tirto.id - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mencari informasi tambahan dengan cara memantau alat komunikasi milik keluarga sepuluh korban anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia yang disandera Kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
“Alat komunikasi terus kami monitor untuk mengetahui pergerakan dan mendapat tambahan informasi,” kata Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti usai Puncak Acara Hari Pers Nasional 2016 dan HUT ke-70 PWI di Gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Rabu (30/3/2016) malam.
Menurut Badrodin, pihaknya juga melacak beberapa nomor telepon yang dihubungi di Indonesia dan diketahui sempat berkomunikasi dengan keluarga korban sandera.
Selain itu, lanjut dia, dalam kasus ini Polri juga terus berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk membebaskan seluruh sandera, sekaligus bekerja sama dengan otoritas di Filipina. Bahkan, lanjut dia, kalau mendapat izin pihaknya siap membantu di lokasi. “Kemudian bersama tim TNI bersinergi karena kapalnya milik TNI,” kata Kapolda Jawa Timur ini.
Badrodin menambahkan, saat ini telah dilakukan pembagian tugas antara TNI dan Polri dalam pembebasan sandera WNI dari Kelompok Abu Sayyaf tersebut.
Sebelumnya, Mabes Polri telah siap menerjunkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dan Brigade Mobil (Brimob) untuk menyelamatkan sepuluh ABK WNI yang disandera. Dua kapal berbendara Indonesia yang mengangkut tujuh ribu ton batu bara dibajak di perairan Filipina pada 26 Maret 2016.
Pembajakan kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 itu terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting di Kalimantan Selatan ke Batangas di Filipina Selatan. Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan berada di tangan otoritas Filipina, namun kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih ditawan pembajak. (ANT)