tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempertanyakan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ingin mengimpor 1 juta ton beras. Menurut Koordinator Juru Bicara DPP PSI, Kokok Dirgantoro impor beras seharusnya dilakukan secara cermat dengan memperhitungkan waktu panen.
PSI menyoroti kinerja Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang dianggapnya kurang tepat. Kata Kokok, Indonesia memiliki dua kali panen raya, yaitu sekitar April-Mei dan sekitar Oktober-November. Ia menyebut stok beras di Indonesia masih aman hingga Juni mendatang karena ditopang hasil panen April-Mei.
“PSI tidak anti-impor. Tapi masalah waktu penting diperhatikan. Kalau mau impor, seharusnya dilakukan Juni-Agustus, atau Desember-Januari,” kata Kokok lewat keterangan tertulisnya, Rabu (17/3/2021).
Padahal, kata Kokok, pada kenyataannya rencana impor beras ini langsung menekan harga gabah. Ia mengatakan saat ini harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani beberapa wilayah sudah di bawah Rp3.800 per kilogram, merosot dari Rp4.800 per kg pada September tahun lalu.
"PSI akan mengerahkan semua struktur yang dimiliki di wilayah untuk mengecek harga gabah. Beberapa jaringan petani yang kami kontak memberikan informasi harga gabah cenderung rendah," kata Kokok.
Kokok menyebut, dari informasi yang dikumpulkan PSI, jumlah produksi dan konsumsi beras Indonesia relatif seimbang dengan kecenderungan kurang. Kata dia, demi ketahanan pangan, harus ada cadangan. Itulah tugas dan peran utama Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menyediakan.
“Ini yang menimbulkan potensi kecurigaan. Produksi kurang untuk mencukupi konsumsi. Tapi Bulog melaporkan kelebihan stok hingga ratusan ribu ton. Dan tetap pula mau impor. Ini ada apa sebenarnya?" katanya.
Lebih jauh, PSI menegaskan, Indonesia memerlukan data tunggal dan kredibel soal produksi dan konsumsi beras. Semua kebijakan harus didasari data tersebut.
“Selain data, perlu juga dicek terutama impor saat ini. Apa dasarnya, importirnya siapa, beli di harga berapa. Jangan ada kesan hanya dijawab diplomatis, sementara banyak kecurigaan terjadi perburuan rente. Lebih baik transparan daripada di ujung nanti terbelit dugaan korupsi. Kalau perlu minta KPK buat mendampingi,” pungkas Kokok.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan M Lutfi sudah memutuskan impor beras satu juta ton menjelang masa panen raya. Mereka mengklaim kebijakan ini tidak merusak harga gabah petani dan beras diserap oleh Bulog serta dikeluarkan pada saat-saat tertentu.
Kebijakan dua menteri Presiden Joko Widodo ini diprotes sejumlah kepala daerah, salah satunya Bupati Blora, Arief Rahman.
Di Blora, sentra utama beras di Indonesia, sudah mulai panen raya. Arief mengatakan harga gabah petani di daerahnya saat ini sudah berada di bawah harga acuan--Rp3.200/kg saat harga pembelian pemerintah (HPP) Rp4.200/kg. Jebloknya harga karena turun hujan yang membuat kadar air gabah tinggi dan berdampak kualitas menurun.
“Menurut saya sebaiknya pemerintah pusat mengutamakan penyerapan gabah lokal dahulu. Belum impor saja harga gabah sudah turun. Kita minta pemerintah fokus penyerapan. Kasihan petani, pupuk sudah sulit, ketika panen harga turun,” kata Arief kepada reporter Tirto, Rabu (17/3/2021).
Tak hanya Bupati Blora, protes juga disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, serta Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
Keengganan untuk mengimpor beras juga diungkapkan Direktur Utama Bulog Budi Waseso, meski ia mendapatkan tugas impor dari Menko Perekonomian dan Mendag.
“Karena kami tetap prioritaskan produk dalam negeri yang mencapai masa puncak panen raya,” kata Buwas.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto