Menuju konten utama

Rajamohanan Tetap Cinta RI Meski Dituntut 4 Tahun Penjara

Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair mengaku tetap cinta Indonesia meski dituntut 4 tahun penjara.

Rajamohanan Tetap Cinta RI Meski Dituntut 4 Tahun Penjara
Terdakwa kasus dugaan suap pengurusan pajak Ramapanicker Rajamohanan Nair menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4). JPU KPK menuntut Direktur Utama PT EK Prima Ekspor Indonesia itu dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair enam bulan tahanan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras/17

tirto.id - Presiden Direktur PT EK Prima Ekspor (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair mengaku tetap cinta Indonesia meski dituntut 4 tahun penjara karena menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar).

"Saya lahir di India, tapi selaku Warga Negara Indonesia, saya mencintai negeri ini, saya menggunakan pendidikan dan pengalaman saya untuk memajukan kehidupan para petani Indonesia terutama di wilayah NTB, NTT dan Sulawesi sejak 1998. Saya bersedia menjalani kehidupan saya setelah masa hukuman di negeri yang saya cintai," kata Rajamohanan saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Piana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/4/2017), seperti dikutip Antara.

Rajamohanan dituntut 4 tahun karena memberikan 148.500 dolar AS dari komitmen Rp6 miliar kepada Handang dan juga ditujukan untuk tim yang dibentuk Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

"Malam harinya saya konfirmasi hasil diskusi dengan mengirimkan pesan melalui whatsapp kepada Handang. Pesan tersebut saya maksudkan bahwa dana Rp6 miliar yang saya siapkan sesuai permintaan Handang sudah termasuk untuk Handang dan anggota tim Haniv sesuai pembicaraan saudara Handang," ungkap Rajamohanan.

Rajamohanan mengaku kenal dengan Handang Sukarno pada Oktober 2016 dikenalkan oleh Chief Accounting PT EKP Siswanto yang mendapat informasi dari konsultan pajak Fajar bahwa Handang dapat membantu permasalahan bukti permulaan.

PT EKP memiliki sejumlah masalah pajak yaitu pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) periode Januari 2012-Desember 2014 dengan jumlah Rp3,53 miliar, Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) sebesar Rp78 miliar, Penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) pada KPP PMA Enam Kalibata dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak (DJP) Jakarta Khusus.

"Selanjutnya pada 20 Oktober 2016, saya dan Siswanto bertemu Handang di restoran Nippon Kan dan saya menanyakan tentang surat permohohan pembatalan STP dan Handang menjawab prosesnya lancar dan bahwa beliau dapat membantu untuk mempercepat proses pembatalan STP PPN PT EKP. Tetapi PT EKPI harus memperhatikan tim STP PPN yang sudah bekerja keras dengan teliti dan saya menjawab siap untuk membantu Handang dan tim," ungkap Rajamohanan.

Kemudian Handang menanyakan bagaimana hitungannya, akhirnya disepakati menggunakan persentase yaitu 10 persen dari Rp52 miliar dari nilai pokok STP PPN ditambah Rp1 miliar sehingga didapat Rp6 miliar.

"Dengan berat hati, saya setuju untuk memberikan dana Rp6 miliar kepada Handang sesuai dengan permintaan beliau," jelas Rajamohanan.

Haniv pun lantas mengeluarkan surat Pembatalan Tagihan Pajak untuk masa pajak 2014 dan 2015 senilai total Rp78 miliar pada November 2016.

"Saya meminta maaf bahwa saya telah khilaf memberikan dana kepada pejabat pegawai negeri, saya sadar itu salah tapi saya tersudut oleh keadaan, saya terpaksa melakukan," ungkap Rajamohanan.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PAJAK atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri