tirto.id - Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia (AMPPI) sebagai penanggung jawab dari aksi penolakan program lima hari sekolah, di Lumajang, Jawa Timur angkat bicara terkait video pelibatan anak-anak dalam demo tolak full day school (FDS) yang viral di media sosial.
Koordinator lapangan (korlap) aksi, Khoirun Nasichin mengatakan siaran pers yang dikeluarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya, karena hanya didasarkan pada video. Menurutnya, pihak KPAI juga tidak melakukan klarifikasi terhadap penanggung jawab aksi tersebut.
Karena itu, kata Naschin, pihaknya perlu memberikan penjelasan terkait jalannya aksi tersebut. Sebab, kata Naschin, isi dari acara aksi damai tolak program full day school di Kabupaten Lumajang itu berisi doa bersama dan istighosah yang dipimpin oleh Katib Syuriah PCNU Lumajang.
Baca juga: KPAI: Jangan Libatkan Anak-Anak Menolak Full Day School
Menurut dia, pada Senin (7/8) sekitar pukul 8.30 WIB peserta aksi dari beberapa pondok pesantren berjalan kaki ke depan gedung kantor DPRD Lumajang. Sebelum masuk arena tersebut, peserta aksi ini meneriakkan yel-yel yang tidak jelas, karena banyaknya massa yang hadir.
“Apakah yel-yel nya cabut menterinya, kubur menterinya, mundur menterinya atau bunuh menterinya, semua tidak jelas,” kata Nasichin dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Senin (14/8/2017).
Melihat situasi tersebut, lanjut Nasichin, dirinya sebagai korlap aksi bersama kepolisian dari Polres Lumajang berupaya untuk mengendalikan massa dengan meminta peserta aksi untuk bergabung ke dalam barisan istigasah. Setelah selesai istigasah, kata Nasichin, pihaknya melanjutkan orasi yang berisi tuntutan pencabutan Permendikbud No 23 tahun 2017.
Terkait anak-anak yang hadir pada acara tersebut, kata Nasichin, mereka adalah para santri yang diajak oleh orangtuanya. Namun, ia menegaskan bahwa tidak ada instruksi untuk mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak pantas seperti yang diunggah dan disebarkan, kemudian menjadi viral di media sosial.
“Kalaupun benar, pasti di luar tempat istigasah, dan tidak termasuk dalam rangkaian aksi, dan pastinya kita akan ingatkan dan bina selanjutnya,” ujarnya.
Ia juga sangat menyayangkan terkait siaran pers yang dikeluarkan KPAI yang tidak berdasarkan fakta sebenarnya. Apalagi, kata dia, pihak KPAI tidak melakukan klarifikasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pernyataan.
Karena itu, ia meminta kepada semua pihak untuk tidak terpancing dan tidak memberikan informasi apapun terkait aksi damai tolak full day school tersebut sebelum mengklarifikasi kepada penanggung jawab aksi.
Baca juga:Posisi NU dan Muhammadiyah dalam Polemik Full Day School
Sebelumnya, KPAI merilis pernyataan terkait pelibatan anak-anak dalam unjuk rasa menolak gagasan full day school. Apalagi dalam aksi itu, anak-anak yang mengenakan baju koko, sarung, dan kopiah tampak menyerukan ujaran kebencian terhadap Mendikbud, Muhajir Effendy.
“Masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan,” kata Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty dalam pesan tertulis yang diterima Tirto, pada Senin (14/8/2017).
Sitti mengingatkan ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak sangat tidak patut dan berbahaya bagi tumbuh kembang mereka. Sebab, kata dia, anak-anak dididik dan disekolahkan agar nantinya mereka dapat lebih beradab dan berkasih sayang untuk hidup bermasyarakat. “Ucapan atau ujaran kasar sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan etika dan moral kebangsaan kita,” ujarnya.
Dalam link video yang dikirimkan Sitti, sejumlah anak memang terdengar meneriakkan seruan pembunuhan terhadap Mendikbud Muhadjir Effendy. Bagi Sitti seruan semacam itu bukan saja tidak dibenarkan dalam ajaran agama apapun, tapi juga bertentangan dengan tata aturan perundang-undangan, dan bukan cerminan murni jiwa anak-anak. Ia menilai anak-anak itu sedang dimanfaatkan.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti