Menuju konten utama

Pro-Kontra Soal Tali Pusat

Beragam metode pengasuhan anak dengan konsep “back to nature” menjadi tren. Salah satunya adalah lotus birth.

Pro-Kontra Soal Tali Pusat
Ilustrasi lotus birth. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sudah dua hari Baly lahir di dunia. Selama itu pula plasenta dan tali pusatnya menempel, menemaninya tidur dan menyusu. Dewi memilih membiarkan plasenta dan tali pusat Baly puput alami tanpa pemotongan. Lotus birth, begitu ia istilah yang ia tahu.

Dewi pertama kali mengenal metode tersebut dari seorang bidan di Bali. Ia memang sengaja merencanakan proses persalinan di sana. Ia mendapat informasi bahwa ada klinik yang menawarkan persalinan yang nyaman, aman, dan tanpa trauma. Kala itu, usia kandungan Dewi sudah mencapai 8 bulan.

“Konsultannya memberikan sugesti baik tentang melahirkan yang nyaman serta manfaat tidak memotong tali pusat,” katanya kepada Tirto.

Baca juga: Gentle Birth Nama Baru, Gaya Lama Cara Melahirkan

Ia menceritakan kembali saran dari sang bidan. Katanya, dengan menerapkan lotus birth, bayinya bisa mendapat sisa makanan dari darah plasenta. Fungsinya untuk membantu pemenuhan asupan makanan bayi. Apalagi di awal kelahiran, ASI pertama ibu belum maksimal keluar. Selain itu, sistem kekebalan bayi juga diyakini menjadi lebih baik.

Baca juga:ASI Perah Boleh Tapi Jangan Lewatkan Menyusui Langsung

Mempelajari dan menerapkan persalinan lotus memberinya filosofi persalinan bahwa melahirkan tak sekadar mengeluarkan bayi. Lebih dari itu, bayi harus tetap nyaman saat berada di luar perut ibu. Dengan lotus birth, bayi merasa nyaman karena masih bertemu “kembarannya” hingga waktu berpisah secara alami.

“Aku langsung yakin. Beberapa jam bayiku lahir, tim bidan sudah menyiapkan wadah baskom isi air dan bunga.”

Baskom tersebut menjadi tempat tinggal plasenta selama masih terhubung dengan bayi. Biasanya, baskom diberi bunga-bungaan atau rempah-rempah untuk menyamarkan bau. Dewi percaya bahwa metode ini memberi bayi tubuh yang lebih sehat dan tumbuh kembang lebih baik.

“Tapi karena masih pro-kontra, sebaiknya kaji dulu saja,” ujarnya bijak.

Apa yang dilakukan Dewi terhadap anaknya lain dengan metode yang umum dilakukan. Tali pusar bayi kebanyakan biasanya langsung diklem (dijepit) dan dipotong, sehingga terpisah dari plasenta. Namun, dengan metode lotus birth, tali pusat bayi tak segera dipotong setelah persalinan. Ari-ari dan bayi dibiarkan tetap terhubung hingga ari-ari lepas sendiri. Tali pusat terlepas dari perut bayi pada hari ke-3 hingga ke-10 pasca-persalinan.

Salah satu dokter spesialis kandungan yang mendukung metode ini adalah dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, SpOG (K), MARS. Ia mengatakan, meskipun sudah tak berada dalam kandungan, plasenta masih memiliki fungsi lain bagi bayi.

“Secara psikologis, tali pusat dan bayi seperti bayi kembar. Banyak testimoni mengatakan dengan lotus birth anak menjadi lebih kalem, tenang, dan tak mudah panik,” kata dokter Nyoman kepada Tirto.

Pemisahan tali pusat dan bayi diumpamakannya seperti seorang anak pisah dari boneka kesayangannya. Anak kemungkinan menjadi gelisah dan panik. Meski tali pusat yang terhubung pada bayi tak lagi berfungsi sebagai pasokan nutrisi, ia dipercaya memberikan kenyamanan pada bayi.

“Manusia bukan hanya seonggok daging, jadi jangan hanya memandang secara fisik saja. Harus juga dilihat secara psikologis.”

Infografik Lotus Birth

Rekomendasi WHO

Lotus birth belakangan menjadi tren. Banyak artis mengunggah foto bayinya bersama ari-ari yang belum dipotong. Beberapa di antaranya adalah Andien (penyanyi) dan Atika Hasiholan. Postingan mereka tak pelak menjadi bahan perdebatan.

Baca juga: Pro-Kontra Makanan Padat Bayi

Wajar, sebab lotus birth memang banyak ditentang oleh para dokter. Perwakilan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Ulul Albab, SpOG, seorang spesialis kandungan, mengatakan lotus birth tak memiliki dasar medis. Bahkan metode, tersebut tak ada dalam SOP para dokter ketika membantu persalinan.

“Tali pusat pada dasarnya bukan organ hidup,” katanya kepada Tirto.

Tren yang sekarang menjamur di Indonesia, katanya, mulai berkembang di Bali. Menurutnya, cara itu banyak dipakai demi mengikuti tradisi, bukan rekomendasi medis.

Ketika sudah tidak berada dalam kandungan, tali pusat dan plasenta tak lagi memiliki fungsi. Ia tak bisa mengalirkan nutrisi saat lepas dari pembuluh darah ibu dalam hitungan waktu tertentu. Bahkan, menurut dokter Ulul, pembiaran tali pusat selama berhari-hari dapat meningkatkan risiko infeksi. Tali pusat serta plasenta yang disimpan di dalam baskom juga berpotensi membuat ibu kesulitan beraktivitas.

“Itu dasarnya dari mana? Anak yang tali pusatnya dipotong saja berisiko infeksi, apalagi yang dibiarkan membusuk.”

Dalam rekomendasi WHO, memang disarankan menunda pemotongan tali pusat. Hanya saja, waktunya dibatasi 1-3 menit setelah persalinan. Tujuannya agar darah terus mengalir dari plasenta ke bayi. Dalam plasenta yang masih berdenyut, terdapat 30–60 persen darah tambahan untuk bayi.

Manfaat penundaan pemotongan tali pusat seperti ini disebut dapat menurunkan risiko anemia bayi. Selain itu, darah yang masih mengalir dari plasenta meningkatkan kandungan zat besi bayi hingga enam bulan setelah lahir. Aliran sel-sel induk dari plasenta juga mampu membantu menyempurnakan organ dalam tubuh bayi.

Baca juga:Anemia Turunkan IQ Anak

Kelengkapan nutrisi yang diterima bayi lebih dipengaruhi oleh kesiapan fisik ibu dalam memberikan ASI. Penelitian Kathryn G. Dewey dan Roberta J. Cohen menunjukkan nutrisi anak di negara berkembang dipengaruhi oleh selisih kelahiran antar-anak. Ketika selisih kelahiran dekat, bayi cenderung kekurangan nutrisi karena ibu harus membagi asupannya kepada lebih dari satu anak.

Baca juga artikel terkait GENTLE BIRTH atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani