tirto.id - Joko Widodo dan Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama memenangi Pilkada DKI Jakarta pada 2012. Keduanya berhasil mengalahkan petahana Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli pada putaran kedua yang digelar 20 September, lima tahun lalu.
Kemenangan Jokowi dan Ahok itu menjadi catatan menarik, setidaknya jika kita melihat keduanya pendatang baru di DKI Jakarta. Selain itu, jika dilihat dari biaya kampanye, keduanya juga lebih sedikit mengeluarkan uang dibanding para pesaingnya.
Berdasarkan laporan audit dana kampanye Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta tahun 2012, Jokowi dan Ahok hanya memiliki total sumbangan dana kampanye Rp16,3 miliar. Itu pun tak dipakai penuh; tim sukses dan mesin pemenangan mereka hanya menggunakan Rp16 miliar.
Jumlah itu relatif lebih kecil dari Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang menghabiskan Rp62,5 miliar dari total sumbangan Rp 62,6 miliar. Begitu pun pasangan Alex Noerdin dan Nono Sampono yang menghamburkan nyaris seluruh sumbangan sebanyak Rp24,6 miliar.
Untuk merebut hati warga Jakarta, Walikota Solo dan pengusaha mebel ini menampilkan dirinya sebagai orang sederhana, menyamakan diri seperti rakyat kebanyakan, dengan gembar-gembor bisa memenangi kursi DKI 1 dengan kampanye berbiaya murah. Sebagian besar dana kampanye Jokowi dan Ahok dipakai untuk alat peraga seperti spanduk dan poster, yang menelan Rp2,6 miliar. Sebagian lain untuk distribusi bahan kampanye Rp 4,2 miliar dan rapat umum Rp2,1 miliar. Pasangan nomor urut 2 ini menghabiskan total Rp1,5 miliar untuk iklan di media cetak (Rp729 juta) dan radio (Rp516 juta). Sisanya untuk dana operasional.
Lewat pengeluaran Rp16 miliar itu Jokowi dan Ahok memperoleh 2.472.130 suara. Sementara pasangan Foke dan Nara, yang menghabiskan dana nyaris empat kali lipat dari mereka, memperoleh 2.120.815 suara.
Kondisi serupa sebenarnya terjadi pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2007. Saat itu Foke, yang berpasangan dengan Prijanto, bisa menang dengan menghabiskan dana kampanye sebesar Rp10,09 miliar. Jumlah ini kalah jauh dari dana kampanye Adang Daradjatun dan Dany Anwar yang mencapai Rp31,4 miliar. Saat itu pasangan Foke dan Prijanto memperoleh 2.109.511 suara, sedangkan Adang dan Dani hanya memperoleh 1.535.555 suara.
Bila hanya melihat jumlah dana kampanye, pemenang di kedua Pilkada Jakarta sebelum ini hampir sama efektifnya. Berbiaya kecil tapi perolehan suara besar. Jika dikonversi dalam bentuk suara, bisa dihitung usaha kemenangan Foke dan Prijanto di Pilkada 2007 menghabiskan sekitar Rp4.700 per suara. Sedangkan Jokowi dan Ahok pada 2012 sekitar Rp6.400 per suara.
Tentu hitung-hitungan itu belum tentu menggambarkan realitas sebenarnya dalam pemenangan pasangan tersebut. Ada mesin partai yang bekerja, soliditas para pendukung, dan kerja-kerja tim sukses di ruangan berpendingin udara hingga di pasar-pasar dan di pusat keramaian. Kerja semacam itu sudah pasti membutuhkan biaya juga.
Bagaimana Sekarang?
Pada Pilkada DKI Jakarta 2017, tiga pasangan calon memiliki dana kampanye yang tambah besar saja.
Berdasarkan laporan dana kampanye ke KPU DKI Jakarta per Desember 2016, Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni sudah mengumpulkan Rp9,1 miliar. Menurut Gatot M. Suwondo, bendahara tim sukses pasangan nomor urut 1 itu, jumlah tersebut sudah bertambah Rp2,9 miliar pada Januari 2017, sehingga total Rp12 miliar.
“Anggaran itu sudah kami gunakan sebagian, total yang sudah digunakan masih kami hitung,” kata Gatot kepada Tirto, 11 Januari lalu.
Gatot yang juga mantan Dirut BNI ini menerangkan, sebagian besar anggaran itu digunakan untuk membuat alat peraga kampanye. Sayangnya Gatot enggan merinci pengeluaran anggaran tersebut.
Sementara Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat sudah mengumpulkan Rp59 miliar. Sampai sekarang dana yang baru digunakan Rp25 miliar. Charles Honoris, bendahara tim sukses pasangan nomor 2 itu, mengatakan sejauh ini pengeluaran paling banyak untuk kegiatan sosialisasi. Dalam sehari, ada sekitar 50 titik kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pasangan calon, tim sukses, dan relawan.
“Sampai saat ini memang ada dana yang masih belum terverifikasi sesuai aturan KPU. Sekarang kami masing mengejar penyumbang untuk melengkapinya,” ujar Charles kepada Tirto, 11 Januari 2017.
Pasangan nomor 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, sudah mengumpulkan Rp46,7 miliar. Dimas Satrio Adityo, bendahara tim sukses Anies–Sandiaga, mengatakan sejauh ini pengeluaran kampanye sudah Rp42 miliar. Sebesar Rp10,5 miliar dipakai untuk distribusi bahan kampanye, dan kegiatan relawan sebesar Rp14,9 miliar.
“Dana untuk kegiatan relawan harus mengajukan dulu kebutuhannya. Kalau OK, kita setujui dana baru akan dicairkan,” kata Dimas usai konferensi pers di Markas Relawan Sandiaga di jalan Melawai, Jakarta Selatan, 12 Januari 2017.
Guna meraih kursi DKI 1, ketiga kandidat ini harus mengantungi setengah jumlah suara dari Data Pemilih Tetap 7.108.589 jiwa. Boleh jadi akan ada dua putaran sebagaimana Pilkada sebelumnya, bila melihat tren tingkat keterpilihan dari pelbagai survei yang tidak ada satu pun pasangan meraih suara mencolok. Boleh jadi tidak.
Pertaruhan Uang Pribadi
Bagian yang menarik dari dana kampanye adalah besaran dana yang dikeluarkan dari kantong pribadi masing-masing kandidat. Berdasarkan laporan KPU DKI Jakarta pada Pilkada 2012, Jokowi mengeluarkan kocek pribadi sebesar Rp3,6 miliar. Sedangkan Ahok Rp80 juta. Jumlah itu hanya seperempat dari total dana kampanye. Sementara rivalnya, Foke menyumbang dana Rp15 miliar dan Nachrowi Ramli Rp3 miliar.
Menyumbang dana kampanye dari kantong pribadi adalah pertaruhan besar, apalagi jika jumlahnya gede. Pertaruhan macam ini dilakukan pasangan Anies–Sandiaga. Anies menyumbang Rp400 juta, sementara Sandiaga menyumbang Rp44,8 miliar.
“Itu sudah hampir sepuluh persen kekayaannya," kata Sandiaga mengomentari duit pribadi Anies. "Yang saya sumbang itu paling hanya satu persen dari harta saya, saya lebih leluasa secara ekonomi,” kata Sandiaga enteng.
Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara ke KPU, Sandiaga memiliki kekayaan Rp3,8 triliun dan 10 juta dolar AS. Sementara Anies memiliki Rp7,3 miliar dan 8 ribu dolar AS.
Pasangan calon lain relatif lebih sedikit menyumbang. Sumbangan pribadi Agus-Sylviana dan Ahok-Djarot tidak sebanding dari kucuran dana seorang Sandiaga. Jumlah duit mereka, antara Rp1 juta hingga Rp25 juta, lebih bernilai simbolis saja. Mereka dibantu oleh donatur. Terlebih Ahok yang membuka donasi publik dan acara makan malam lewat Teman Ahok serta sumbangan dari sejumlah pengusaha dan perusahaan. Sayangnya, dalam rilis resmi KPU Jakarta yang tersedia, mayoritas nama-nama donatur besar ini disamarkan.
Pilkada DKI Jakarta 2017 akan memperlihatkan korelasi besaran dana dan perolehan suara. Ia hanya satu faktor. Faktor lain apa yang sedang berlangsung meramaikan politik elite di Indonesia terutama lima tahun terakhir. Sengit-sengitan memainkan sentimen dan pertarungan antar-oligarki.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam