Menuju konten utama

Profil Tokoh Pendiri ASEAN: S. Rajaratnam dari Singapura

S. Rajaratnam adalah salah satu tokoh pendiri ASEAN pada tahun 1967 yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri pertama Singapura. 

Profil Tokoh Pendiri ASEAN: S. Rajaratnam dari Singapura
Perwakilan negara-negara ASEAN saat peresmian gedung baru Sekretariat ASEAN di Jakarta, Kamis (8/8/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) terbentuk setelah Deklarasi Bangkok diteken oleh perwakilan 5 negara ASEAN, pada 8 Agustus 1967.

Kelima negara tersebut adalah Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Sementara 5 tokoh pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok merupakan para menteri luar negeri dari kelima negara tersebut.

Para tokoh pendiri ASEAN itu, yakni Adam Malik (Indonesia), Thanat Khoman (Thailand), Tun Abdul Razak (Malaysia), Narciso Ramos (Filipina), dan S. Rajaratnam (Singapura).

Di antara kelima tokoh itu, S. Rajaratnam menarik untuk diketahui profilnya mengingat ia memiliki pengaruh besar dalam sejarah negara Singapura. Pemikirannya pun memperkokoh keyakinan pada demokrasi multiras di Singapura.

Sempat bekerja sebagai jurnalis, karier politik Rajaratnam lantas meroket hingga ditunjuk menjadi menteri luar negeri pertama di Singapura setelah kemerdekaan. Hingga tutup usia pada tanggal 22 Februari 2006 lalu, Rajaratnam masih diperhitungkan sebagai pemikir politik yang disegani di level ASEAN.

Sejarah Hidup S. Rajaratnam

Sinnathaby Rajaratnam lahir di Jafna, Sri Langka, pada 25 Februari 1915. Baru saja berusia enam bulan, Rajaratnam terpaksa dibawa oleh sang ayah yang bekerja di perkebunan karet ke Seremban Malaya. Ia pun menghabiskan masa mudanya di kota kecil itu sebelum pindah ke Singapura untuk menempuh pendidikan di Raffles Institution.

Minat Rajaratnam kepada buku telah tumbuh sejak kecil berkat pamannya yang memperkenalkan banyak koleksi pustaka kepadanya. Kegemarannya membaca buku membuat ia mampu mencapai level pendidikan tinggi.

Rajaratnam sempat merantau ke Inggris pada 1935 untuk melanjutkannya pendidikannya di King’s College London. Namun, perang dunia II membuat kuliahnya di Inggris harus berhenti.

Saat belajar di Inggris itulah, Rajaratnam tertarik pada politik. Saat berada di London, ia pun ikut bergabung dengan Left Book Club. Organisasi yang fokus mengadvokasi pentingnya buku tersebut membuka mata Rajaratnam akan pentingnya ilmu politik dan diplomasi.

Setelah kuliahnya mandek, Rajaratnam memutuskan bekerja sebagai jurnalis. Kariernya sebagai jurnalis dimulai dari The Malaya Tribute pada tahun 1948 hingga 1950. Ia kemudian memutuskan untuk menetap di Singapura saat bekerja di Singapore Standard pada tahun 1950. Empat tahun kemudian, ia diterima menjadi staf editor tetap di koran legendaris Singapura, The Strait Times.

Bekerja sebagai jurnalis memberikan Rajaratnam kesempatan untuk menulis beberapa artikel yang membahas mengenai isu-isu politik di Singapura dan Malaysia. Banyak tulisan Rajaratnam tentang politik yang menunjukkan penolakannya pada komunisme dan kolonialisme.

Dua tokoh penting di awal kemerdekaan Singapura, Toh Chin Chye hingga Goh Keng Swee terpikat dengan tulisan-tulisan Rajaratnam. Ketiganya lantas menemukan kesamaan pikiran dan membuat keputusan untuk mendirikan People’s Action Party (Partai Tindakan Rakyat) bersama tokoh penting Singapura lainnya, Lee Kuan Yew.

Memasuki pentas politik, Rajaratnam kemudian mundur dari The Strait Times pada tahun 1959. Ia berhasil memenangkan kursi sebagai anggota parlemen mewakili Kampong Glam setelah berhasil mencalonkan diri untuk dewan legislatif.

Pada tahun yang sama, partai yang ia bangun bersama ketiga politikus besar Singapura, People’s Action Party berhasil memenangkan pemilihan umum. Kemenangan itu membuat Rajaratnam lalu ditunjuk menjadi Menteri Kebudayaan Singapura yang pertama.

Tahun itu, Singapura baru saja mendapatkan haknya sebagai self-governing state. Namun, kondisi politik di Singapura belum mencapai titik stabil. Gejolak hebat terjadi akibat bersatunya Singapura dengan Federasi Malaysia pada tahun 1963.

Penggabungan itu memicu protes besar-besaran oleh rakyat Singapura. Dilandasi oleh ketegangan rasial, pada tahun 1965, Singapura akhirnya lepas dari Malaysia dan memperoleh kemerdekaan.

Setelah terbentuknya Republik Singapura, Rajaratnam kemudian meninggalkan posisinya sebagai menteri kebudayaan untuk menjadi menteri luar negeri.

Menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Rajaratnam mengukuhkan Singapura sebagai negara yang independen di mata internasional. Ia berhasil menegosiasikan keanggotaan Singapura di PBB dan Commonwealth. Selain itu, ia pun turut memprakarsai pendirian ASEAN.

Baca juga artikel terkait ASEAN atau tulisan lainnya dari Maysa Ameera Andarini

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Maysa Ameera Andarini
Penulis: Maysa Ameera Andarini
Editor: Addi M Idhom