Minimnya naskah drama yang dibukukan di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 menggelisahkan seorang penulis peranakan Tionghoa sehingga mendorongnya untuk berkarya.
Bagi Abdul Hadi W.M., rentang waktu 1976-1982 adalah periode ketika para sastrawan Indonesia melakukan percobaan baru dalam berkarya dengan menggali tradisi sebagai sumber penciptaan.
Kwee Tek Hoay adalah salah satu penulis peranakan penting dalam khazanah kesastraan Melayu-Tionghoa yang juga membentuk identitas kebangsaan Indonesia.