tirto.id -
Namun, menurutnya Ratna tidak mengalami gangguan kesehatan akibat depresi tersebut.
"Depresi ini terkontrol. Artinya fungsi kesehatan lain tidak terganggu," kata Fidiansjah saat bersaksi di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Fidiansjah menerangkan, Ratna sudah berobat kepadanya sejak tahun 2017. Kondisi Ratna pada saat itu mengalami gangguan kejiwaan.
Kala itu, Ratna mengalami depresi akibat kondisi keluarganya serta aktivitasnya sebagai pegiat HAM.
"Kesedihan karena situasi kondisi yang dihadapi untuk dirinya, keluarga atau hal yang sering disampaikan. Fungsi sosialnya menimbulkan dinamika yang diluar batas ambang," kata dokter.
"Perkembangan berikutnya suami meninggal suasana seperti ini menambah depresi seseorang. Terlebih ditambah dinamika di keluarga menjadi beban," tambahnya.
Fidiansjah pun tidak bisa menjawab spesifik alasan Ratna berbohong. Akan tetapi, ia tidak menutup kemungkinan aksi berbohong karena kekecewaan dalam operasi kecantikan.
"Apa yang kemudian mungkin dia rasakan sebagai tindakan operasi tiba tiba tidak sesuai. Operasi kan menjadi lebih cantik lebih segar dan sebagainya. Kalau tidak sesuai maka akan bereaksi. Dan reaksinya akan bergabung pada kondisi individu saat itu," kata Fidiansjah.
Fidiansjah mengatakan, kondisi kejiwaan Ratna lebih baik di tahun 2017. Ia mengaku, Obat anti depresan ini diberikan secara rutin setiap minggu. Bahkan Ratna masih diberikan obat walau sudah mendekam di tahanan Polda Metro Jaya.
"Obat untuk memberi kestabilan agar terjadi keseimbangan baru. Kalau tidak diberikan akan mengalami kondisi depresi," tambahnya.
Aktivis Ratna Sarumpaet terseret ke meja hijau akibat menyatakan menjadi korban pemukulan beberapa waktu yang lalu. Padahal, Ratna menjalani operasi plastik di RS Bina Estetika, Jakarta. Ratna pun menceritakan kepada tokoh-tokoh nasional demi mendapat perhatian, termasuk Capres 02 Prabowo Subianto.
Jaksa pun mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nur Hidayah Perwitasari