tirto.id - PT Perusahaan Listrik Negara Persero (PLN) menyatakan hingga saat ini terdapat 20 perusahaan yang telah memenuhi pembiayaan (financial close) dalam Proyek Energi Baru Terbarukan (EBT).
Manajer senior divisi EBT PT PLN, Budi Mulyono mengatakan 20 perusahaan tersebut dalam proses membangun pembangkit listrik berbasis EBT.
Ia menyatakan jumlah 20 tersebut terbilang cukup baik karena sebelumnya hanya terdapat 4 perusahaan yang telah mendapatkan pendanaan.
"Tadinya 4 saja dari 70. Sekarang sudah 20 dari 70. Udah naik," ucap Budi di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Jakarta pada Selasa (22/5/2018).
Pada 2017 sebanyak 70 pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) telah menjalin kesepakatan kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN dalam proyek EBT.
Menurutnya, kebanyakan perusahaan terkendala masalah pendanaan. Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM pun dikatakannya telah tahu persoalannya. Ia juga menambahkan bahwa mereka masih belum yakin sumber dana pinjamannya ketika mereka selesai PPA.
Ia mengatakan akan terus mengawal progres realisasi pembangunan tersebut.
"Karena hari demi hari kami diminta kementerian, maka kami panggil mereka satu-satu apa masalahnya. Sekarang daftar perusahaan yang mendapatkan pendanaan udah makin banyak," ujarnya.
Ia juga mengatakan, telah memerintahkan jajaran PLN di daerah untuk terus memonitor kemajuan pendanaan 50 proyek EBT.
"Saya perintahkan PLN wilayah secara berkala, kita tanyakan progresnya," ucapnya.
Ia mengaku di dalam kontrak PPA tersebut terdapat tenggat waktu hingga Oktober 2018 bagi perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan. Namun ia menyebut tenggat waktu dalam kontrak tersebut masih bisa diamandemen.
"Kalau di klausul kontrak itu diterminasi, tapi karena ini proyek-proyek yang sifatnya strategis untuk pengembangan EBT ya itu hanya klausul kontrak. Apalagi PLN mendapatkan perintah dari kementerian untuk jangan diterminasi, bisa (saja) diamandemen," kata dia.
Dia terus mendorong perusahaan-perusahaan tersebut dapat mencapai financial close. Setelah itu, baru tahap pembangunannya.
"Kalau udah financial close baru bisa pembangunan," ujarnya.
Ia menyarankan kepada perusahaan-perusahaan yang belum mendapatkan sumber pembiayaan untuk mencoba melalui skema pembiayaan investasi non anggaran pemerintah (PINA).
Ia mengakui bahwa banyak perusahaan-perusahaan tersebut masih awam dengan PINA di bawah Bappenas.
"Jadi belum disosialisasikan [oleh PINA]. Kami enggak bisa mensosialisasikan karena PINA itu kan bukan punya kami. Mungkin perlu inisiatif juga dari PINA mana saja 50 [proyek] yang sisa ini [belum financial close]. Lalu nanti kami hubungkan," pungkasnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yulaika Ramadhani