Menuju konten utama

Potret Lautan Manusia & Pedagang Beromzet Rp100 Juta di Tanah Abang

"Kalau dihitung omzetnya sih kalau lagi ramai banget bisa tembus Rp100 juta kurang sedikit. Dalam sehari"

Potret Lautan Manusia & Pedagang Beromzet Rp100 Juta di Tanah Abang
Calon pembeli memilih busana di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (10/5/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Jalan K.H Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat bisa jadi sebagai jalanan tersibuk di Jakarta siang hari itu, Kamis (7/6). Kendaraan mobil dan motor di parkir liar, pedagang kaki lima, pejalan kaki, semua tumpah ruah. Keramaian itu bercampur dengan orang-orang yang menjinjing kantong belanjaan.

Di Pasar Blok B Tanah Abang lautan manusia semakin padat. Pengunjung Blok B yang kebanyakan perempuan lalu lalang berburu barang belanjaan. Di antara sekian banyak pengunjung ada R. Uni Dhiani, 52 tahun, ia dan anaknya, Geri, 23 tahun, sudah dua jam berkeliling dari Pasar Tanah Abang Blok B hingga Blok A. Keduanya seperti kebanyakan orang lainnya sedang mencari pakaian untuk keperluan Hari Raya Idul Fitri yang tinggal dalam hitungan hari.

"Mau lihat-lihat saja, tapi tahu-tahu beli," katanya sambil tertawa.

Meski orang tuanya berasal dari Jawa Barat, tapi Dhiani lahir di Jakarta. Ia sudah sering belanja di Tanah Abang sejak bekerja di Sarinah pada 1985. Alasannya tentu saja karena harga yang jauh lebih murah dibanding barang-barang di mal. Selain itu, koleksi pakaian di Tanah Abang juga lebih lengkap dan telah dipisah ke beberapa lokasi sesuai model dan jenis pakaian.

Ia sempat duduk di tangga depan pintu masuk Pasar Blok B Tanah Abang. Sudah ada sekitar tiga kantong plastik di tangannya, isinya adalah baju-baju yang akan ia dan keluarganya kenakan saat Salat Idul Fitri nanti.

Namun, perburuan belanja pakaian hari itu belum selesai. Ia masih mau mencari Pashmina dan sepatu untuk dikenakan saat kunjungan dengan keluarga lebaran nanti. Kepadatan orang dan suasana siang yang panas tak menyurutkan dirinya berpuasa.

"Itu gara-gara dia nih, pinggangnya sakit katanya. Saya sih Alhamdulillah masih kuat," kata Dhiani sambil menoleh ke Geri, anaknya, sambil tertawa.

Pasar Tanah Abang sudah menjadi langganan untuk mencari baju, terutama menjelang Idul Fitri. Saban hari ribuan orang memadati pasar pakaian dan tekstil terbesar di Indonesia ini. Bagi yang pernah menyelami lorong-lorong Pasar Tanah Abang, pastinya akan akrab dengan aksi teriak-teriak penjaga toko memanggil pengunjung. Biasanya mereka melakukan itu sambil berdiri di atas bangku supaya lebih tinggi dibanding kerumunan

"Bunda! belanja yuk bunda!"

"Baju Lebarannya boleh kakak!"

Ada juga toko yang memasang pelantang suara dan memutar musik dengan volume kencang. Lagu yang dimainkan bermacam-macam mulai dari pop minang, dangdut koplo, hingga lagu barat.

Ahmad Fadholi, 22 tahun, pedagang di Blok A, tampak sibuk memanggil pengunjung ke tokonya yang menjajakan baju Muslim. Pada hari biasa Toko At-Taqwa hanya berjualan perlengkapan haji. Baju muslim hanya salah satu jenis dagangannya.

Namun saat bulan puasa, ia hanya memfokuskan diri berjualan baju Muslim. Ukuran dan jenisnya bermacam-macam, mulai dari untuk anak umur 2 tahun hingga untuk dewasa. Untuk harga ada di kisaran Rp50 ribu sampai Rp200 ribu.

"Kalau dihitung omzetnya sih kalau lagi ramai banget bisa tembus Rp100 juta kurang sedikit. Dalam sehari," kata Fadholi.

Di pekan awal dan pertengahan Ramadan omzet penjualan mencapai lebih dari Rp50 juta per hari. Angka ini jelas melebihi pemasukan di luar Ramadan yang hanya mencapai Rp20 juta per hari.

Baju koko model "Black Panther" yang terinsipirasi dari baju Raja Wakanda T’Challa dalam film Black Panther disebut-sebut yang paling laris. Awal Ramadhan lalu toko At-Taqwa berhasil menjual tiga karung baju koko "Black Panther" hanya dalam waktu dua hari.

"Kemudian dijual lagi jarak waktu seminggu sekali. Tapi ya gitu, paling lama dipajang 2 hari langsung habis," kata Fadholi.

Selain itu jenis baju muslim yang diminati tahun ini adalah Kurta. Baju khas Pakistan yang seperti gamis tapi panjangnya hanya sampai paha. Fadholi mengaku kerap kesal dengan pengunjung yang banyak tanya tapi akhirnya batal membeli. Selain itu, pengunjung yang lama memilih pun kerap membuatnya geleng-geleng kepala. Pasalnya itu membuat toko sumpek.

Namun rupanya tak semua toko mengalami nasib seperti toko At-Taqwa. Misalnya saja toko Lestari yang sehari-hari menjual kebaya. Di bulan Ramadan seperti ini, menjual sepotong kebaya saja sulitnya bukan main.

"Soalnya kan kalau Ramadan orang carinya baju koko, gamis. Biasanya sih kami ambilnya Kartini atau abis lebaran kan banyak orang nikah," kata Lulu, 25 tahun, penjaga toko Lestari.

Di luar Ramadan, menjual 50 potong kebaya adalah perkara biasa. Bahkan kadang bisa sampai 100 potong jika ada yang membeli dalam jumlah kodian. Sedangkan di hari-hari Ramadan seperti ini biasanya mereka hanya mengandalkan pelanggan asal Malaysia yang biasa membeli untuk dijual lagi di negaranya.

Namun Lulu tetap merasa tenang karena ia berkeyakinan masing-masing orang sudah digariskan rezekinya. "Rezeki mah udah ada yang atur mas," katanya.

Pengalaman Dhiani, Fadholi, hingga Lulu menggambarkan bagaimana Pasar Tanah Abang di hari-hari jelang Lebaran menjadi pusat kunjungan lautan manusia, dan aktivitas puncak mengais rezeki para pedagang.

Baca juga artikel terkait PENATAAN TANAH ABANG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Muhammad Akbar Wijaya