tirto.id - Setelah memasuki umur 6 bulan, bayi biasanya akan dikenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang biasanya berbentuk lunak. Alasannya, pencernaan bayi masih sangat lemah, di samping gigi yang belum tumbuh. Namun, sebagian ibu kini mulai mengenalkan MPASI berupa makanan padat. Mereka percaya, layaknya belajar merangkak dan berjalan, bayi juga bisa beradaptasi dengan makanannya secara mandiri. Metode ini dinamakan Baby Led Weaning (BLW).
Salah satu publik figur yang menerapkan BLW adalah Andien. Penyanyi beraliran jazz ini sudah lama dikenal dengan gaya hidupnya yang alami. Selama kehamilan dan persalinan, Andien menerapkan konsep gentle birth, yakni persalinan alami yang menitikberatkan pada proses kelahiran tenang dan tanpa rasa takut. Kini, ia menerapkan konsep BLW saat anaknya sudah berusia 6 bulan.
Baca juga: Di Balik Tren Menggendong Bayi
Dalam akun istagramnya @andienaisyah, ia kerapkali mengunggah video bayinya, Kawa, sedang berusaha mengunyah makanan padat yang disuguhkan. Beberapa kali Kawa terlihat asyik makan bersama kedua orang tuanya dan minta tambah saat mengunyah potongan tomat.
“Prinsip dari BLW adalah mempercayakan anakmu. Kalau memang dia kebanyakan, lain kali dia akan belajar untuk tidak kebanyakan,” tulis Andien di salah satu unggahannya.
Pro dan kontra memang muncul terhadap cara Andien tersebut. Ia dikritik karena memberikan makanan padat sebelum waktunya. Namun, tak sedikit yang membela Andien dan menganggap caranya memberikan MPASI kepada Kawa sebagai langkah yang tepat.
Meski masih kontroversial, sudah banyak ibu yang menerapkan konsep BLW kepada anaknya. Selain Andien, ada pula Ernita, seorang ibu dua anak yang mengaku mendapat banyak manfaat ketika menerapkan metode BLW kepada anak keduanya. BLW membantunya untuk melatih berbagai macam aspek positif kepada anak, misalnya kemandirian, kemampuan motorik, juga kepribadian anak.
Ia bahkan membeli buku-buku panduan BLW secara khusus untuk dipelajari. Sehari-hari, Ernita pun tak perlu repot memasak makanan dan melumatkannya terlebih dahulu untuk konsumsi anaknya. Ia cukup menyiapkan menu berupa buah potong, sayur atau daging yang dikukus, dan outmeal.
“Faith (anaknya) jadi belajar memahami makanan. Awalnya ia memang tidak langsung mengambil dan memasukkan makanan ke dalam mulut,” katanya kepada Tirto.
Pada tahap pengenalan, Faith mulanya hanya mengamati, lalu memukul-mukul wadah makanan. Setelah beberapa menit, akhirnya ia mulai memperhatikan, mengambil, dan mencoba makanannya.
“Kunci sukses BLW menurut saya adalah kesabaran,” jelasnya.
Manfaat BLW
BLW merupakan suatu metode alternatif mengenalkan makanan pelengkap pada bayi yang bentuknya tidak lumat. Bayi diberi makanan padat layaknya orang dewasa dengan ukuran dapat digenggam tangan bayi (finger food). Bayi kemudian dibiarkan Setelah itu membiarkan mereka memakan makanannya sendiri tanpa disuapi.
Konsepnya, membuat bayi mempelajari kemampuan makan seperti mengunyah, menggerakkan makanan ke belakang mulut, menelan, dan membiarkan mereka mengasah insting kapan harus berhenti makan saat kenyang. BLW juga dapat melatih bayi untuk merasakan tekstur, warna, bau, dan rasa dari makanan. Para orang tua yang melakukan metode ini juga memberikan waktu kepada bayi untuk menyapih dirinya sendiri.
Jika ingin menerapkan BLW pada anak, tunggulah hingga usianya menginjak 6 bulan. Pada usia itu, kebanyakan bayi sudah bisa duduk sendiri, menggapai, serta memegang benda. Mereka juga memiliki refleks menjulurkan lidah yang menyebabkan benda asing terdorong keluar dari mulut, serta usus telah mengembangkan enzim pencernaan yang dibutuhkan untuk menyerap makanan padat.
Baca juga: Inkubator Kehidupan untuk para Bayi Prematur
Dengan menerapkan BLW, anak juga memiliki kesempatan lebih besar untuk makan bersama keluarga sehingga dapat mempererat emosi antara anak dan orang tua. Tak perlu khawatir tersedak, karena hanya sekitar 30% ibu yang menerapkan BLW melaporkan kejadian tersedak, yang paling umum terjadi karena mengunyah apel. Dengan kejadian itupun, ke depannya bayi akan belajar untuk tidak memasukkan makanan terlalu banyak atau terlalu dalam.
Manfaat lain dipaparkan dalam penelitian Townsend dan Pitchford NJ yang diterbitkan pada tahun 2012 kepada 155 bayi, dimana 92 bayi memakai metode BLW sementara 63 lainnya masih disuapi. Hasilnya menunjukkan kelompok bayi yang diberi metode BLW lebih bisa mengatur asupan makanan mereka dengan indikasi BMI yang ideal sehingga risiko obesitas pun lebih rendah dibanding bayi yang metode makannya masih disuapi.
MPASI Menurut WHO
BLW sedang menjadi tren meski masih diwarnai pro dan kontra. Lantas, bagaimana seharusnya pemberian MPASI?
Menurut WHO, pemberian makanan komplementer harus dimulai ketika bayi memasuki usia 6 bulan. Pemberian makanan pelengkap baiknya berada dalam konsistensi jumlah dan frekuensi, serta menggunakan berbagai kombinasi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.
Baca juga: Manfaat Inisiasi Menyusui Dini
Tekstur makanan disarankan sesuai dengan usia anak. Makanan komplementer tingkat awal yang bagus diberikan kepada bayi adalah jenis yang lembut. Pada anak usia 6-8 bulan, di samping ASI, makanan pelengkap diberikan dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Frekuensi ini akan meningkat menjadi 3-4 kali sehari ketika anak menginjak umur 9-11 bulan. Di umur 12-24 bulan, frekuensi makan ditambah dengan camilan bergizi sebanyak 1-2 kali per hari.
Mengacu pada pedoman WHO, dr. Utami Roesli, SpA.,IBCLC.,FABM, seorang dokter konsultan laktasi yang juga merupakan Ketua Sentra Laktasi Indonesia mengatakan pemberian makanan padat harus disesuaikan dengan umur anak. Selain itu, pemberiannya juga harus dilakukan secara bertahap.
“Awalnya harus lumat, lunak, baru normal, itu sudah pakem, dari pemerintah juga begitu. Jadi salah kalau makanan orang dewasa langsung,” katanya kepada Tirto.
Bagi beberapa orang, BLW dianggap sebagai cara terbaik agar anak bisa memberikan respons terhadap makanan. Namun, bagai beberapa orang, BLW dianggap kurang tepat karena bayi seharusnya diberikan makanan yang lunak, sesuai dengan usianya. Anda pilih yang mana?
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti