Menuju konten utama

Politik Muka Dua Yasonna: Wujud Negara Intervensi Kasus PDIP di KPK

Yasonna Laoly dinilai menggunakan pengaruhnya untuk intervensi kasus suap PAW anggota DPR dari PDIP yang tengah diusut KPK.

Politik Muka Dua Yasonna: Wujud Negara Intervensi Kasus PDIP di KPK
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Senin (2/7/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly hadir dalam konferensi pers Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk membahas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kader partainya.

Pada saat itu, Yasonna bersama partai berlambang banteng itu membentuk tim hukum untuk melaporkan penyidik KPK ke Dewan Pengawas. Ia mengklaim kehadirannya sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDIP.

"Saya tidak ikut di tim hukum. Saya ketua DPP-nya, membentuk tim hukum. Waktu kami bentuk, saya umumkan, itulah tugas saya. Tim hukumnya, koordinatornya Pak Teguh Samudra," kata Yasonna di Yogyakarta, Jumat (17/1/2020).

Tim tersebut terdiri dari beberapa pengacara: I Wayan Sudirta, Yanuar Prawira Wasesa, Teguh Samudera, Nurul Wibawa, Krisna Murti, Paskaria Tombi, Heri Perdana, Benny Hutabarat, Kores Tambunan, Johannes L Tobing, hingga Roy Jansen Siagian.

Dia menuturkan tak ingin tugasnya di Kemenhukham dan PDIP dicampuradukkan. Ia ingin agar dibedakan antara sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDIP dengan Menkumham

"Pakaian saya jelas pakaian apa, pakaian partai waktu itu. Saya meninggalkan pekerjaan saya sebagai Menteri Hukum dan HAM," dalih Yasonna.

Meskipun menjabat sebagai Menkumham, Yasonna menyatakan tidak akan melakukan intervensi terhadap proses hukum yang sedang berjalan di KPK.

"Mana bisa saya intervensi, apa yang saya intervensi. Saya tidak punya kewenangan, kecuali saya komisioner KPK, boleh lah. Saya kan bukan," kata dia.

Saat ini tim hukum PDIP telah melaporkan penyidik KPK ke Dewan Pengawas soal adanya upaya penggeledahan terhadap kantor PDIP pada Kamis (9/1/2020) lalu. Pelaporan itu dilakukan Kamis (16/1/2020) kemarin.

Negara Lakukan Intervensi

Dualisme alias politik dua muka jabatan Yasonna yang ada di DPP PDIP dan Menkumham dalam menghadapi konflik dengan KPK ini dipertanyakan oleh sejumlah pihak. Sebab sangat rentan dengan konflik kepentingan.

Salah satunya Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari. Ia menilai terlibatnya Yasonna dalam pembentukan tim hukum, sebagai bentuk intervensi negara terhadap konflik yang tengah terjadi antara PDIP dan KPK.

Padahal berdasarkan Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 28 tahun 1999, secara eksplisit sebenarnya penyelenggara negara tidak boleh merangkap jabatan dengan kelompok lainnya. Pasalnya, dikhawatirkan akan terjadi Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN).

"Seharusnya pengabdian terhadap partai berakhir ketika Yasonna menjadi pejabat publik. Harusnya menteri mengutamakan kepentingan negara dibanding partai," kata dia kepada Tirto, Sabtu (18/1/2020).

Feri menyarankan sebaiknya Yasonna tak perlu menampilkan diri di hadapan publik untuk menyatakan sikapnya membela PDIP. Sebab hal itu akan menjadi pertanyaan di benak publik, seakan-akan terjadi konflik besar.

Menurut dia, tak mungkin Yasonna tidak terlibat mengatur strategi dalam menghadapi KPK. Baik sebagai Ketua DPP Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDIP, maupun Menkumham.

"Kenapa ditunjukan ke publik? Itu menurut saya yang salah, karena ingin memperlihatkan ada konflik kepentingan yang ditunjukan. Ini tidak sehat," ujarnya.

Oleh karena itu ia menyarankan agar Yasonna tak perlu terlibat dalam tim hukum yang dibentuk PDIP untuk menghadapi KPK. Kemudian ia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menegur Yasonna agar profesional sebagai pejabat publik. Bahwa saat ini ia bukan petugas partai lagi, tetapi petugas negara.

"Sayang presiden malah memperbolehkan. Ini problematika, padahal dulu presiden anti sama menteri yang aktif di partai," tuturnya.

Ketegangan antara PDIP dengan KPK bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap eks Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. Politikus PDIP, Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka penyuap Wahyu Setiawan.

Suap KPU merembet ke tubuh PDIP saat KPK akan menyegel ruangan di kantor DPP, tetapi terhalang oleh petugas keamanan. Saeful adalah Staf Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, yang juga jadi tersangka penyuapan Wahyu. Hasto telah membantah terlibat meski anak buahnya ditangkap KPK.

Jual Pengaruh Menkumham

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin juga menilai kehadiran Yasonna pada konpers dan terlibat dalam pembentukan tim hukum karena ingin menjual pengaruhnya sebagai Menkumham. Pasalnya, Yasonna memiliki jabatan strategis sebagai Menkumham untuk melawan KPK.

Apalagi jabatannya itu memiliki andil dalam melemahkan lembaga antirasuah tersebut melalui revisi Undang-undang (UU) KPK kemarin.

"PDIP menggunakan Yasonna sebagai kartu truf untuk meng-counter KPK. Karena Yasonna dinilai berhasil melemahkan KPK [dalam revisi UU KPK]," kata dia kepada Tirto, Sabtu (18/1/2020).

Menurutnya keterlibatan Yasonna dalam sebagai Menkumham memiliki pengaruh yang besar secara politis. Hal itu dikarenakan dia mampu melakukan lobi-lobi politik terhadap DPR RI, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK, maupun kepolisian. Meskipun Yasonna berdalih tidak akan intervensi perseteruan antara PDIP dengan KPK.

"Itu yang akan digunakan oleh PDIP untuk memerintahkan Yasonna untuk bergerak," ucapnya.

Maka dari itu, Ujang menyarankan agar PDIP tidak melibatkan Yasonna dalam pusaran konflik ini. Apalagi PDIP memiliki banyak kader yang memiliki kemampuan yang hebat untuk membahas persoalan-persoalan hukum.

"Bukan menarik Yasonna, kan menteri bukan milik partai lagi, meskipun diutus sama partai. Harusnya posisinya adil terhadap siapapun, bukan cuma partai," ujar dia.

Baca juga artikel terkait MENKUMHAM YASONNA H LAOLY atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali