tirto.id - Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah per Juni 2020 berada di angka Rp5.264,07 triliun. Nilai ini naik tipis dari Mei 2020 yang berkisar Rp5.258 triliun. Dengan posisi ini utang pemerintah mencapai level 32,67 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dengan batas 60 persen dari PDB.
Komposisinya terbagi menjadi Surat Berharga Negara (SBN) Rp4.472,22 triliun atau setara 83,9 persen dari total utang. Lalu ada pinjaman senilai Rp791,85 triliun atau setara 16,1 persen dari PDB.
Dari total utang dalam bentuk SBN terbagi lagi berdasar mata uang. SBN Domestik berjumlah Rp3.280,02 triliun dengan Rp2.665,48 triliunnya dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan Rp615,54 triliun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk Rp614,54 triliun.
Setelah SBN domestik, ada penerbitan SBN dalam valuta asing (valas) senilai Rp1.192,21 triliun. Sekitar Rp939,06 triliunnya berupa SUN dan Rp253,15 triliun berupa SBSN.
Pada kategori pinjaman, sumber utang terbanyak berasal dari pinjaman luar negeri Rp782,04 triliun dan sisa Rp9,8 triliun dari dalam negeri. Rincian pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp305,26 triliun, multilateral Rp434,35 triliun, dan bank komersial Rp42,44 triliun.
Sementara itu hingga Juni 2020 ini, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan utang Rp421,547 triliun. Nilai ini setara 34,5 persen dari total pembiayaan utang Perpres 72/2020 senilai Rp1.220,5 triliun. Angka ini naik 132,7 persen dari capaian 2019.
Realisasi utang hingga Juni 2020 masih didominasi oleh SBN (netto) sebanyak Rp430,4 triliun setara 36,7 persen dari target Perpres 72/2020. Angka ini juga naik 119,9 persen dari tahun lalu. Sementara itu pemerintah masih mencatatkan pembayaran pinjaman dengan realisasi per Juni 2020 Rp8,9 triliun.
“Ini kenaikan yang sangat besar karena defisit diperkirakan mencapai 6,34 persen dari PDB,” ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Senin (21/7/2020).
Posisi rasio utang pemerintah per Juni 2020 senilai 32,67 persen juga menandakan kenaikan signifikan dalam 5 tahun terakhir. Sebab dalam 6 bulan saja, rasio utang naik 2 persen poin dari akhir 2019 yang berkisar 30,23 persen.
Kenaikan ini relatif lebih cepat dari sebelumnya. Tahun 2016 misalnya naik 0,8 persen poin menjadi 28,3 persen dari 27,5 persen di 2015. 2017 hanya naik 1,6 persen poin menjadi 29,93 persen dan malah turun di 2018 menjadi 29,81 persen. 2019 naik lagi 0,42 persen poin menjadi 30,23 persen.
Bank Dunia pantas khawatir dengan lonjakan rasio utang ini dan meminta pemerintah menyiapkan rencana melandaikan kurva kenaikan utang. Di akhir 2020 posisi utang diperkirakan akan naik menjadi 40 persen dari PDB dengan asumsi defisit 6,27 persen PDB.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan