Sandiaga kembali menyumbang, dan jika dikalkulasikan, ia sudah menggelontorkan Rp44,8 miliar
Jumlah dana sebesar itu tak berarti banyak bagi Sandiaga dalam bertaruh meraih kursi DKI 1. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Negara, kekayaannya Rp3,8 triliun plus 10 juta dolar AS.
“Mas Anies menyumbang 10% dari seluruh kekayaannya. Setelah saya hitung-hitung, ternyata uang yang saya keluarkan sekarang itu belum 1% dari kekayaan saya. Jadi, itu belum seberapa dengan pengorbanan Mas Anies," kata Sandiaga di Posko Pemenangan Anies-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/1/2017).
Tak sebanding dengan sumbangan Sandiaga, dana yang berhasil dijaring dari gabungan partai politik hanya Rp1,1 miliar. Sedangkan dana sumbangan dari pihak lain berbadan hukum swasta adalah Rp358 miliar.
"Akan ada beberapa pengusaha yang sudah cukup mapan yang menyatakan mereka akan membantu," kata Sandiaga. "Jadi, kita harapkan awal atau pertengahan atau akhir Januari, mereka mulai bisa menurunkan dana."
Sejauh ini, baru perusahaan PT Karunia Tidar Abadi yang menyumbang dana kampanye untuk pasangan Anies-Sandi. Perusahan ini mengirimkan dana sumbangan dua kali. Pertama, Rp150 juta, dan ditambah Rp102,5 juta. Dana ini sebenarnya diberikan di awal pencalonan, tapi karena syarat administratif belum sepenuhnya terpenuhi, baru bisa dilaporkan belakangan. Perusahaan ini juga menyumbang materi kampanye seperti kaos, stiker, dan spanduk. Perusahaan ini dipimpin oleh Aryo Djojohadikusumo, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Gerindra. Ia putra Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto.
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam