tirto.id - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin angkat bicara soal video demo menolak penerapan full day school (FDS) yang diduga dilakukan oleh santri Nahdlatul Ulama (NU). Dalam video yang viral itu terdengar teriakan seruan pembunuhan terhadap Mendikbud, Muhadjir Effendy.
“Enggak usah lah pakai demo-demo. Teriak-teriaknya bunuh menteri, bunuh menteri. Itu kan radikal itu. Itulah watak-watak radikal yang perlu diatasi,” kata Din, di Universitas Al-Azhar Indonesia usai memberi materi dalam seminar nasional, Senin (14/8/2017).
Din mengimbau agar NU dan Mendikbud membicarakan masalah penerapan FDS dengan baik, bukan melalui demo. “Jangan main pokoe.Pokoe menolak. Pokoe tidak setuju. Itu sikap yang radikal. Masih bisa dibicarakan antara kita. Apalagi pakai teriak bunuh-bunuh,” ujarnya.
Lebih lanjut, Din menyatakan bahwa penolakan full day school yang dilakukan NU juga bernuansa politik individu, karena Mendikbud Muhadjir Effendy berasal dari Muhammadiyah. “Malu lah ormas Islam itu kalau berbicara terkait dengan posisi politik,” kata Din.
Sikap tersebut, lanjut Din, juga mesti dihindari oleh Muhammadiyah. Menurut dia, kalau NU yang sedang mengisi jabatan menteri, Muhammadiyah sudah semestinya mendukung, bukan mengkritik dan menghalangi.
Dalam hal ini, Din mengaku dirinya mendukung full day school, meskipun ia juga menolak bila madrasah diniyah dihapuskan. Sebab, kata Din, program full day school dan madrasah diniyah sama-sama baik bagi pengembangan karakter siswa di Indonesia.
Hanya saja, kata Din, madrasah diniyah banyak variasinya. Tidak hanya masuk sore saja, melainkan, ada yang masuk pukul 2 siang, 4 sore, dan malam. “Madrasah diniyah itu milik semua ormas Islam. Tidak ada satu ormas Islam yang bisa mengklaim hanya dia yang memiliki madrasah diniyah. Semua organisasi Islam punya madrasah diniyah," kata Din.
NU Bantah Lakukan Mobilisasi
Sementara itu, Rais Syuriah PBNU, KH Masdar Farid Mas'udi tidak memungkiri adanya penolakan pelaksanaan full day school (FDS) di kalangan Nahdlatul Ulama. Ia mengaku ada beberapa orang di lingkungan NU menolak penerapan kebijakan yang dikeluarkan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy tersebut.
Namun, Masdar membantah ada mobilisasi yang dilakukan NU untuk menolak program full day school. “Ada yang tidak setuju, tetapi mobilisasi massa enggak ada karena kita masih dalam proses negosiasi," kata Masdar saat dihubungi Tirto, Senin (14/8/2017).
Masdar menegaskan, NU secara struktur tidak pernah menginstruksikan untuk melakukan aksi besar-besaran menolak sekolah lima hari tersebut. Sayangnya, Masdar tidak merinci pihak mana yang menolak FDS di lingkungan NU.
Masdar menerangkan, pihak NU tetap berkeyakinan kehadiran FDS justru akan membuat siswa tidak fokus. Siswa akan menjadi kelelahan karena sudah mengikuti kegiatan sekolah selama seharian penuh sehingga tidak bisa ikut program madrasah diniyah.
Sampai saat ini, Masdar mengklaim kalau madrasah diniyah sudah cukup mampu membangun pendidikan akhlak. Ia menilai, pendidikan diniyah tidak hanya mengajarkan masalah teori agama, tetapi juga pendekatan praktik. Para ulama dan kiai tidak hanya memberikan materi, tetapi juga ajaran dan perilaku santun yang bisa menjadi contoh para santri.
Ia pun menegaskan bahwa diniyah juga sudah terbukti menjadi tempat penanaman akhlak untuk umat diikuti dengan pendekatan kebangsaan, kenegaraan, dan toleran. Hal itu sudah terbukti dari banyaknya murid-murid hasil pendidikan diniyah selama ini. Apabila diniyah dihapus, Masdar khawatir pemahaman agama yang diyakini siswa sebatas formil semata.
“Indonesia menjadi negara Muslim terbesar dengan toleransi tinggi hasil didikan ustaz dan para kiai melalui diniyah dan pesantren itu. Kalau diberangus, nanti yang muncul Islam-Islam formil yang radikal,” kata Masdar.
Ia menjelaskan jika NU masih bernegosiasi dengan pemerintah. Mereka juga mendengarkan jaminan pemerintah bahwa madrasah menjadi opsi dalam penerapan FDS. Pihaknya meyakini Presiden Jokowi masih menaruh perhatian posisi dan urgensi kehadiran madrasah diniyah. Karena itu, ia yakin Presiden Jokowi tidak ada niat untuk meruntuhkan pelaksanaan pendidikan diniyah.
Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jendral PBNU, Masduki Baidlowi mengaku belum tahu soal video yang menunjukkan keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak full day school tersebut.
“Kami akan coba cek di mana dia, dari mana asalnya dan akan kami coba untuk cari tahu,” ujarnya saat dikonfirmasi Tirto.
Baidlowi mengatakan anak-anak dalam video itu belum tentu santri NU. Menurut dia, bisa saja ada oknum yang mengatasnamakan NU. Kalau pun itu benar dilakukan oleh santri NU, Baidlowi mengatakan pihaknya akan memberikan imbauan, pendekatan, dan tidak tertutup kemungkinan menjatuhkan sanksi.
Seperti diketahui, terkait demo tersebut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengecam adanya keterlibatan anak di bawah umut di dalamnya. Namun, Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid meminta KPAI untuk menjelaskan lebih rinci kepada publik mengenai batas usia larangan anak berdemo di bawah umur.
“Jangan yang lain disuruh beropini,” kata Hidayat, di Universitas Al-Azhar Indonesia setelah menjadi pemateri seminar nasional yang diselenggarakan universitas tersebut, pada Senin (14/8/2017).
Ia menambahkan “Kalau Anda lihat di gambarnya itu bukan anak kecil, dalam arti 5 tahun, 10 tahun. Tapi remaja-remaja.”
Meski begitu, menurut dia, sebuah demonstrasi harus dilakukan dengan aman, tertib, damai mencerahkan, tidak membahayakan apalagi menggunakan terminologi apapun yang kemudian bisa mengindikasikan kepada pelanggaran hukum.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz