Menuju konten utama

Polemik Video Tolak FDS, Yenny Wahid: Silakan Investigasi

Din Syamsuddin Minta PBNU tidak mengerahkan massa untuk menolak sekolah sehari penuh.

Polemik Video Tolak FDS, Yenny Wahid: Silakan Investigasi
Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation, dalam satu acara seminar soal kerukunan sosial keagamaan di Jakarta. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/foc/16.

tirto.id - Direktur Wahid Institute Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid berkata ragu atas video yang memuat penolakan gagasan full day school (FDS) alias sekolah sehari penuh melibatkan anak-anak dan menyerukan ujaran kebencian dimobilisasi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Yenny Wahid, nama familiar bagi putri presiden ke-4 Abdurrahman Wahid ini, tak keberatan jika ada pihak yang hendak mendalami konten video tersebut.

“Kalau mau dilakukan investigasi, silakan saja. Tapi jangan langsung klaim bahwa itu demo yang dilakukan PBNU,” kata Yenny kepada wartawan di Jakarta Selatan, Senin (14/8).

Menyatakan pendapat di muka umum ialah hak berdemokrasi warga negara yang dijamin konstitusi. Meski begitu, Yenny tak ingin jika hak tersebut dilakukan dengan cara yang kontraproduktif seperti mengujarkan kebencian.

“Tapi pada prinsipnya, kami tidak menginginkan ada ekspresi-ekspresi demikian (kebencian) yang diungkapkan dalam masalah apa pun,” ujar Yenny.

Sepengetahuan Yenny, saat ini PBNU sudah menyelidiki secara internal soal konten video tersebut. Tujuannya, mengetahui siapa orang yang terlibat dan alasan mengapa peristiwa itu bisa terjadi.

Rais Syuriah PBNU, KH Masdar Farid Mas'udi, tidak memungkiri pihaknya menolak gagasan FDSyang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Namun, ia membantah jika PBNU memobilisasi massa ke jalan apalagi menganjurkan ujaran kebecian.

Ada yang tidak setuju, tetapi mobilisasi massa enggak ada karena kita masih dalam proses negosiasi," kata Masdar saat dihubungi reporter Tirto.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin, menyayangkan unjuk rasa menolak penerapan FDS. Apalagi penolakan itu disertai ujaran kebencian.

“Enggak usahlah pakai demo-demo. Teriak-teriaknya bunuh menteri, bunuh menteri. Itu, kan, radikal. Itulah watak-watak radikal yang perlu diatasi,” kata Syamsuddin di Universitas Al Azhar Indonesia, kemarin.

Syamsuddin mengimbau agar NU dan Mendikbud membicarakan masalah penerapan FDS dengan baik, bukan melalui demo.

“Jangan main pokoke, pokoke menolak. Pokoke tidak setuju. Itu sikap yang radikal. Masih bisa dibicarakan antara kita. Apalagi pakai teriak bunuh-bunuh,” ujarnya.

Syamsudiin juga menyatakan penolakan FDS yang dilakukan NU "bernuansa politik individu," karena Mendikbud Muhadjir Effendy berasal dari Muhammadiyah. “Malulah ormas Islam itu kalau berbicara terkait dengan posisi politik,” katanya.

Baca:

'Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia' Bertanggung Jawab atas Demo Menolak FDS

Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia menyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam aksi unjuk rasa menolak FDS yang menjadi polemik tersebut. Koordinator lapangan Khoirun Nasichin mengatakan aksi itu terjadi di Lumajang, Jawa Timur.

Menurutnya, Senin sekitar pukul 8.30 kemarin, peserta aksi dari beberapa pondok pesantren berjalan kaki ke gedung kantor DPRD Lumajang. Sebelum memasuki arena tersebut, ujarnya, peserta aksi meneriakkan yel-yel "yang tidak jelas" saking banyak massa yang hadir.

“Apakah yel-yelnya cabut menterinya, kubur menterinya, mundur menterinya atau bunuh menterinya, semua tidak jelas,” kata Nasichin dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto, Senin (14/8).

Melihat situasi itu, ujar Nasichin, ia sebagai korlap aksi bersama kepolisian dari Polres Lumajang berupaya untuk mengendalikan massa dengan meminta peserta aksi untuk bergabung ke dalam barisan istigasah. Usai istigasah, kata Nasichin, pihaknya melanjutkan orasi, menuntut pencabutan Permendikbud No. 23/2017 tentang hari sekolah.

Terkait anak-anak yang hadir pada acara tersebut, kata Nasichin, mereka adalah santri yang diajak oleh orangtuanya. Namun, ia menegaskan, tidak ada instruksi untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas seperti yang diunggah dan disebarkan lewat video, yang kemudian jadi viral di media sosial.

“Kalaupun benar, pasti di luar tempat istigasah, dan tidak termasuk dalam rangkaian aksi, dan pastinya kita akan ingatkan dan bina selanjutnya,” ujarnya.

Sebelumnya, KPAI merilis pernyataan terkait pelibatan anak-anak dalam unjuk rasa menolak gagasan FDS. Apalagi dalam aksi itu, anak-anak yang mengenakan baju koko, sarung, dan kopiah tampak menyerukan ujaran kebencian terhadap Mendikbud Muhajir Effendy.

“Masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan,” kata Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty, dalam pesan tertulis yang diterima redaksi Tirto, Senin (14/8).

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Satya Adhi & M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar

Artikel Terkait