Menuju konten utama

Di Balik Tren Menggendong Bayi

Tren menggendong bayi tengah melanda dunia lagi. Para selebriti tak malu atau canggung menggendong bayinya dengan gendongan. Apa yang telah dilakukan para pesohor bukan tren semata, ada manfaat berharga dari menggendong bayi.

Di Balik Tren Menggendong Bayi
Ilustrasi orang tua menggendong bayi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Artis Beyonce, Natalie Portman, Kourtney Kardhasian, Julia Roberts, Sarah Jessica Parker, Heidi Klum, Alanis Morrissette dan lainnya tetap tak luput dari jepretan kamera saat mereka ke luar rumah sambil menggendong bayinya. Beberapa artis pria seperti Channing Tatum, Orlando Bloom, Jamie Fallon hingga Brad Pitt langsung naik pamornya, bahkan dianggap semakin seksi, kala terlihat menggendong bayi.

Di Indonesia, ada pasangan suami istri, Andien dan Irfan Wahyudi (Ippe), yang gemar menggendong bayinya yang bernama Anaku Askara Biru, atau yang biasa dipanggil Kawa. Di akun instagram milik Andien, banyak dipajang foto-foto Andien atau Ippe sedang menggendong Kawa yang usianya belum genap 6 bulan itu.

Gendongan pernah dianggap sebagai sesuatu yang “ketinggalan zaman”. Hanya orang-orang dari kelompok masyarakat “kelas bawah” atau daerah dan negara-negara tertinggal saja yang menerapkan tradisi ini. Padahal menggendong bayi adalah tradisi yang sudah ada sejak mulainya peradaban manusia. Tradisi menggendong bayi ada pada setiap kebudayaan di setiap daerah di dunia.

Bayi manusia yang baru lahir adalah makhluk tak berdaya yang tidak mampu bertahan hidup sendiri. Ia sangat tergantung kepada orangtuanya. Untuk melindungi bayinya dari segala mara bahaya, seperti kondisi alam dan cuaca, serta binatang buas, orangtua membawa bayi mereka, ke mana pun mereka pergi.

Namun, membawa bayi ke mana-mana dengan tangan tanpa bantuan alat apa pun, tentu saja sangat merepotkan, terutama pada masa peradaban manusia nomaden, saat orangtua harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, juga harus berkerja dan mencari makanan, akhirnya manusia membuat alat penggendong bayi sederhana.

Berbagai pendapat mengatakan bahwa alat penggendong bayi termasuk salah satu teknologi pertama yang diciptakan manusia. Bahkan, Blaffer Hrdy, S. dalam bukunya Mother Nature – Maternal Instincts and the Shaping of The Species mengatakan bahwa penemuan alat penggendong bayi memainkan peran sangat menentukan dalam perkembangan spesies manusia. Pada awalnya, manusia purba menciptakan alat penggendong bayi dari bahan-bahan yang ada di alam, seperti kulit kayu, dedaunan dan kulit binatang.

Bahan-bahan tersebut diolah sedemikian rupa hingga menjadi alat sederhana yang bisa digunakan untuk menempelkan bayi di badan orangtuanya. Dengan demikian, anak tetap terjaga keselamatan dan asupan makanannya, sementara orangtua tetap bisa leluasa bergerak dan menggunakan tangannya untuk melakukan hal lain. Ketika gaya hidup manusia berubah dari nomaden menjadi menetap sebagai petani, gaya menggendong bayi pun mulai berubah. Bayi tak lagi harus selalu dibawa menempel di tubuh ibunya. Ibu bisa melepaskan bayi dan meletakkannya di sebuah tempat dekat dengannya. Umumnya, sekelompok ibu-ibu akan mengasuh bayi-bayi dan anak-anak mereka secara bersama-sama, sambil bekerja, yaitu menanam, menumbuk, dan pekerjaan lain untuk mengolah tumbuhan menjadi bahan makanan.

Bayi dan anak-anak dititipkan pada salah satu anggota keluarga, sementara ibu melakukan pekerjaan lain.

Kondisi cuaca juga sangat berpengaruh pada cara menggendong bayi. Aletha Solter, PhD, dalam buku The Aware Baby, seperti disebutkan dalam situs marionrose.net mengatakan bahwa di daerah yang memiliki iklim lebih panas, budaya menggendong lebih banyak dilakukan. Pertimbangannya, ibu harus lebih sering menyusui dan memberi makanan anak, supaya terhindar dari dehidrasi. Sementara, pada daerah dengan iklim yang cenderung lebih dingin, kebutuhan minum dan makan pada bayi lebih sedikit, sehingga ibu cenderung meletakkan bayi-bayi mereka pada keranjang, ayunan atau hammock.

Ketika teknologi kain mulai berkembang, manusia menggunakan bahan yang sama dalam membuat pakaian sebagai alat untuk menggendong bayi. Di Afrika, orang menggunakan bahan kain yang disebut kanga atau katinge, di Meksiko menggunakan bahan rebozo, di India, bayi dimasukkan ke dalam sari, sementara di Inggris, menggunakan selendang tebal untuk menggendong, sekaligus menjaga bayi tetap hangat.

Di Indonesia, orang menggunakan kain selendang panjang atau jarik, Mei Tai digunakan di wilayah China, Thailand, Vietnam dan Laos. Di Jepang digunakan kain serupa Mei Tai yang terbuat dari kain katun atau wol yang tebal, sementara Korea menggunakan kain selimut yang disebut padoegi. Beragam cara menggendong, posisi bayi dan model mengikat kain pun berbeda-beda sesuai dengan budaya masing-masing.

Infografik Manfaat menggendong Bayi

Perjalanan Gendongan Bayi

Seiring perkembangan zaman, mengasuh dan merawat anak tidak dilakukan oleh orangtua sendiri, melainkan diserahkan kepada orang lain, terutama pada masyarakat kalangan atas. Pada abad pertengahan, pola asuh yang umum adalah orangtua membayar pengasuh untuk menjaga dan merawat anak di rumah. Konsekuensinya, tercipta jarak antara orangtua dan anak-anak yang lebih dekat dengan pengasuh-pengasuh mereka, seperti yang terjadi di kalangan masyarakat kelas atas di Eropa.

Untuk memperbaiki gap tersebut, Ratu Victoria memperkenalkan kereta dorong bayi atau yang disebut pram. Pram diciptakan oleh seorang arsitek berkebangsaan Inggris bernama William Kent pada 1733. Dengan pram, orangtua bisa membawa anak-anak dalam aktivitas mereka, tetap tetap bersama para pengasuh mereka. Pada pertengahan tahun 1800-an, adalah masa kejayaan pram di seluruh dunia, terutama di Inggris. Bahkan, Heinrich Ploss, seorang genekolog dan antropolog dari Jerman mengatakan bahwa pada 1884 jalanan dan taman kota di London dipenuhi oleh kereta-kereta bayi yang didorong oleh para pengasuhnya.

Di sisi lain, bersamaan dengan mewabahnya kereta bayi, terjadi juga revolusi dalam pola pengasuhan anak. Perawatan dan tenaga medis untuk melahirkan menggantikan cara melahirkan alami, susu formula menggantikan ASI, dan melahirkan di rumah sakit menggantikan melahirkan di rumah dengan cara tradisional.

Semua ini mulai dianggap sebagai standar baru yang harus diberikan kepada bayi baru lahir dari anggota masyarakat yang terhormat dan makmur. Dengan demikian, gendongan, menyusui, kelahiran di rumah, dan kelahiran alami dianggap sesuatu yang ketinggalan zaman, sesuatu untuk kelas dari strata masyarakat rendah. Potret masyarakat ini sempat diabadikan oleh pelukis Rembrandt dalam lukisannya yang berjudul “Three Beggars at The Door of A House”.

Selanjutnya, budaya menggendong bayi benar-benar ditinggalkan, terutama oleh dunia Barat. Mulai 1870 sampai 1920, keranjang dan ayunan bayi dari kayu, serta kereta dorong dari besi menjamur, kemudian digantikan dengan stroller, keranjang dan box bayi dengan desain dan bahan yang lebih simpel sejak 1950-an, yang menjadi penanda status sosial bagi para orangtua. Baru pada tahun akhir 1960-an, gendongan bayi mulai dilirik kembali. Diawali oleh seorang wanita Amerika bernama Ann Moore yang bekerja sebagai relawan Peace Corps yang terinspirasi oleh para wanita Afrika membawa bayi mereka di punggung, di Togo, Afrika Barat.

Ia lantas menciptakan gendongan bayi berbentuk ransel yang dinamakan Snugli. Pada 1970-an, perusahaan gendongan kain pertama dari Jerman, Didymos, didirikan setelah pendirinya mendapat rebozo Meksiko, dan terinspirasi untuk membuat gendongan kain.

Pada awal 1980-an, gendongan selempang dengan cincin ditemukan oleh Rayner Gardner yang tinggal di Hawaii untuk istrinya. Gardner menjual idenya kepada Dr William Sears, yang menemukan istilah 'attachment parenting' dan istrinya, Mary menemukan istilah 'babywearing'setelah menggunakan gendongan selempang untuk menggendong anak mereka dan menggambarkan gendongan selempang itu seperti pakaian yang dia pakai di pagi dan baru dilepas pada malam harinya.

Kini, perlahan namun pasti, gendongan bayi semakin naik daun kembali. Berbagai penelitian pun membuktikan bahwa menggendong bayi memiliki banyak manfaat, baik bagi orangtua, maupun bayi. Di antaranya denyut jantung bayi yang lebih stabil, pernapasan yang lebih teratur, waktu tidur yang lebih lama, lebih sedikit stres dan lebih jarang menangis, sistem kekebalan tubuh yang lebih baik bila digendong terus oleh orangtua, tingkat penyerapan oksigen yang lebih tinggi, kenaikan berat badan yang lebih cepat, perkembangan otak yang lebih cepat, serta tingkat keberhasilan menyusui lebih tinggi.

Bayi juga lebih cepat belajar peran mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, tentang budaya, norma dan nilai yang berlaku di dalamnya, serta lebih cepat belajar beradaptasi dan lebih mudah menyesuaikan diri. Berbagai pilihan gendongan yang kebanyakan terinspirasi dari gendongan tradisional, dalam beragam bentuk dan bahan, dengan harga yang termurah sampai termahal pun tersedia. Di situs Pinterest, terdapat bermacam-macam inspirasi gendongan yang lebih stylist dan fashionable.

YouTube memberikan banyak sekali video tutorial tentang cara dan panduan memakai gendongan yang aman dan nyaman bagi bayi dan orangtua. Jadi, apakah masih ragu untuk menggendong bayi?

Baca juga artikel terkait BAYI atau tulisan lainnya dari Maharani Indri

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Maharani Indri
Penulis: Maharani Indri
Editor: Suhendra